Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 30 Juli 2016

Minggu Biasa XVIII, Tahun C



Kaya di Hadapan Allah

Bacaan Pertama: Pengkhotbah 1:2; 2:21-23
Kitab Pengkhotbah ini mengkritik secara keras orang-orang yang mengejar ambisi demi diri sendiri sehingga mengabaikan kebahagiaan yang sejati. Usaha manusia berlelah-lelah hanya akan sia-sia bila tidak bertujuan pada Allah. Kesedihan, kesusahan dan ketidak-tentraman justru akan dirasakan bila tidak bersandar pada keselamatan Allah.

Bacaan Kedua: Kolose 3:1-5.9-11
Paulus memberikan nasihat agar orang-orang yang percaya kepada Kristus hidup bersama dengan Kristus dan mencari perkara yang di atas. Orang beriman harus mematikan diri terhadap nafsu badani dan duniawi demi mencapai kemuliaan Allah. Iman kepada Kristus membuat seseorang mengenakan manusia baru, yakni cara hidup baru karena Kristus sendiri yang hidup dalam dirinya.

Bacaan Injil: Lukas 12:13-21

Yesus mengajarkan tentang kebijaksanaan hidup berkaitan dengan kekayaan duniawi. Kesempatan mengajarkan hal ini didapatkan setelah seseorang meminta Yesus menjadi hakim atas perselisihan soal harta warisan. Yesus menolak menjadi hakim untuk urusan harta duniawi. Ketamakan terhadap harta duniawi justru menjauhkan seseorang dari harta surgawi yang seharusnya diusahakan selama hidup di dunia.
Yesus kemudian mengungkapkan perumpamaan tentang seorang tuan tanah yang kaya raya dengan hasil kebun yang berlimpah. Orang kaya itu berinisiatif memperbesar lumbungnya karena disangkanya jiwanya akan tenang dengan berlimpahnya harta yang ia miliki. Di saat orang itu merencanakan tentang hartanya dan tentang makan-minum dan bersenang-senang, justru Allah mengambil jiwanya.
Orang yang berlimpah-limpah harta kekayaan, dalam perumpamaan Yesus, menggantungkan seluruh hidupnya pada hartanya. Bahkan ia menyangka bahwa jiwanya akan tenang dengan lumbung yang penuh gandum dan harta bendan. Harta yang banyak membuatnya mengira bahwa ia akan hidup dengan nyaman, beristirahat dari pekerjaannya, dan bersenang-senang. Selama ini ia bekerja keras demi menumpuk harta yang banyak dan kini ia pikir saatnya untuk menikmati hasil pekerjaannya itu. Cara dia menikmati harta kekayaannya adalah dengan makan, minum dan bersenang-senang. Hal yang dimaksudkan pastilah pesta pora demi kepuasan nafsu badani.
Orientasi pada harta duniawi membuat orang tersebut lupa bahwa jiwanya adalah milik Allah. Ketika jiwa itu diambil dari hidupnya, maka ia akan mati dan meninggalkan harta benda yang selama ini ia kejar mati-matian. Orang kaya tersebut dikatakan bodoh karena menganggap bahwa harta bendanya dapat menentramkan dan menyelamatkan jiwanya.
Orang yang mati-matian mengejar kekayaan duniawi seringkali memakai berbagai cara agar kaya dan seringkali menerabas nilai keadilan, kejujuran, dan cinta kasih. Siang-malam ia akan terus memikirkan usaha untuk mendapatkan harta kekayaan. Orientasi dan obsesi pada kekayaan semata akan membuat orang menjadi gila harta dan selalu merasa kurang sehingga tidak pernah bersyukur. Sebelum merasa puas pada harta bendanya, orang tersebut menjadi irit dan pelit untuk diri sendiri dan orang lain.
Yesus menghendaki agar para pengikut-Nya menjadi kaya di hadapan Allah. Kaya di hadapan Allah berarti mengumpulkan harta Kerajaan Allah berupa kebaikan dan cinta kasih. Kekayaan di dunia ini merupakan sarana untuk hidup secara layak dan menjadi kesempatan untuk leluasa berbuat kebaikan dengan membantu sesama. Kebodohan orang kaya dalam perumpamaan tadi adalah menimbun harta bagi dirinya sendiri. Harta menjadi berkat Allah yang diberikan kepada seseorang, namun harus menjadi sarana untuk berbagi dalam cinta kasih. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar