Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 27 Juni 2015

Minggu biasa XIII, Tahun B



Daya Ilahi

Bacaan Pertama: Keb. 1:13-15; 2:23-24
Dalam kitab Kebijaksanaan ini, Allah menciptakan dunia seisinya dengan tatanan yang menyelamatkan. Allah tidak menghendaki kehanduran dunia yang telah dicipta-Nya. Manusialah yang diciptakan Allah menurut gambar hakikat Allah sehingga Allah menghendaki manusia memiliki kebakaan setelah hidup di dunia ini. Kesucian yang diberikan kepada manusia harus tetap ada dan baka supaya manusia tidak terjerat godaan setan yang menghancurkan keselamatan manusia.

Bacaan Kedua: 2Kor. 8:7.9.13-15
Paulus mengajak jemaat di Korintus agar semakin mendalam mewujudkan iman akan Yesus Kristus. Kristus rela meninggalkan tahta keallahan, rela miskin dan menderita dengan lahir menjadi manusia demi manusia agar kaya dalam keselamatan. Keoercayaan kepada Kristus harus membuat orang menjadi kaya dalam tindakan iman, perkataan, pengetahuan, kesungguhan membantu, dan kasih terhadap sesama.

Bacaan Injil: Mrk. 5:21-43

Pada kutipan Markus yang panjang ini, terdapat dua kejadian yang dikisahkan penginjil. Yairus meminta Yesus untuk menyembuhkan anak perempuannya yang sedang sakit keras dan juga seorang wanita yang menderita pendarahan menjamah jubah Yesus di tengah jalan. Kisah perempuan yang menjamah jubah Yesus seolah memotong alur cerita tentang anak Yairus. Namun sebenarnya ada kesamaan dalam menonjolkan Yesus sebagai Mesias yang berkarya untuk menyelamatkan manusia.
Yairus adalah seorang kepala rumah ibadat, dengan demikian ia adalah seorang tua-tua jemaat, atau mungkin dari kalangan imam. Yairus berani meminta kesembuhan anaknya pada Yesus barangkali karena Yesus pernah ikut dalam ibadat yang dipimpin oleh Yairus ini. Usaha kesehatan yang dilakukan Yairus pada anak perempuannya pastilah telah buntu dan kini satu-satunya sandaran ada pada Yesus yang sedang ada di daerahnya (Kapernaum). Yairus seorang tua-tua itu ternyata tanpa malu bersujud di kaki Yesus untuk mohon kesembuhan dari Yesus bagi anaknya. Pengharapan yang besar ini meluruhkan gengsi sebagai pemimpin rumah ibadat sehingga rela menjatuhkan egonya di depan kaki Yesus. Yesus menanggapi permintaan Yairus dengan berjalan menuju rumah Yairus meskipun banyak orang mengerumuni-Nya ketika baru turun dari perahu.
Dalam perjalanan ke rumah Yairus, orang banyak tetap saja mengerumuni Yesus dan bahkan berdesak-desakan ingin dekat dan berbicara langsung dengan Yesus. Pada saat itulah ada seorang perempuan yang menderita pendarahan selama dua belas tahun. Dikisahkan bahwa usaha kesehatan tidak membuahkan hasil, justru hartanya habis untuk pengobatannya. Perempuan yang sakit pendarahan itu tidak berani memohon langsung kepada Yesus untuk disembuhkan. Alasannya adalah orang banyak yang berdesak-desakan terlalu ramai sehingga teriakannya pasti tidak di dengar oleh Yesus. Selain itu, darah yang keluar dari seseorang (bahkan binatang) membuat orang tersebut najis dan bisa menajiskan orang lain yang menyentuhnya. Dengan dua alasan ini, perempuan tadi tidak mau menjadi batu sandungan yang disalahkan karena membuat banyak orang menjadi najis karena bersentuhan ketika ikut berdesak-desakan di dekat Yesus.
Penghalang yang besar soal hukum kenajisan tidak menghalangi harapan si perempuan untuk mendapatkan kesembuhan dari Yesus. Ia percaya bahwa ketika ia dapat menjamah jubah Yesus, maka ia akan sembuh dari sakitnya. Iman ini luar biasa dalamnya yang kemudian akan dipuji oleh Yesus. Perempuan tadi ikut berdesak-desakan mendekati Yesus tanpa diketahui orang bahwa ia sakit pendarahan. Ketika sampai di dekat Yesus, perempuan tadi menjamah jumbai jubah Yesus dan seketika itu juga sembuhlah penyakitnya. Penyembuhan ini tanpa melibatkan kesadaran Yesus untuk melakukan mukjizat, namun Yesus tahu bahwa ada kekuatan yang keluar dari diri-Nya ketika perempuan tadi menjamah jumbai jubah-Nya. Pertanyaan Yesus tentang siapa yang menjamah jubah-Nya ditanggapi dengan nada “sinis” oleh para murid-Nya.
Meskipun tanpa melibatkan kesadaran Yesus dalam mukjizat ini, namun pastilah Allah sendiri yang ikut berkarya. Yesus dalam kemanusiaan-Nya memiliki keterbatasan untuk mengetahui siapa yang menjamah jubah-Nya. Namun dari keallahan-Nya, Ia tahu bahwa harapan dan iman perempuan tadi membutuhkan rahmat dari-Nya. Bukan jubah Yesus yang menyembuhkan, namun Allah berkenan menjawab iman dan harapan yang kuat dari perempuan tadi.
Peristiwa kesembuhan perempuan yang sakit pendarahan tadi disusul dengan kabar dari kepada Yairus bahwa anaknya telah mati. Kabar kematian ini tidak dipedulikan Yesus, namun Ia justru meminta Yairus untuk tidak takut dan tetap kuat dalam imannya. Yesus hanya mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk ikut bersamanya ke rumah Yairus. Di rumah Yairus sudah terjadi ratap dan tangis kematian untuk anak perempuan Yairus.
Yesus menegur orang yang meratap dan menangis dengan mengatakan bahwa anak itu tidak mati, tetapi tidur. Dengan kalimat ini, Yesus hendak menegaskan bahwa kematian bagi diri-Nya hanyalah “tidur” karena setelah mengalami kematian Yesus akan bangkit lagi. Bagi Allah, kematian tidak akan menguasai karena ada kehidupan kekal. Demikian juga bagi orang yang percaya kepada Yesus akan menerima kehidupan kekal itu.
Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus dengan berkata, “Talita kum”, Aku berkata kepadamu, bangunlah. Kata bangun merupakan tindakan usai tidur. Namun lebih jauh lagi, kata ini bisa diartikan bangkit dari kematian. Peristiwa ini membuat banyak orang yang tadinya menertawakan Yesus menjadi takjub. Tidak dijelaskan lebih jauh apakah tumbuh iman dari sana.
Yesus adalah Putera Allah, maka ia berkuasa atas segala yang ada di dunia ini. Allah menghendaki keselamatan bagi manusia yang percaya kepada-Nya dengan pengantaraan Yesus. Yesus sendiri senantiasa memberikan pertolongan bagi kita. Kita diminta menimba daya ilahi dari-Nya dengan kepercayaan teguh. Yesus meminta kita bangun, bangkit dari situasi berat, terpuruk dan sekarat. Ketika kita percaya penuh, maka akan ada daya ilahi yang kita terima dan menguatkan se3rta membangkitkan semangat hidup kita. (RYKJ)

Sabtu, 20 Juni 2015

Minggu biasa XII, Tahun B



Tuhan Tidak Tidur

Bacaan Pertama: Ayb. 38:1.8-11
Ayub mengalami berbagai penderitaan dan ia mengungkapkan perasaannya agar ia tidak dipersalahkan karena penderitaannya bukanlah sebab dari dosa. Allah menjawab Ayub yang menyadarkan pikiran manusia terbatas untuk memahami Allah. Allah jauh mengunguli manusia karena Allah mahakuasa. Manusia di hadapan Allah hanya bisa tunduk dan menyembah.

Bacaan Kedua:2Kor. 5:14-17
Paulus menyadari panggilannya sebagai murid Kristus membuatnya menjadi manusia baru. Paulus meninggalkan kehendaknya sendiri dan membiarkan dirinya masuk dalam kehendak dan kekuasaan Kristus. Berpikir dan bertindak dalam Kristus merupakan ciri manusia baru yang membentuk umat beriman.

Bacaan Injil: Mrk. 4: 35-40

Kutipan yang dibaca pada Minggu ini masih bagian awal karya Yesus. Yesus dikisahkan dalam Markus, sesudah memanggil dua belas rasul-Nya di tepi danau (daerah Galilea) Yesus melanjutkan berkarya dengan menyembuhkan orang yang kerasukan setan dan mengajar (Mrk 3:13 – 4:34). Semakin banyak orang yang mengerumuni Yesus untuk sekedar melihat Yesus atau hendak mendengarkan ajaran yang disampaikan Yesus. Situasi ini tentu secara manusiawi telah menguras tenaga Yesus dan Ia ingin menyingkir ke seberang danau untuk beristirahat. Selain itu, Yesus sebelumnya mengajar hanya dengan perumpamaan karena orang-orang Farisi telah mengkritik Yesus yang menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Yesus “menyingkir” agar tidak terjadi pertentangan lebih besar lagi karena waktunya belum tiba.
Di kisahkan dalam perjalanan ke seberang danau itu, terjadi taufan yang dasyat sehingga ombak yang tinggi menyembur ke dalam perahu. Para murid yang sebagian besar adalah nelayan di danau itu tahu betul resiko ombak yang dasyat itu akan menengelamkan perahu mereka. Tak ada usaha berarti yang dapat mereka lakukan. Mereka hanya mengusahakan keseimbangan diri dan perahu agar tidak miring dan terpelanting. Mungkin juga sebagian berusaha mengeluarkan air yang masuk ke dalam perahu.
Kecemasan para murid berbanding terbalik dengan Yesus yang tertidur di buritan perahu. Yesus tidur di sebuah tilam dan tidak terganggu dengan angin besar serta ombak yang tinggi. Kecemasan para murid berasal dari pengaloaman manusiawi mereka sebagai nelayan. Kecemasan ini pastilah bercampur dengan emosi yang tinggi saat melihat Yesus sedang tertidur. Kata-kata yang keluar dari para murid adalah: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?”. Ungkapan ini mengandung kecemasan dan kegeraman, cemas terhadap situasi danau yang tak terkendali dan geram karena Yesus dengan nyenyak tertidur.
Begitu bangun, Yesus langsung saat itu juga menghardik angin taufan itu dan berkata kepada danau itu “Diam! Tenanglah!” Seketika itu danau menjadi tenang dan teduh sehinga meredakan pula kecemasan dalam diri para murid Yesus. Yesus pasti berkata sambil melihat danau. Namun apa perasaan murid yang membangunkan Yesus? Ketika Yesus menghardik angin ribut itu, pertama-tama para muridlah yang harus diam dan tenang. Alam ada dalam kekuasaan Yesus karena Ia adalah Putera Allah. Angin taufan dengan gampang akan diredakan oleh Yesus.
Setelah danau teduh kembali, Yesus menegur para murid tentang ketakutan dan ketidakpercayaan mereka. Takut dan tidak percaya berasal dari pikiran manusia menghadapi situasi di luar batas kesangupan. Ketika Yesus ada bersama mereka, seharusnya mereka mengandalkan Yesus dan bukan dipermaikan oleh pikiran mereka. Ketakutan mereka tidak akan ada artinya di hadapan Yesus yang sangat tenang bahkan tidak bangun dari tidur-Nya. Alam tidak menguasai Yesus sehingga meskipun Yesus tertidur ke-Allah-an-Nya tidaklah tinggal diam.
Kita seringkali ada dalam situasi di luar batas kendali kita. Situasi itu ada yang natural karena berasal dari alam atau dari luar diri kita. Namun demikian, seringkali situasi kacau justru kita ciptakan dari kekeliruan kita sendiri. Atas situasi demikian ini, kita seringkali menuduh Yesus tidak peduli pada diri kita. Padahal kita percaya bahwa Yesus tinggal dalam diri kita dan ikut serta dalam situasi rumit yang kita hadapi. Kitalah yang harus “diam dan tenang”, berpikir dengan jernih sehingga mampu mengembalikan kepercayaan yang teguh pada Yesus bahwa Allah tidak “tidur”, tidak membiarkan kita celaka ketika kita mampu bersandar pada kekuasaan Allah. (R.YKJ)

Sabtu, 13 Juni 2015

Minggu biasa XI, Tahun B



Pertumbuhan Iman yang Pesat bagai Biji Tanaman

Bacaan Pertama: Yeh. 17:22-24
Lewat nabi Yehezkiel, Allah memberikan perumpamaan dari sebatang pohon aras yang tinggi akan diambil sepucuk tunas muda yang paling atas dan akan ditanam di puncak gunung yang tinggi. Tunas muda itu akan tumbuh dan berkembang menjadi pohon aras yang besar dan kuat. Perumpamaan ini melambangkan bahwa Allah akan membangkitkan kembali bangsa pilihan sehingga akan menjadi bangsa yang besar dan kuat.

Bacaan Kedua: 2Kor. 5:6-10
Paulus menyadari bahwa sebagai pengikut Kristus seharusnya hidup berdasar terang iman sehingga tubuh manusiawi dan hidup di dunia ini sungguh menampilkan Kristus sendiri. Keinginan terdalam Paulus adalah persatuan dengan Allah dalam kemuliaan abadi. Namun selama Paulus masih hidup di dunia ini, ia tetap tabah dalam perjuangan imannya supaya tubuh dan segala hal duniawi yang ada padanya menjadikannya tetap berkenan kepada Allah.

Bacaan Injil: Mrk. 4:26-34

Injil Markus bab 4 berisi tentang pengajaran Yesus dalam perumpamaan-perumpamaan. Yesus pada waktu itu bersama dengan dua belas rasul yang baru saja dipilih-Nya ada di tepi sebuah danau. Tidak disebutkan nama danaunya, namun dari Injil lain disebutkan danau Galilea. Karena semakin banyak orang yang mengerumini Yesus, maka Yesus naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh dan muai mengajar sambil duduk di atas perahu itu. Secara teknis hal ini dimaksudkan agar Yesus tidak terdesak oleh banyak orang dan dengan duduk di atas perahu semua orang dapat melihat dan mendengarkan Yesus.
Pada bacaan Minggu ini, terdapat dua perumpamaan dalam Injil yang dibacakan. Perumpamaan pertama tentang benih yang tumbuh hanya ada dalam Injil Markus. Kerajaan Allah digambarkan Yesus bagai orang yang menaburkan benih di tanah dan dengan sendirinya benih itu bertunas dan makin tinggi. Meskipun tidak disebutkan nama tanaman dari benih itu, namun dari perumpamaan ini dapat dimengerti bahwa yang dimaksudkan Yesus adalah benih gandum. Proses pertumbuha benih itu tidak diketahui oleh orang itu. Tunas dari benih itu kemudian menjadi tanaman yang buah, secara bertahap dari tangkai hingga bulir buah yang berisi. Ketika buah tanaman itu telah matang, si penanam akan segera memanennya.
Pada prinsipnya, benih yang ditaburkan di tanah akan tumbuh dengan sendirinya tanpa proses yang harus ditunggui oleh si penabur. Dalam perumpamaan ini, tanah sebagai tempat untuk menabur itu adalah aspek rohani dan kekayaan batin manusia, sedangkan kerajaan surga adalah firman yang disampaikan dalam hati manusia. Manusia yang menerima firman Tuhan dan menanamkan dalam batinnya akan mengalami pertumbuhan yang terasa spontan, tetapi sebenarnya dipeliraha pertumbuhannya oleh Allah sendiri.
Benih tanaman dalam dirinya sendiri mengandung kehidupan, sehingga ketika ditaburkan di lahan yang potensial maka akan tumbuh dengan sendirinya. Demikian juga dengan firman Allah yang ditanam dalam hati orang yang percaya akan tumbuh dengan sendirinya karena ada kehidupan Roh Allah dalam firman itu. Hati manusia yang menjadi tempat bagi persemaian firman Allah haruslah potensial dengan kesuburan rohani agar menumbuhkan benih dan pada gilirannya menghasilkan buah berlimpah.
Perumpamaan kedua dalam bacaan ini adalah perumpamaan tentang biji sesawi yang melambangkan kerajaan Allah. Biji sesawi adalah biji sebesar kepala jarum, biji yang tergolong kecil di daerah Galilea. Namun ketika biji ini ditanam justru tumbuh tanaman sayuran yang paling besar. Tanaman sesawi ini bercabang dan menjadi teduh sehingga burung-burung pun bersarang dalam naungan ranting-rantingnya. Batang pohon sesawi digambarkan bisa sebesar lengan orang dewasa sehingga cabang dan rantingnya pun dapat menjadi tempat yang teduh bagi para burung.
Yesus hendak menjelaskan bahwa kerajaan Allah, orang-orang yang percaya kepada Allah lewat Yesus Kristus sebagai Mesias pada awalnya dalam jumlah yang kecil namun dapat tumbuh dan berkembang menjadi besar. Demikianlah pesekutuan umat beriman kepada Yesus yang terbentuk menjadi Gereja, pada awalnya sedikit dalam jumlah namun dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat. Namun tetaplah harus waspada. Lambang burung yang bersarang pada ranting sesawi juga padat ditafsirkan sebagai pengganggu yang menumpang pada pohon itu. Gereja yang telah mapan dalam banyak hal sering kali diganggu aneka kepentingan baik pribadi maupun kelompok tertentu.
Bagi kita, pertumbuhan firman dalam hati berkat daya pertumbuhan Allah sendiri. Kita tinggal menyediakan diri dan hati agar menjadi lahan yang subur bagi benih sabda yang ditaburkan dalam diri kita. Allah menghendaki kita berkembang dalam iman sehingga suatu saat menjadi penenan Allah dan dimasukkan dalam kerajaan surga. Marilah kita tanam sabda Allah dengan rajin membaca Kitab Suci, mendengarkan dengan tekun ketika Sabda dibacakan dalam luturgi dan mencermati penjelasannya dalam homili liturgi, serta mewujudkan dalam hidup harian kita. (R.YKJ)

Sabtu, 06 Juni 2015

HR Tubuh dan Darah Kristus, Tahun B



Inilah Tubuh-Ku, Inilah Darah-Ku

Bacaan Pertama: Kel. 24:3-8
Di gunung Sinai, Allah mengikat perjanjian dengan bangsa pilihan. Di pihak Allah, Ia telah memberikat berkat perlindungan dan akan menyelamatkan bangsa pilihan itu. Sedangkan di pihak bangsa pilihan, mereka harus melaksanakan Firman dan perintah Allah yang disampaikan lewat Musa. Perjanjian itu kemudian diikat dengan darah kurban persembahan yang direcikkan musa atas mereka.

Bacaan Kedua: Ibr. 9:11-15
Imam-imam Perjanjian lama berkali-kali mengurbankan persembahan domba, lembu jantan atau lembu muda. Kurban yang dilakukan oleh para imam itu mampu menyucikan dan memulihkan bangsa pilihan di hadapan Allah. Kristus melebihi imam-imam Perjanjian Lama karena Ia sebagai Imam Agung. Kristus mengurbankan diri-Nya sebagai kurban yang murni, tak bercacat. Kurban Tubuh dan Darah Kristus jauh lebih mulia daripada kurban persembahan yang menyucikan orang-orang terpanggil. Kristus pula yang menandai Perjanjian Baru sebagai pengantara Allah dengan manusia.

Bacaan Injil: Mrk. 14:12-16.22-26

Bacaan Injil ini berisi tentang perjamuan malam terakhir yang termuat dalam Markus. Hari Raya Roti Tidak Beragi adalah perayaan sehari sebelum Paskah. Pada hari itu, domba paskah disembelih pada siang hari dan setelah matahari tenggelam diadakan perjamuan paskah seturut tradisi Yahudi. Pada siang itulah para murid bertanya kepada Yesus tentang tempat perjamuan Paskah yang dikehendaki oleh Yesus. Pemilihan tempat perjamuan bagi Yesus dan murid-murid-Nya dalam Injil ini memberi kesan bahwa Yesus tidak membuat janji terlebih dahulu dengan tuan rumah. Namun tuan rumah akan mempersilahkan ruangan di rumahnya dipakai oleh Yesus dan murid-murid itu.
Seperti pesan Yesus, para murid menjumpai orang yang membawa kendi berisi air. Pembawa kendi ini bukanlah pemilik rumah, namun semacam pelayan yang sedang mempersiapkan perjamuan Paskah. Pertanyaan para murid tentang ruangan yang dieprsiapkan untuk perjamuan Yesus dan para murid harus diajukan kepada pemilik rumah yang diketahui para murid setelah mereka mengikuti orang yang membawa kendi itu. Ruangan khusus disediakan untuk perjamuan Yesus dengan para murid-Nya. Meskipun terkesan secara ajaib Yesus memberi petunjuk tempat perjamuan-Nya, namun pemilik rumah itu seolah sudah tahu bahwa salah satu ruangan di rumahnya hendak dipakai oleh Yesus. Ruangan yang disediakan telah lengkap dan segala sesuatu untuk perjamuan Paskah telah tersedia. Hal ini juga nantinya menjadi gambaran tentang cara Yesus memasuki Yerusalem. Ketika Yesus masuk Yerusalem, Ia pun menyuruh murid-murid-Nya untuk mendahului masuk ke sebuah kampung dan mendapati seekor anak keledai untuk menjadi tunggangan bagi Yesus (Mrk 11:1-6).
Pada ayat 22, mulailah Yesus menjalankan ritual perjamuan Paskah tidak seperti tradisi pada waktu itu. Yesus memberi makna baru para perjamuan itu dengan mengambil roti, mengucap berkat dan memberikannya kepada para murid seraya berkata “Ambilah! Inilah Tubuh-Ku”. Tindakan mengambil roti, mengucap berkat dan membagikan pada peserta perjamuan merupakan tradisi perjamuan Paskah. Namun, Yesus memberi makna baru dengan mengatakan “Inilah Tubuh-Ku”. Dengan jelas Yesus menggambarkan bahwa roti itu melambangkan tubuh-Nya yang hendak dikurbankan bagi penebusan dosa manusia.
Demikian pula ketika Yesus mengambil cawan yang berisi air anggur, Ia mengucap berkat, mengedarkan cawan itu kepada para murid dan berkata “Inilah Darah-Ku, darah perjanjian baru yang ditumpahkan bagimu dan bagi banyak orang”. Dalam kata-kata Yesus ini semakin jelas yang dimaksudkan-Nya bahwa darah-Nya akan ditumpahkan layaknya darah anak domba sebagai kurban sembelihan.
Para murid pada waktu itu belum memahami sepenuhnya makna baru perjamuan Paskah yang dilakukan oleh Yesus. Namun pada saat Yesus telah bangkit dari mati dan menampakkan diri, justru para murid mengenal-Nya ketika Yesus mengangkat roti, mengucap berkat dan membagi-bagikan kepada para murid (Luk. 24:30). Para murid kemudian menyadari sepenuhnya bahwa pada perjamuan terakhir, Yesus melambangkan roti dan anggur sebagai tubuh dan darah-Nya yang hendak dikurbankan di kayu salib. Tubuh-Nya memang diserahkan dan darah-Nya memang ditumbahkan demi cinta kasih penebusan Yesus bagi banyak orang. Para murid kemudian mengulangi perjamuan yang sama seperti dipesankan oleh Yesus, bukan sekedar pengingat dan pengenangan, namun menghadirkan kembali kurban Kristus yang menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya.
Setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita diikutsertakan dalam kurban Kristus di atas alatar. Kurban Kristus di kayu salib memang hanya sekali untuk selamanya, namun senantiasa diualngi dalam makna terdalam atas kurban Kristus itu. Bahkan secara nyata, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Inilah yang disebut sebagai transubstansiasi, Kristus sendiri yang mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya melampaui substansi roti dan anggur. Yesus adalah Putera Allah. Dengan karya Roh Kudus, Yesus dikandung dan dilahirkan oleh Maria ke dunia ini. Maka, Allah pun dengan mudah dapat menghadirkan Kristus kembali setiap Ekaristi dalam rupa roti dan anggur.
Dengan menerima komuni, kita menerima Tubuh dan Darah Kristus. Kristus yang dibagikan kepada kita, kita santap dengan khidmat dan bersatu dalam tubuh dan darah kita. Persatuan raga yang tak terpisahkan karena mengalir dalam darah kita dan menyatu dalam tubuh kita. Kemanapun kita pergi dan berada, ada Kristus yang telah menyatu dalam tubuh kita. Kristus menginginkan kita selamat dengan berbuat kebaikan dan cinta kasih. Maka, mari kita bawa Kristus yang ada dalam diri kita dalam perbuatan baik dan cinta kasih. Hendaknya kita hindari tempat-tempat yang tidak layak yang bisa membuat kita jatuh dalam dosa, serta menghindari perbuatan dosa yang pasti tidak dikehendaki oleh Yesus yang senantiasa kita sambut. (RYKJ)