Yesus: Musa Baru untuk Pembebasan
Rohani
Bacaan Pertama: Keluaran 3:1-8a,13-15
Musa dipanggil Allah untuk menyelamatkan bangsa pilihan dengan
mengeluarkan mereka dari tanah Mesir. Musa mendapatkan penampakan Tuhan dengan
melihat nyala api pada semak duri namun semak itu tidak terbakar. Dalam
panggilan Musa itu, Allah menyebut diri-Nya sebagai Sang Aku, Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub. Identitas Allah ini ingin menegaskan bahwa Allah
telah memanggil bangsa pilihan untuk keselamatan dan Allah yang menyejarah itu
akan terus berkehandak menyelamatkan manusia.
Bacaan Kedua: 1 Korintus 10:1-6.10-12
Paulus menceritakan kembali kedasyatan Allah ketika membawa keluar bangsa
pilihan dari tanah Mesir. Demikian besar usaha keselamatan Allah termasuk
menyediakan makanan dan minuman di padang gurun, namun justru bangsa itu tidak
setia kepada Allah. Penyelamatan Allah akhirnya berpuncak dalam diri Yesus yang
menjadi batu karang sumber air rohani bagi keselamatan manusia.
Bacaan Kedua: Lukas 13:1-9
Dalam Injil ini, Yesus hendak meluruskan pikiran banyak orang tentang
penderitaan yang dialami oleh manusia. Perjanjian Lama beranggapan bahwa
penderitaan merupakan sebab dari dosa, sehingga orang yang menderita dinilai
sebagai orang yang berdosa. Yesus hendak menegaskan bahwa besarnya penderitaan
bukan karena besarnya dosa yang telah dilakukan seseorang. Peristiwa
penderitaan sesama haruslah membawa dampak baik terhadap diri dengan bertobat.
Awalnya dikisahkan dalam bacaan ini, beberapa orang memberi kabar kepada
Yesus tentang orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus dan darah mereka
dicampurkan dengan darah hewan kurban yang mereka persembahkan. Kejadian ini
kemungkinan terjadi di Bait Allah. Orang-orang Galilea itu adalah kelompok
nasionalis yang ketika melakukan ritual persembahan di Bait Allah menjadi
penyebab terjadinya huru-hara. Pilatus kemudian mengirim pasukannya sehingga
terjadi pertempuran di pelataran Bait Allah. Pertempuran berdarah inilah yang
disebut “darah mereka dicampur dengan darah persembahan”.
Orang-orang Galilea itu adalah kelompok yang menginginkan kemerdekaan dari
kekaisaran Romawi dengan cara perlawanan fisik terhadap Pilatus. Sikap keras
mereka justru membuat Bait Allah najis karena dikotori oleh darah manusia dan
harus ditahirkan. Orang-orang yang membawa kabar itu kepada Yesus menunggu
reaksi Yesus. Sebagai sosok yang diharapkan menjadi Mesias duniawi, mereka
mengharapkan Yesus menilai salah orang-orang yang frontal berhadapan dengan
Pilatus, atau Yesus marah terhadap Pilatus dan menyusun kekuatan dari para
pengikut-Nya untuk melawan Pilatus.
Yesus ternyata tidak hanyut dalam kabar kematian dan harapan orang saat
itu. Yesus kemudian mengajak orang untuk berpikir tentang penderitaan, nasib
buruk dan pembebasan secara rohani. Penderitaan dan kematian yang dialami
orang-orang Galilea itu bukan karena dosa terhadap Allah, namun karena
perlawanan kepada Pilatus oleh sebab pemahaman salah tentang janji Mesianis.
Mereka tetap berbakti kepada Allah dengan melakukan kurban persembahan di Bait
Allah, namun mereka memahami secara keliru tentang masa pembebasan dari
penjajahan Romawi.
Yesus mengajak para murid-Nya supaya mengalami pertobatan, yakni perubahan
pola pikir tentang keselamatan kekal dan perubahan sikap hidup. Keselamatan
kekal adalah pembebasan rohani dari dosa-dosa di dunia ini. Keselamatan kekal
bisa dirasakan mulai sejak hidup di dunia ini dengan menerima rahmat dan
penyelenggaraan ilahi dalam hidup manusiawi. Namun demikian, keselamatan itu
kadang menuntut kesetiaan iman sehingga memungkinkan konsekuensi penderitaan
dan kematian dalam kesengsaraan. Penderitaan dan kematian dalam iman bukanlah
konyol dengan membuat huru-hara seperti yang dilakukan orang-orang Galilea itu.
Yesus kemudian menyingung sepintas tentang menara Siloam yang menimpa
delapanbelas orang hingga mati. Kejadian itu adalah peristiwa yang berbeda
namun Yesus menariknya pada pemahaman yang sama bahwa mereka mati secara tragis
bukan kerena dosa yang mereka lakukan. Yesus tetap menekankan pertobatan agar
para pengikut-Nya tidak mengalami kematian tragis dalam iman dan kerohanian
mereka. Iman harus berbuah dalam hidup sehingga Yesus kemudian mengakhiri
bagian pengajaran-Nya ini dengan sebuah perumpamaan.
Dalam perumpamaan-Nya, Yesus mengatakan ada sebatang pohon ara di kebun anggur
yang sudah tiga tahun diamati oleh pemilik kebun ternyata belum juga berbuah.
Pemilik kebun itu meminta tukang kebunnya untuk menebang pohon ara itu. Namun,
tukang kebun masih memberi kesempatan setahun lagi sambil dirawatnya agar pohon
ara itu berbuah. Yesus ingin menjelaskan bahwa manusia diberi kesempatan,
dipelihara dan dirawat oleh Allah. Allah menunggu manusia berbuah dalam
kehidupannya, buah iman, kebaikan dan cinta kasih.
Bagi kita, Allah memberikan kesempatan bukan hanya setahun tapi bertahun-tahun
daam hidup kita. Kita diharapkan mensyukuri rahmat kesempatan hidup lebih lama
di dunia ini, memelihara dan merawat kehidupan yang berdasar pada iman kita.
Iman dan kerohanian kita diharapkan semakin dewasa, berkembang dan berbuah.
Buah iman dan kerohanian kita adalah semakin taat kepada Allah dan semakin
menampakkan kebaikan dan cinta kasih kepada sesama, mulai dari keluarga kita
masing-masing. (R. YKJ)