Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 27 Februari 2016

Minggu Prapaskah III, Tahun C



Yesus: Musa Baru untuk Pembebasan Rohani

Bacaan Pertama: Keluaran 3:1-8a,13-15
Musa dipanggil Allah untuk menyelamatkan bangsa pilihan dengan mengeluarkan mereka dari tanah Mesir. Musa mendapatkan penampakan Tuhan dengan melihat nyala api pada semak duri namun semak itu tidak terbakar. Dalam panggilan Musa itu, Allah menyebut diri-Nya sebagai Sang Aku, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Identitas Allah ini ingin menegaskan bahwa Allah telah memanggil bangsa pilihan untuk keselamatan dan Allah yang menyejarah itu akan terus berkehandak menyelamatkan manusia.

Bacaan Kedua: 1 Korintus 10:1-6.10-12
Paulus menceritakan kembali kedasyatan Allah ketika membawa keluar bangsa pilihan dari tanah Mesir. Demikian besar usaha keselamatan Allah termasuk menyediakan makanan dan minuman di padang gurun, namun justru bangsa itu tidak setia kepada Allah. Penyelamatan Allah akhirnya berpuncak dalam diri Yesus yang menjadi batu karang sumber air rohani bagi keselamatan manusia.

Bacaan Kedua: Lukas 13:1-9

Dalam Injil ini, Yesus hendak meluruskan pikiran banyak orang tentang penderitaan yang dialami oleh manusia. Perjanjian Lama beranggapan bahwa penderitaan merupakan sebab dari dosa, sehingga orang yang menderita dinilai sebagai orang yang berdosa. Yesus hendak menegaskan bahwa besarnya penderitaan bukan karena besarnya dosa yang telah dilakukan seseorang. Peristiwa penderitaan sesama haruslah membawa dampak baik terhadap diri dengan bertobat.
Awalnya dikisahkan dalam bacaan ini, beberapa orang memberi kabar kepada Yesus tentang orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus dan darah mereka dicampurkan dengan darah hewan kurban yang mereka persembahkan. Kejadian ini kemungkinan terjadi di Bait Allah. Orang-orang Galilea itu adalah kelompok nasionalis yang ketika melakukan ritual persembahan di Bait Allah menjadi penyebab terjadinya huru-hara. Pilatus kemudian mengirim pasukannya sehingga terjadi pertempuran di pelataran Bait Allah. Pertempuran berdarah inilah yang disebut “darah mereka dicampur dengan darah persembahan”.
Orang-orang Galilea itu adalah kelompok yang menginginkan kemerdekaan dari kekaisaran Romawi dengan cara perlawanan fisik terhadap Pilatus. Sikap keras mereka justru membuat Bait Allah najis karena dikotori oleh darah manusia dan harus ditahirkan. Orang-orang yang membawa kabar itu kepada Yesus menunggu reaksi Yesus. Sebagai sosok yang diharapkan menjadi Mesias duniawi, mereka mengharapkan Yesus menilai salah orang-orang yang frontal berhadapan dengan Pilatus, atau Yesus marah terhadap Pilatus dan menyusun kekuatan dari para pengikut-Nya untuk melawan Pilatus.
Yesus ternyata tidak hanyut dalam kabar kematian dan harapan orang saat itu. Yesus kemudian mengajak orang untuk berpikir tentang penderitaan, nasib buruk dan pembebasan secara rohani. Penderitaan dan kematian yang dialami orang-orang Galilea itu bukan karena dosa terhadap Allah, namun karena perlawanan kepada Pilatus oleh sebab pemahaman salah tentang janji Mesianis. Mereka tetap berbakti kepada Allah dengan melakukan kurban persembahan di Bait Allah, namun mereka memahami secara keliru tentang masa pembebasan dari penjajahan Romawi.
Yesus mengajak para murid-Nya supaya mengalami pertobatan, yakni perubahan pola pikir tentang keselamatan kekal dan perubahan sikap hidup. Keselamatan kekal adalah pembebasan rohani dari dosa-dosa di dunia ini. Keselamatan kekal bisa dirasakan mulai sejak hidup di dunia ini dengan menerima rahmat dan penyelenggaraan ilahi dalam hidup manusiawi. Namun demikian, keselamatan itu kadang menuntut kesetiaan iman sehingga memungkinkan konsekuensi penderitaan dan kematian dalam kesengsaraan. Penderitaan dan kematian dalam iman bukanlah konyol dengan membuat huru-hara seperti yang dilakukan orang-orang Galilea itu.
Yesus kemudian menyingung sepintas tentang menara Siloam yang menimpa delapanbelas orang hingga mati. Kejadian itu adalah peristiwa yang berbeda namun Yesus menariknya pada pemahaman yang sama bahwa mereka mati secara tragis bukan kerena dosa yang mereka lakukan. Yesus tetap menekankan pertobatan agar para pengikut-Nya tidak mengalami kematian tragis dalam iman dan kerohanian mereka. Iman harus berbuah dalam hidup sehingga Yesus kemudian mengakhiri bagian pengajaran-Nya ini dengan sebuah perumpamaan.
Dalam perumpamaan-Nya, Yesus mengatakan ada sebatang pohon ara di kebun anggur yang sudah tiga tahun diamati oleh pemilik kebun ternyata belum juga berbuah. Pemilik kebun itu meminta tukang kebunnya untuk menebang pohon ara itu. Namun, tukang kebun masih memberi kesempatan setahun lagi sambil dirawatnya agar pohon ara itu berbuah. Yesus ingin menjelaskan bahwa manusia diberi kesempatan, dipelihara dan dirawat oleh Allah. Allah menunggu manusia berbuah dalam kehidupannya, buah iman, kebaikan dan cinta kasih.
Bagi kita, Allah memberikan kesempatan bukan hanya setahun tapi bertahun-tahun daam hidup kita. Kita diharapkan mensyukuri rahmat kesempatan hidup lebih lama di dunia ini, memelihara dan merawat kehidupan yang berdasar pada iman kita. Iman dan kerohanian kita diharapkan semakin dewasa, berkembang dan berbuah. Buah iman dan kerohanian kita adalah semakin taat kepada Allah dan semakin menampakkan kebaikan dan cinta kasih kepada sesama, mulai dari keluarga kita masing-masing. (R. YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar