Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 30 April 2016

Minggu Paskah VI, Tahun C



Janji Penghibur dan Damai Sejahtera

Bacaan Pertama: Kisah Para Rasul 15:1-2.22-29
Para rasul berkumpul untuk membicarakan dan memutuskan permasalahan tentang peraturan hukum Taurat. Pertemuan ini selanjutnya dikenal dengan konsili pertama di Yerusalem. Para rasul berdoa dan berdiskusi bersama, sambil membuka hati kepada Roh Kudus sehingga mampu membuat keputusan yang tepat dan bijaksana. Orang-orang bukan keturunan Yahudi pada akhirnya tidak diwajibkan menjalankan aturan adat-istiadat Yahudi namun harus menjauhkan diri dari kebiasaan bangsanya yang bertentangan dengan ajaran Kristus.

Bacaan Kedua: Wahyu 21:10-14.22-23
Wahyu kepada Yohanes ini meneruskan penglihatan tentang Yerusalem Baru. Kota surgawi itu penuh dengan kemuliaan Allah. Kota itu memiliki dua belas gerbang yang bertuliskan kedua belas suku Israel dan memiliki dua belas batu dasar yang bertuliskan nama kedua belas rasul Yesus. Dalam kota itu tidak terdapat Bait Suci karena Allah dan Anak Domba Allah sendiri tinggal di dalam kota itu. Yerusalem Surgawi ini melambangkan kesempurnaan karya keselamatan Allah yang telah diawali dari sejak penciptaan, para nabi Perjanjian Lama dan berpuncak pada kehadiran Anak Domba Allah ke dunia. Dua belas suku Israel menjadi pintu masuk bagi warta keselamatan dalam diri Yesus dan dua belas rasul memiliki peranan penting sebagai bagian dari Yerusalem Surgawi.

Bacaan Injil: Yohanes 14:23-29
Injil Yohanes ini masih berisi tentang pesan-pesan terakhir Yesus kepada para murid-Nya. Yesus mengarahkan perhatian para murid pada keselamatan Allah yang jauh lebih besar daripada hal-hal yang diinginkan banyak orang atas diri Yesus. Pesan-pesan Yesus ini diungkapkan setelah Yesus memasuki Yerusalem dan telah melakukan banyak mukjizat. Ada harapan dari banyak orang bahwa Yesus adalah Mesias yang akan membawa pembebasan dari penindasan bangsa asing (kekaisaran Romawi). Harapan pada mesias duniawi inilah yang hendak dialihkan Yesus dari dalam pikiran para murid-Nya. Ide misias duniawi ini juga terkandung dalam pertanyaan Yudas yang bukan Iskariot “Tuhan, apakah sebabnya Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada kami, dan bukan kepada dunia?” (ay.22).
Yesus mengulang kembali perintah kepada para murid untuk saling mengasihi yang sebelumnya telah diungkapkan-Nya (ay. 31-34). Mengasihi Yesus bukan sekedar teori, namun harus diwujudkan dengan mentaati perintah-perintah-Nya. Perintah Yesus bukanlah beban hukum yang memberatkan, namun ajaran cinta kasih yang melegakan dalam perjuangan hidup dan iman. Pelaksanaan perintah Yesus untuk saling mengasihi akan memperlihatkan kesatuan antara Yesus dengan Bapa-Nya. Yesus dan Bapa adalah satu sehingga perwujudan kasih kepada sesama berdasarkan perintah Yesus sama saja telah mengasihi dan menuruti perintah Allah.
Yesus menegaskan sekali lagi perintah untuk saling mengasihi dalam bentuk kalimat negatif, “Barang siapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku.” Dalam pernyataan ini, Yesus menegaskan bahwa status sebagai murid Yesus haruslah diwujudkan dalam tindakan nyata saling mengasihi. Yesus juga menegaskan kembali kesatuan-Nya dengan Bapa dan sabda yang disampaikan Yesus berasal dari Bapa-Nya.
Janji Penghibur, yakni Roh Kudus, yang diungkapkan oleh Yesus semakin mempertegas kesatuan antara Bapa, Yesus dengan Roh Kudus. Kehadiran Yesus, Putera Allah, ke dunia karena perutusan dari Bapa. Untuk kemudian, Bapa akan mengutus Roh Kudus dalam nama Yesus ke dunia ini. Janji Penghibur atau Roh Kudus ini hendak diberikan sesudah Yesus tidak lagi tinggal bersama para murid-Nya. Tugas Roh Penghibur yang diungkapkan oleh Yesus adalah mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan semua yang telah disabdakan Yesus.
“Damai sejahtera kutinggalkan bagimu...” (ay.27). Damai sejahtera merupakan ciri masa mesianis yang dijanjikan sejak zaman para nabi. Damai sejahtera yang diberikan dan ditingalkan Yesus akan mengalahkan rasa gelisah dan gentar dalam diri para murid karena ditinggalkan oleh Yesus. Para murid waktu itu pastilah lebih memikirkan kesedihan ditinggalkan oleh Yesus, bukan memikirkan rencana keselamatan Allah. Yesus hendak pergi kepada Bapa-Nya bukan untuk mengabaikan para murid-Nya, namun untuk penyempurnakan penebusan-Nya dan Roh Kudus akan diutus Bapa bagi dunia. Rasa gelisah dan gentar memang dialami oleh para murid karena peristiwa kematian Yesus, dan Yesus berulang kali menyampaikan salam damai sejahtera sesudah kebangkitan-Nya. Damai sejahtera yang mengusir rasa gelisah dan gentar akan sempurna ketika peristiwa pentakosta, turunnya Roh Kudus atas para rasul.
Kita adalah orang-orang yang percaya pada kebangkitan Kristus dan telah memahami ajaran cinta kasih-Nya. Ketaatan kita pada Sang Guru diukur dari cinta kasih kita pada-Nya dan harus terwujud dalam tindakan sehari-hari. Ketika kita setia melaksanakan ajaran cinta kasih Yesus, pastilah ada damai sejahtera dalam hidup kita. Keterbukaan hati terhadap Roh Kudus mendorong kita untuk terus berbuat baik dan membagikan damai sejahtera kepada sesama. (R.YKJ)

Sabtu, 23 April 2016

Minggu Paskah V, Tahun C



Wasiat untuk Saling Mengasihi

Bacaan Pertama: Kisah Para Rasul 14:21b-27
Paulus dan Barnabas mewartakan keselamatan Allah semakin luas kepada aneka suku dan bangsa. Di setiap tempat, mereka mengangkat penatua jemaat yang dipercaya menjadi pemimpin rohani bagi jemaat setempat. Usaha Paulus dan Barnabas menjadi kegembiraan banyak orang karena Allah sendiri yang telah membuka hati bangsa-bangsa lain sehingga dapat menerima warta keselamatan Allah.

Bacaan Kedua: Wahyu 21:1-5a
Wahyu kepada Yohanes memperlihatkan keadaan surgawi. Yohanes melihat langit dan bumi baru dan Yerusalem baru yang turun dari surga. Yerusalem baru menjadi lambang keadaan surga yang jauh lebih sempurna daripada  Yerusalem dunia ini. Yerusalem dunia saat itu menjadi pusat keagamaan bagi bangsa terpilih dan simbol identitas kehadiran Allah. Yerusalem baru yang diperlihatkan kepada Yohanes jauh lebih sempurna sebagai bentuk kehadiran Allah di tengah-tengah manusia. Kelak, kedatangan Yerusalem baru akan menghapus dukacita karena kehadiran Allah membawa serta kebahagiaan sempurna.

Bacaan Injil: Yohanes 13: 31-33a.34-35

Bacaan Injil ini menampilkan bagian dari perjamuan malam terakhir yang diadakan Yesus bersama para murid-Nya. Pesan terakhir Yesus pada perjamuan ini hendak menegaskan dasar tugas perutusan yang harus dijalankan oleh para murid-Nya. Yesus bukan sekedar memberi tugas kepada para murid, namun Ia sendiri telah membari teladan pewartaan keselamatan Allah bagi dunia. Pada perjamuan malam terakhir itu, Yesus juga menampilkan dasar perutusan bukan hanya dengan kata-kata, namun dengan tindakan. Tindakan Yesus yang harus dicontoh oleh para murid-Nya adalah tindakan Yesus membasuh kaki para murid-Nya.
Keterangan “Sesudah Yudas pergi” (dari ruang perjamuan) menjadi catatan penting dalam Injil Yohanes ini. Kesengsaraan Yesus dimulai ketika Yudas pergi meninggalkan meja perjamuan. Iblis telah membisikkan rencana penghianatan Yudas dan ternyata Yudas kalah karena tetap melaksanakan rencananya, meskipun Yesus telah mengatakan bahwa ia akan menghianati-Nya. Yesus sebagai Putera Allah tahu semua yang akan terjadi pada diri-Nya. Ia tahu pula bahwa penghianatan Yudas menjadi awal kisah kesengsaraan-Nya.
Awal kesengsaraan Yesus justru menjadi saat dimulainya Yesus dipermuliakan oleh Bapa-Nya. Dalam kesengsaraan, akan ditampilkan kemuliaan Yesus yang diberikan Allah kepada-Nya. Kesengsaraan dan kemuliaan bukanlah dua hal yang dipertentangkan dalam diri Yesus. Untuk memperdamaikan dunia, Yesus mengambil jalan kesengsaraan dan wafat di salib agar kemuliaan kebangkitan diperlihatkan kepada dunia.
Dalam kesengsaraan Yesus, Allah dipermuliakan di dalam Yesus karena ketaatan-Nya untuk menyempurnakan keselamatan Allah dengan kesengsaraan. Ketaatan dalam kesengsaraan inilah yang akan dimahkotai dengan kebangkitan sebagai tindakan Allah yang mempermuliakan Yesus. Ada kesatuan erat, tak terpisahkan, antara kesengsaraan salib dengan kemuliaan kebangkitan. Bahkan dalam Injil Yohanes, Yesus telah dimuliakan Allah dengan ditinggikan di kayu salib.
Dalam kata-kata yang lembut kemudian Yesus menyampaikan amanat perpisahan-Nya. Yesus mengetahui bahwa tidak akan lama lagi kebersamaan-Nya dengan para murid-Nya. Yesus menyampaikan penegasan pesan dengan kata-kata yang lembut, bukan berarti bernuansa keputus-asaan, namun hendak membangun kesadaran dalam diri para murid-Nya. Yesus mengerti bahwa Yudas menghianati-Nya karena kebebasan yang dimiliki Yudas digunakan secara salah. Yesus ingin kesadaran tumbuh dalam diri para murid yang lain agar kebebasan yang mereka miliki dapat meneguhkan status sebagai murid-murid-Nya.
Pesan Yesus terkait erat dengan tindakan-Nya dalam membasuh kaki para murid-Nya. Yesus meninggalkan pesan dan teladan kuat tentang tindakan saling melayani. Bagaikan “wasiat” penting, Yesus menyampaikan pesan terakhirnya dalam “kotak” yang kuat, yakni tindakan-Nya dengan membasuh kaki para murid-Nya. Pesan untuk saling mengasihi bukanlah hal yang sama sekali baru karena dalam Perjanjian Lama juga memuat ajaran untuk saling mengasihi. Namun demikian, Yesus menghendaki para murid-Nya untuk lebih sempurna dalam menjalankan ajaran cinta kasih ini.
Yesus menghendaki agar para murid melaksanakan cinta kasih bukan sekedar melaksanakan perintah “jangan…” seperti dalam seputuh perintah Allah. Mereka harus melampaui perintah Perjanjian Lama dengan menyerap inti ajaran cinta kasih dan melaksanakannya secara total. Yesus sendiri secara “mengejutkan” membasuh kaki para murid yang menunjukkan bahwa kasih yang melayani harus melampaui batas apapun, termasuk kedudukan dan status sosial. Pada akhirnya, Yesus juga menunjukkan bahwa kesengsaraan dan kematian-Nya merupakan tindakan cinta kasih yang total bagi para murid dan semua manusia.
Yesus juga menegaskan bahwa tindakan saling mengasihi sebagai bagian dari ciri khas para murid Yesus. Saling mengasihi menjadi identitas atau jati diri yang harus dimiliki oleh murid-murid Kristus. Identas saling mengasihi tetap dalam kesatuan dengan seluruh hidup dan karya Yesus karena para murid meneladani dari tindakan Yesus yang mengasihi mereka dan mengasihi banyak orang. Saling mengasihi seperti yang telah diteladankan oleh Yesus menjadi lambang kehadiran Allah ditengah dunia ini.
Kita sekarang ini menjadi murid-murid Kristus yang juga mendapatkan warisan untuk saling mengasihi. Tindakan saling mengasihi menjadi identitas orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus. Dalam setiap tindakan cinta kasih yang kita buat untuk sesama, hadir cinta Allah yang menyelamatkan. Identitas sebagai murid-murid Kristus ini, bila diwujudkan terus-menerus di dunia ini, diri kita telah ikut menghadirkan cinta Tuhan bagi sesama. Dengan demikian, kita berharap kelak akan mengalami persatuan dalam kemuliaan Allah dalam Yerusalem surgawi. (R.YKJ)

Sabtu, 16 April 2016

Minggu Paskah IV, Tahun C (Hari Doa Panggilan Sedunia)



Panggilan dalam Tugas Penggembalaan

Bacaan Pertama: Kisah Rasul 13:P14.43-52
Paulus dan Barnabas mewartakan keselamatan Allah kepada bangsa-bangsa lain. Mereka dengan berani mengajar dan menasihati banyak orang meskipun ditentang oleh orang-orang Yahudi. Hasutan orang-orang Yahudi kepada para pembesar kemudian menimbulkan penganiayaan bagi Paulus dan Barnabas di Antiokhia. Ketika iman telah ditamankan, maka tetap tumbuh dan membawa sukacita di Antiokhia meskipun Paulus dan Barnabas harus meninggalkan mereka dan pergi ke Ikonium. Dua rasul ini menunjukkan tugas mereka untuk ambil bagian dalam penggembalaan Kristus.

Bacaan kedua: Wahyu 7:9.14b-17
Wahyu kepada Yohanes memperlihatkan keadaan banyak orang dari berbagai bangsa ketika menghadap takhta Anak Domba. Orang banyak itu telah menjalankan iman dengan setia bahkan telah membasuh jubah dalam darah Anak Domba yang berarti telah menderita dan mati dalam iman kepada Kristus. Mereka inilah yang diterima di hadapan takhta Anak Domba dalam kemuliaan abadi.

Bacaan Injil: Yohanes 10:27-30

Minggu Paskah keempat dijadikan sebagai Hari Doa Panggilan Sedunia. Pada Minggu ini, bacaan diarahkan pada Yesus sebagai Gembala yang Baik. Yesus memanggil pula para murid-Nya untuk ambil bagian dalam tugas penggembalaan itu. Kelak, bersama para gembala, seluruh orang beriman akan dikumpulkan di hadapan Yesus Kristus dalam kemuliaan kekal. Orang-orang yang percaya kepada Kristus tidak akan binasa dan menjadi hilang karena penggembalaan Kristus terus berlangsung dalam diri orang-orang terpanggil.
Injil Yohanes yang tersaji pada Minggu ini merupakan bagian dari penggungkapan identitas Yesus sebagai Gembala yang Baik (10:1-42). Yesus menjelaskan identitas diri-Nya sebagai Gembala dalam perumpamaan agar orang mengerti tugas Yesus dalam menjaga dan memlihara umat beriman. Yesus sebagai Gembala yang baik rela menyerahkan nyawanya demi domba-domba penggembalaan-Nya. Lebih khusus pada perikop yang disediakan untuk liturgi ini, Yesus menjelaskan tentang domba-domba penggembalaan-Nya.
Perumpamaan Yesus tentang gembala yang baik masih tidak dimengerti oleh orang-orang Yahudi. Di pelataran Bait Allah, mereka terus mendesak Yesus agar mengungkapkan diri-Nya yang sebenarnya terkait dengan diri Yesus sebagai Mesias. Yesus tidak mau berterus terang tentang status-Nya sebagai Mesias karena paham yang berbeda antara orang Yahudi dengan Mesias yang dijanjikan Allah. Mereka memahami Mesias sebagai pembebas duniawi, namun sebenarnya Mesias diutus untuk membawa pembebasan rohani.
Para murid Yesus, bukan hanya para rasul tapi semua orang yang percaya pada-Nya, mendengarkan perkataan Yesus dalam pengajaran-Nya. Orang-orang yang mengikuti Yesus inilah yang disebut sebagai domba penggembalaan Yesus dalam perumpamaan ini. Gembala yang baik dikenali oleh domba-domba-Nya dan sebaliknya, domba-domba juga mengenal suara Yesus sebagai Gembala. Yesus sebagai Gembala tidak membawa cemeti untuk menyakiti domba-Nya, namun justru berjalan paling depan dan diikuti domba-domba-Nya.
Yesus sebagai Gembala melampaui gembala duniawi. Yesus menjaga kawanan domba dengan kesungguhan, bahkan Ia memberikan hidup yang kekal. Domba gembalaan Yesus tidak akan binasa dan tidak akan direbut dari tangan-Nya. Yesus tidak menyamakan diri dengan gembala upahan yang menjaga domba untuk digunting bulunya, atau diambil dagingnya, atau dijual kepada orang lain. Yesus menjaga dan merawat domba-domba-Nya dengan kesunguhan hati, bahkan rela memberikan hidup-Nya demi keselamatan para domba.
Umat penggembalaan Yesus diberikan oleh Bapa kepada Yesus untuk diselamatkan. Pemberian ini mengungkapkann bahwa Yesus telah memiliki hak sebagai Sang Empunya domba-domba-Nya. Namun demikian, hak bukan dipakai untuk menguasai tapi untuk dijaga dengan baik. Bapa menyerahkan kawanan domba kepada Yesus karena Yesus adalah Putera Allah. Kawanan domba itu tidak akan diserahkan selain kepada Yesus, dan tidak akan bisa direbut oleh orang lain. Ungkapan ini menegaskan bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah. Ditegaskan pula bahwa Bapa dan Yesus adalah satu.
Yesus adalah Gembala yang baik. Ia juga memanggil kita masing-masing untuk menjadi gembala bagi sesama kita. Kita perlu menggembalakan diri kita agar tetap ada dalam kawanan umat Kristus, menjaga pula anggota keluarga agar mereka memiliki keselamatan dan ikut serta dalam tugas perutusan menjadi terang bagi dunia di lingkungan hidup dan karya kita.
Pada Hari Doa Panggilan Sedunia kali ini, Paus menyampaikan pesan dengan judul “Gereja, Bunda Kaum Terpanggil”. Paus menekankan bahwa panggilan tumbuh dalam kebersamaan sebagai anggota Gereja. Seorang pribadi dalam Gereja merasa tersapa dan kemudian muncul panggilan dalam diri mereka.
Gereja bagaikan ibu yang melahirkan panggilan-panggilan baru. Gereja menjadi wadah persemaian bagi pangilan, sekaligus menjadi tempat untuk tumbuh dan berkembangnya panggilan. Pada akhirnya, panggilan itu menghasilkan orang-orang yang terlibat bagi perkembangan Gereja. Panggilan bukan hanya dimaksudkan bagi imam dan biarawan-biarawati, namun juga panggilan kaum awam dengan iman yang mendalam. (R.YKJ)

Sabtu, 09 April 2016

Minggu Paskah III, Tahun C



Kebangkitan Iman untuk Menjadi Utusan Kristus

Bacaan Pertama: Kisah Rasul 5:27b-32.40b-41
Di hadapan sidang mahkamah agama, para rasul berani membela iman akan kebangkitan Yesus. Petrus dengan lantang mengungkapkan tentang kebenaran dalam peristiwa salib dan kebangkitan Yesus. Meskipun para rasul mendapatkan hukuman cambuk, namun mereka justru bahagian karena ikut menderita karena iman mereka.

Bacaan Kedua: Wahyu 5:11-14
Yohanes dalam penglihatannya menyaksikan kemuliaan Anak Domba Allah setelah penderitaan dan kematian-Nya. Para penghuni surga memuji dan memuliakan Sang Anak Domba yang telah dikurbankan karena layak menerima segala puji-pujian, hormat, kemuliaan dan kekuasaan.

Bacaan Injil: Yohanes 21:1-19

Injil Yohanes mencatat peristiwa penampakan Yesus yang bangkit kepada para murid-Nya sebanyak tiga kali, pertama hari pertama dalam pekan sesudah kematian Yesus, kedua seminggu berikutnya dengan kehadiran Thomas, dan ketiga di pantai danau Tiberias. Tiga kali penampakan ini melambangkan penyempurnaan keyakinan akan kebangkitan Yesus, sekaligus melambangkan tahapan yang dilalui para murid untuk meneguhkan iman mereka sehingga mampu menjadi utusan Yesus yang telah bangkit.
Beberapa murid berada di tepi danau Tiberias. Mereka mulai menjauhi Yerusalem, tempat menakutkan bagi mereka kerena di Yerusalemlah Guru mereka dijatuhi hukuman mati. Di danau Tiberias, para murid berani keluar rumah. Mereka hendak meninggalkan status sebagai murid Yesus agar sungguh terlepas dari rasa takut terhadap pemimpin Yahudi. Petrus yang mengawali ajakan untuk kembali ke status lama mereka sebagai penjala ikan. Perkataan Petrus “Aku pergi menangkap ikan” bukan sekedar mencari ikan untuk kebutuhan saat itu, namun ia memutuskan kembali ke pekerjaan lamanya. Hal ini ternyata didukung dan diikuti oleh murid-murid yang lain, “Kami pergi juga bersama engkau”.
Sepanjang malam mereka berusaha menangkap ikan, namun tak satu pun ikan masuk dalam jala mereka. Mungkin mereka sudah kehilangan keahlian sebagai nelayan, atau situasi kekacauan setelah kematian Yesus membuat mereka tidak mampu bekerja dengan baik. Situasi demikian justru dipakai oleh Yesus yang bangkit untuk menunjukkan kuasa-Nya sebagai Putera Allah. Ketika hampir siang, perahu para murid itu hendak kembali ke pantai. Dari pantai Yesus menanyakan hasil tangkapan mereka dengan menanyakan apakah mereka punya lauk-pauk. Yesus telah mengerti bahwa mereka tidak mendapatkan satu ekor ikan pun meskipun sekedar untuk lauk mereka. Yesus yang berdiri di pantai itu belum dikenali oleh para murid-Nya.
Yesus kemudian menyuruh para murid untuk menebarkan jala di sisi kanan perahu. Para murid kemudian melaksanakan perintah Yesus itu dan ternyata mereka tidak dapat menarik jala karena penuh dengan ikan. Hasil tangkapan yang amat banyak ini tentu berbanding terbalik dengan usaha mereka semalaman. Situasi ini yang membuat Yohanes menyadari bahwa orang yang berada di tepi danau itu adalah Guru dan Tuhan mereka. Hasil tangkapan yang banyak ini tentu karena daya ilahi yang dimiliki Yesus yang juga dikisahkan penginjil Lukas (Luk. 5:6). Petrus segera berenang ke darat diikuti para murid yang lain dengan perahu sambil menghela jala penuh ikan.
Setelah sampai di dekat Yesus, para murid diminta mengambil beberapa ekor ikan hasil tangkapan mereka meskipun hasil tangapan mereka sejumlah 153 ekor ikan. Seturut kebiasaan, hasil tangkapan harus dihitung untuk kemudian dibagi rata pada masing-masing orang. Jumlah itu tidak diikuti makna lain, kecuali disebutkan bahwa “sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak”. Yesus sebenarnya telah menyediakan sarapan bagi para murid-Nya. Ia kemudian mengulangi tindakan seperti perjamuan malam terakhir dengan mengambil roti juga ikan dan membagikannya kepada para murid-Nya.
Selesai sarapan, secara khusus Yesus menyapa Simon Petrus dengan tiga kali pertanyaan apakah ia mengasihi Yesus lebih dari yang lain. Petanyaan kali pertama dan kedua dijawab Petrus dengan spontan “Benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau”.  Pertanyaan Yesus yang ketiga kalinya membuat Petrus merasa sedih hati. Pertanyaan Yesus sampai tiga kali membuat Petrus sandar bahwa Yesus menginginkan kesunguhan hatinya dalam menjawab. Petrus juga pasti teringat bahwa ia telah tiga kali menyangkal Yesus sebelum ayam jantan berkokok dalam peristiwa kesengsaraan Yesus. Petrus tidak sungguh ingin menyangkal Yesus, namun kenyataannya ia telah bersalah. Maka Petrus menjawab Yesus dalam kerendahan hatinya, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau”.
Tiga pertanyaan Yesus kepada Petrus selalu diakhiri perkataan Yesus “Gembalakanlah domba-domba-Ku”. Yesus menginginkan Petrus yang disebut-Nya sebagai batu karang sngguh-sungguh menjadi dasar kokoh bagi para murid yang lain dan menjadi dasar bagi persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus. Petrus menjadi ukuran dan patokan bagi para murid yang lain sehingga ia harus sesungguh hati mencintai Yesus dan mewujudkannya dalam tugas penggembalaan. Bahkan Yesus mengungkapkan dalam kiasan bahwa Petrus akan mengalami kematian karena imannya akan Yesus Kristus.
Menjadi murid Yesus berarti menyatakan kesungguhan hati mengasihi-Nya dan siap sedia melaksanakan perutusan ambil bagian dalam karya cinta kasih Allah. Petrus yang menyangkal Yesus, yang takut dan putus asa, yang kembali ke status lamanya, akhirnya mampu menjadi dasar yang kokoh bagi persekutuan orang-orang yang mengimani Yesus. Bahkan Petrus berani membela imannya dan rela berkurban seperti Guru dan Tuhannya. Mari kita meneladani sikap kebangkitan iman yang dimiliki Petrus dan para rasul. (R.YKJ)