Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 28 Maret 2015

Minggu Palma, Tahun B


Sungguh, Orang ini Putera Allah!

Bacaan Injil sebelum perarakan daun palma: Mrk. 11: 1-10
Menjelang masuk ke kota Yerusalem di dekat Betfage dan Betania, Yesus meminta dua orang murid-Nya untuk membawa keledai muda bagi-Nya. Keledai itu mereka bawa dari kampung yang hendak mereka lalui dan ketika si empunya keledai mengetahui keledainya mereka ambil, mereka harus mengatakan “Tuhan memerlukannya”. Dengan keledai muda itu Yesus memasuki Yerusalem. Para murid memasang baju mereka ke punggung keledai sebagai pelana bagi tempat duduk Yesus dan orang banyak di sepanjang jalan menghamparkan pakaian dan ranting-ranting hijau. Orang banyak menyerukan Hosanna, Putera Daud! Orang banyak mengharapkan Yesus sebagai raja duniawi yang akan membebaskan bangsa itu dari penindasan, namun Yesus sebagai Mesias memberikan penyelamata ilahi bukan sebagai penguasa tapi dengan cara menderita dan wafat di salib.

Bacaan Pertama: Yes. 50:4-7
Yesaya telah menubuatkan seorang hamba Yahwe yang dipuji karena ketaatan menjalankan perutusan sebagai hamba. Hamba Yahwe tetap menjalankan tugasnya meskipun harus menghadapi penderitaan. Gambaran ini akan mendapat penyempurnaan dalam diri Yesus Kristus.

Bacaan Kedua: Flp. 2: 6-11
Paulus menekankan kerendahan hati Yesus yang mampu mengosongkan diri-Nya, bahkan merendahkan diri-Nya sebagai hamba yang menderita dan mati di katu salib. Ketaatan Yesus pada kehendak Bapa untuk menyelamatkan dunia inilah yang menjadikan Yesus diberi kemuliaan dan kekuasaan oleh Bapa-Nya.

Bacaan Injil/Pasio: Mrk. 14:1 - 15:47

Injil markus pertama-tama ditujukan bagi orang-orang Yahudi yang percaya kepada Kristus. Dalam kisah sengsara menurut Markus ini, terdapat perbedaan sikap yang mencolok dalam diri kepala pasukan yang menyalibkan Yesus. Para serdadu menjadi pelaksana eksekusi hukuman salib yang dijatuhkan mahkamah agama Yahudi, namun justru di akhir peristiwa salib kepala pasukan mengungkapkan bahwa Yesus sungguh Putera Allah. Ungkapan kepala pasukan ini menjadi tanda bagi orang yang mau membuka mata hati untuk melihat terang kebangkitan Kristus sehingga mengimani Yesus sebagai Putera Allah.
Pasio (kisah sengsara) dalam Injil Markus diawali dengan kisah Yesus yang diminyaki dengan minyak narwastu oleh seorang perempuan. Minyak narwastu adalah wangi-wangian yang terbilang mahal pada waktu itu. Para murid gusar dengan tindakan perempuan itu dan mereka memarahinya. Namun Yesus mencegah mereka dan mengungkapkan bahwa tindakan meminyaki Yesus itu sebagai persiapan bagi penguburan-Nya. Ketika wafat di salib, Jenazah Yesus memang tidak sempat dirawat sebagaimana lazimnya mengurus jenazah untuk dimakamkan.
Kisah sengsara ini juga tidak luput dari kehadiran Yudas Iskariot yang menghianati Yesus. Ia menyerahkan Yesus kepada imam-imam kepala yang berjanji menukar Yesus dengan sejumlah uang. Yudas Iskariot sebagai bendahara para murid tentu melihat peluang untuk mengumpulkan uang ini. Ia pun memiliki keyakinan bahwa Yesus yang mampu membangkitkan orang mati pastilah tidak akan mati di tangan para imam kepala itu. Penghianatan Yudas merupakan dosa karena Yesus telah mengingatkan para murid bahwa di antara mereka akan ada yang menyerahkan Yesus untuk dihukum mati.
Sebelum mengalami kesengsaraan-Nya, Yesus mengadakan perjamuan terakhir bersama murid-murid-Nya. Dalam perjamuan itu, Yesus menyebut roti sebagai tubuh-Nya dan air anggur sebagai darah-Nya. Kata-kata dan pesan Yesus dalam perjamuan inilah yang kemudian menjadi kata-kata pendirian Ekaristi. Perjamuan terakhir sebagai uangkapan bahwa darah dan tubuh Yesus hendak dikurbankan di kayu salib sebagai lambang penebusan dosa manusia.
Peristiwa berlanjut pada malam di bukit Zaitun, di Getsemani. Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk menemani-Nya berdoa di bukit itu. Yesus mengungkapkan perasaan hati-Nya kepada mereka terhadap penderitaan yang hendak dijalani-Nya. Sisi manusiawi Yesus yang membuat-Nya sangat takut dan gentar, ingin lari dari penderitaan yang hendak ditanggung-Nya. Namun dari sisi ilahi sebagai Putera Allah, Yesus setia menanggung cawan penderitaan yang harus diminum-Nya. Petrus meyakinkan Yesus bahwa imannya tidak akan tergoncang. Namun Yesus mengingatkan Petrus bahwa ia akan menyangkal imannya itu sebanyak tigakali sebelum ayam jantan berkokok dua kali.
Para murid yang menemani Yesus berdoa ternyata tidak sanggup menahan kantuk. Mereka tidak ikut berdoa, namun justru larut dalam kelemahan daging. Kelemahan ini pula yang kemudian membuat Yudas Iskariot datang untuk menyerahkan Yesus kepada para serdadu utusan imam-imam kepala, ahli Taurat dan tua-tua Yahudi. Dengan memeluk dan mencium Yesus, Yudas menunjukkan Yesus kepada para serdadu untuk di tangkap.
Kisah pasio ini berlanjut dengan peristiwa Yesus di pengadilan mahkamah agama yang diselingi dengan penyangkalan Petrus terhadap Yesus sebanyak tiga kali sebelum ayam jantan berkokok dua kali. Para murid mulai goyah kepercayaan mereka dan meninggalkan Yesus yang selama ini mereka ikuti. Harapan kemanusiaan mereka seolah padam dengan hukuman mati yang dijatuhkan terhadap Guru mereka.
Penderitaan Yesus telah diawali dari Yerusalem dan Ia mendapatkan hukuman mati di kayu salib sebagai cara eksekusi mati kekaisaran Romawi kala itu. Pilatus meskipun hendak membebaskan Yesus, ia tidak kuasa menghadapi rakyat yang telah terhasut oleh para pemuka agama Yahudi. Demikian pun orang banyak yang mengikuti kesengsaraan Yesus tidak ada yang berani mengadakan pembelaan terhadap Yesus meskipun mereka telah mendengarkan pengajaran Yesus, bahkan dari antara mereka pernah menyaksikan mukjizat yang telah dilakukan Yesus.
Puncak Golgota menjadi tempat pemuliaan Yesus di kayu salib, dan ia harus mengalami kematian seperti halnya manusia biasa. Pendarasan Pasio pada minggu Palma ini semakin mengajak kita untuk merasakan penderitaan Kristus yang menyelamatkan kita. Ada banyak tokoh dan kejadian dalam kosah sengsara ini, diharapkan kita dapat bercermin agar semakin mengimani Yesus dan kebangkitan-Nya. Yesus memang mengalami kematian. Namun demikian, Yesus mengalami kebangkitan yang mulia pada hari yang ketiga. (R.YKJ)

Sabtu, 21 Maret 2015

Minggu Prapaskah V, Tahun B



Biji Gandum yang Mati menghasilkan Buah Berlimpah

Bacaan Pertama:Yer. 31: 31-34
Bangsa pilihan dibuang ke tanah Babel karena kedegilan hati mereka yang tidak setia kepada Allah. Namun Allah tidak menghancurkan mereka, namun menawarkan pemulihan perjanjian keselamatan. Dalam perjanjian yang baru, manusia berdosa tidak mendapat murka Allah namun mendapatkan penebusan.

Bacaan Kedua: Ibr. 5: 7-9
Penulis surat Ibrani merefleksikan bahwa Kristus sekalipun Anak Allah, Ia taat pada kehendak Allah demi keselamatan manusia. Karena ketaatan-Nya, Kristus rela menderita untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah.

Bacaan Injil: Yoh. 12: 20-33

Pada perayaan Paskah Yahudi, Yesus melanjutkan tradisi religius dari keluarga untuk hadir di Yerusalem mengikuti perayaan keagamaan tersebut. Bait Allah menampung orang-orang bukan Yahudi di pelataran agar mereka tetap bisa berdoa. Dalam bacaan Injil Yohanes ini, Yesus dan murid-murid-Nya bertemu dengan beberapa orang Yunani. Orang-orang Yunani itu ingin bertemu Yesus dengan mendekati Filipus.
Bagi orang-orang Yunani, filsafat sebagai pengetahuan telah lazim dipelajari agar memiliki kebijaksanaan hidup. Bagi mereka yang terbiasa dengan “iklim” filsafat, Yesus mengungkapkan tentang mati, hidup dan kemuliaan. Yesus menjelaskan kepada mereka bahwa diri-Nya bagaikan biji gandum yang sengaja dijatuhkan ke tanah, (seolah-olah) biji itu mati karena memang tidak akan ada lagi wujud biji gandum. Hilangnya biji gandum akan tergantikan dengan tumbuhnya tunas dari biji itu dan akhirnya menjadi pohon gandum yang berbuah banyak. Meskipun awalnya sebiji, namun ketika berubah menjadi pohon gandum justru akan menghasilkan banyak butir gandum.
Kematian Yesus menjadi jalan penebusan agar dengan kebangkitan-Nya berbuah berlimpah, yakni orang-orang yang beriman dan taat pada kehendak Allah. Yesus sebagai Putera Allah telah mengetahui peristiwa kematian di salib yang harus dijjalani-Nya, namun ia tidak memohon kepada Bapa agar nyawa-Nya diselamatkan. Yesus tidak mempertahankan hidup-Nya, namun rela berkurban sebagai silih bagi dosa manusia. Ia menjadi teladan bagi orang-orang yang percaya pada-Nya agar tidak mencintai nyawanya belaka, namun mencintai martabatnya sebagai manusia yang luhur.
Yesus masih menyelipkan nasihat tentang melayani-Nya sebagai tindakan melayani Bapa. Pelayanan adalah tindakan nyata dari cinta. Mencintai Yesus berarti harus mewujudkan dalam tindakan nyata untuk melayani-Nya. Sebagai pelayan Kristus, kita akan berada di tempat Yesus berada. Pelayanan yang dimaksudkan pada masa sekarang ini tentu melayani Yesus dalam diri saudara-saudari kita yang membutuhkan.
Suara dari surga mengatakan “Aku telah memuliakan-Nya dan Aku akan memuliakan-Nya lagi. Yesus berasal dari Allah sendiri, dan Ia telah bersama-sama dengan Bapa dan Roh Kudus dalam kemuliaan Allah. Ketika Yesus mengurbankan diri-Nya di kayu salib, maka Bapa akan mumiliakan-Nya kembali. Kemuliaan Yesus itu untuk menarik orang-orang yang percaya kepada-Nya agar masuk dalam kamuliaan Allah.
Dalam Injil Yohanes, pemuliaan Yesus justru dimulai saat Yesus ditinggikan di kayu salib. Ketika Yesus disalibkan, Ia diangkat dari dunia ini. Ia terentang antara langit dan bumi yang melambangkan menjadi pengantara antara surga dengan dunia. Kemuliaan sempurna Yesus harus dilalui dengan peristiwa penderitaan salib. Bagi kita, kemuliaan yang kelak kita terima pun harus diawali dengan perjuangan iman di dunia ini. (R.YKJ)

Sabtu, 14 Maret 2015

Minggu Prapaskah IV, Tahun B



Peninggian Yesus di Kayu Salib

Bacaan Pertama: 2Taw. 36:14-16.19-23
Pada masa pemerintahan Raja Zedekia, bangsa pilihan tidak setia kepada Allah meskipun Allah telah mengutus para nabi untuk memperingatkannya. Allah akhirnya menghukum bangsa itu  dalam masa pembuangan ke Babel. Allah tetap ingin menyelamatkan bangsa pilihan dengan mengembalikan ke tanah terjanji pada masa Raja Koresh.

Bacaan Kedua: Ef. 2:4-10
Allah ingin menyelamatkan manusia hingga memberikan Kristus Yesus sebagai keselamatan. Keselamatan Allah merupakan anugerah dari kemurahan Allah, bukan sebagai upah atas jasa kebaikan manusia. Manusia yang menanggapi keselamatan Allah dalam diri Yesus janganlah menyombongkan diri.

Bacaan Injil: Yoh. 3:14-21

Bacaan ini merupakan potongan dialog antara Nikodemus dengan Yesus. Nikodemus adalah pemuka agama dari golongan Farisi sehingga harus malam hari datang kepada Yesus agar tidak menjadi pergunjingan di antara orang Farisi. Dialog awal dibuka pada ayat 2 dengan ungkapan dari Nokodemus yang percaya bahwa Yesus adalah seorang guru yang diutus oleh Allah sehingga Yesus mampu mengadakan tanda-tanda (mukjizat). Yesus kemudian menarik pernyataan Nikodemus pada paham yang semakin mendalam tentang Anak Manusia dan orang-orang yang percaya pada-Nya.
Kutipan yang dibaca pada liturgi Minggu Prapaskah IV ini merupakan jawaban Yesus atas pertanyaan Nikodemus tentang bagaimana seseorang dilahirkan kembali. Yesus menyamakan diri-Nya dengan peristiwa peninggian ular tembaga di padang gurun. Dalam Bilangan 21:4-9 dikisahkan bahwa bangsa pilihan yang sedang dipimpin Musa keluar dari Mesir tidak patuh kepada Allah. Melalui Musa, mereka protes dan membayangkan rati dan daging yang melimpah di tanah Mesir meskipun hidup dalam penindasan. Allah kemudian mengirim ular-ular tedung untuk menghukum bangsa itu. Mereka kemudian bertobat dan Allah meminta Musa untuk membuat ular tembaga dan meletakkannya di atas tiang. Setiap orang yang tergigit ular harus memandang ular tembaga itu agar selamat.
Yesus sama seperti ular tembaga yang harus ditinggikan di kayu salib. Kayu salib menjadi suatu “peninggian”, pemuliaan Anak Manusia agar dipandang oleh manusia yang ingin mendapatkan keselamatan. Peninggian di atas kayu salib juga menyimbolkan kemuliaan sempurna Allah Allah. Kemuliaan itu mengatasi bumi seisinya karena Yesus tergabung sempurna dalam ke-Allah-an dalam kemuliaan Bapa dan Roh Kudus.
Persamaan lain yang lebih luas antara ular tembaga dan Yesus di kayu salib adalah sebagai silih dan simbol dosa manusia. Ular tembaga yang ditinggikan mengingatkan setiap orang yang digigit ular tedung bahwa mereka telah tidak setia kepada Allah. Ular tembaga itu mengingatkan mereka agar bertobat dan setia kepada Allah. Sementara dalam salib, Yesus tidak berdosa namun menerima penghukuman yang kejam. Yesus justru menggantikan manusia yang berdosa agar setiap orang yang melihat salib Yesus menyadari kedosaannya, bertobat dan setia kepada Allah.
Dalam percakapan selanjutnya, Yesus semakin memperdalam pemahaman Nikodemus. Dari sebutan Anak Manusia, Yesus beralih dengan sebutan Anak Tunggal Allah. Yesus ingin menekankan bahwa Diri-Nya adalah Mesias yang dilahirkan menjadi Manusia. Mesias datang ke dunia bukan untuk menghakimi dunia, namun untuk menyelamatkan dunia. Manusia yang percaya kepada-Nya akan mendapatkan keselamatan. Namun demikian, manusia dunia ini tidak mampu melihat terang yang dibawa oleh Anak Allah. Manusia justru menyukai kegelapan dalam aneka perbuatan jahat.
Yesus menghendaki banyak orang percaya kepada-Nya sehingga dapat melihat terang dan menyukai terang yang dibawa-Nya. Perbuatan-perbuatan benar yang bersumber cari cahaya Kristus akan menjadi sumber belas kasih Allah. Kita yang percaya kepada Yesus haruslah datang kepada Yesus Kristus, Sang terang ilahi. Ia telah ditinggikan di salib agar kita mendapatkan keselamatan. Dari salib Yesus mengalir darah serta air yang membasuh kita sehingga kita yang percaya terlahir kembali dalam pembaptisan. Kita yang percaya pada salib Kristus haruslah memiliki terang dan bertindak dalam terang itu. (R.YKJ)

Sabtu, 07 Maret 2015

Minggu Prapaskah III, Tahun B



Yesus Membersihkan bait Allah

Bacaan I: Kel. 20:1-17
Berisi tentang sepuluh perintah Allah yang diberikan kepada bangsa pilihan lewat perantaraan Musa.

Bacaan II: 1Kor. 1:22-25
Kristus yang disalibkan bagi orang Yahudi merupakan batu sandungan dan bagi orang bukan Yahudi menjadi kebodohan. Namun bagi orang yang dipanggil untuk percaya, salib Kristus merupakan kekuatan dan hikmat Allah.

Bacaan Injil: Yoh. 2:13-25

Menjelang perayaan Paskah Yahudi, Yesus dan murid-murid-Nya perge ke bait Allah di Yerusalem. Yesus meneruskan tradisi keluarganya yang saleh dengan mengikuti upacara keagamaan di bait Allah. Pada perayaan Paskah terdapat banyak ritual keagamaan yang membutuhkan kurban persembahan. Di Pelataran bait Allah merupakan tempat yang disediakan bagi orang kafir (non Yahudi) yang hendak ikut menyembah Allah, namun tempat itu tidak lagi khususk karena terdapat banyak pedagang hewan persembahan dan juga para penukar uang. Keberadaan mereka direstui oleh para imam sebagai pengelola bait Allah. Hewan kurban harus mendapatkan pengesahan dari para imam agar persembahan dianggap sah dan layak. Sedangkan uang yang dipersembahkan haruslah mata uang asli Yahudi, sementara yang dipakai dalam keseharian adalah mata uang Romawi yang bergambar kaisar. Simbol kekaisaran tidak diperkenankan masuk ke bait Allah. Keberadaan para pedagang hewan kurban dan penukar uang jelas mendatangkan keuntungan bagi pengelola bait Allah.
Yesus mengusir para pedagang dan menghamburkan uang penukar ke tanah. Yesus mengetahui bahwa keberadaan aturan persembahan telah mengaburkan makna persembahan. Persembahan tidak lagi menjadi simbol ungkapan persembahan diri dan syukur kepada Allah. Persembahan hanya demi tuntutan hukum dan aturan dan justru menguntungkan sebagian orang.
Kemarahan Yesus terhadap keberadaan pedagang di bait Allah bukanlah tertuju kepada para pedagang, namun lebih pada sistem persembahan yang diatur oleh para pengelola bait Allah. Sikap Yesus ditentang oleh “orang-orang Yahudi”. Injil Yohanes tidak menyebut secara spesifik orang-orang Yahudi, padahal yang dimaksudkan jelas bukan golongan umum namun lebih pada para pembuat sistem persembahan (para imam bait Allah). Para imam bait Allah inilah yang disebut golongan Sanhedrin, sebagai pemuka agama Yahudi yang berwenang mengatur banyak hal terkait ritual di bait Allah. Merekalah yang kemudian menentang tindakan pembersihan oleh Yesus ini.
Yesus menginginkan bait Allah sebagai simbol kehadiran Allah tetap dijaga kemurniannya. Ia menyebut bait Allah sebagai “rumah Bapa-Ku”. Tujuan ritual keagamaan yang tidak lagi murni itulah yang mengakibatkan banyak orang tidak menerima bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah. Dari bait Allah sebagai simbol kehadiran Allah, Yesus bergeser pada paham bahwa diri-Nya juga merupakan kegenapan simbol kehadiran Allah di dunia. Merombak bait Allah dan dalam tiga hari akan didirikan kembali merupakan ungkapan Yesus bahwa tubuh-Nya akan dihancurkan karena hukuman para pemuka agama Yahudi, namun Yesus akan dibangkitkan kembali pada hari yang ketiga.
Para pemuka Yahudi tetap tidak percaya pada kata-kata Yesus, meskipun mereka takut dan segan dengan pengajaran Yesus. Hasil yang didapatkan dari tindakan pembersihan bait Allah adalah sikap yang ditunjukkan oleh para murid. Para murid sesudah peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus sadar akan ucapan Yesus dan mereka semakin percaya pada ucapan Yesus. Iman yang semakin mendalam dan teguh inilah yang diharapkan oleh Yesus ada dalam diri setiap murid-Nya.
Segala aturan dan ritual keagamaan yang kita laksanakan seharusnya juga diiringi dengan pemahaman mendalam sehingga membuat kita semakin meresapkan iman kita. Misalnya saja dalam liturgi, terdapat simbol yang mencerminkan kedalaman sikap iman dalam berkomunikasi dengan Allah. Ketika simbol dapat dipahami dengan semestinya, maka liturgi bukan sekedar kewajiban seremonial belaka. Demikian juga dengan aturan puasa dan matiraga, serta amal kasih kita hendaknya semakin membuat kita menyadari kasih Allah dan kita semakin mengasihi sesama. (R.YKJ)