Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 31 Oktober 2015

Minggu Biasa XXXI, Tahun B: HR Semua Orang Kudus



Persekutuan dengan Para Kudus

Bacaan Pertama: Wahyu 7:2-4.9-14
Kitab Wahyu ini memberikan gambaran keselamatan yang dikehendaki Allah sering diganggu oleh kekuatan kerajaan kegelapan. Allah senantiasa menjamin agar keselamatan-Nya terjadi di bumi atas manusia. Ia mengutus malaikat-Nya yang membawa meterai untuk menandai orang-orang yang percaya kepada Anak Domba Allah, Yesus Kristus. Kepercayaan terhadap Anak Domba Allah membuat banyak orang disucikan dengan kurban darah-Nya dan dimasukkan dalam keselamatan kekal dalam kerajaan Allah.

Bacaan Kedua: 1 Yohanes 3:1-3
Status sebagai anak-anak Allah diperoleh karena manusia disatukan dalam diri Kristus, Anak Allah yang menjadi Manusia. Kristus menjadi jaminan atas status kita sebagai anak-anak Allah. Ia telah menguduskan dunia dengan kurban salib-Nya dan kelak pun Ia akan menyucikan kita agar kita tetap bersatu dalam kemuliaan-Nya yang sempurna dalam kehidupan kekal.

Bacaan Injil: Matius 5:1-12a

Minggu ini kita merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Liturgi mengambil bacaan khusus karena pada prinsipnya liturgi hari raya disamakan dengan liturgi hari Minggu. Hari Raya Semua Orang Kudus mengingatkan kita pada kesatuan dan hubungan dengan seluruh anggota Gereja. Kita yang masih hidup berjuang di dunia adalah anggota Gereja sedang berziarah di dunia dan para pendahulu kita yang sudah masuk surga adalah Gereja yang mulia, sedangkan mereka yang sudah meninggal namun masih mengalami penyucian adalah Gereja yang dimurnikan. Dalam konteks inilah kita merayakan semua orang kudus yang menjadi harapan dan cita-cita bahwa kelak kita tergabung bersama mereka dan juga pada tgl 2 Nopember kita memperingati arwah semua orang beriman untuk mendoakan mereka agar Allah berkenan mengampuni mereka.
Bacaan Injil untuk Hari Raya Semua Orang Kudus ini merupakan bagian awal dari khotbah di bukit. Khotbah di bukit dalam Injil Matius mencakup bab 5 hingga bab 7. Secara keseluruhan, khotbah ini berisi prinsip-prinsip dasar sebagai pengikut Kristus, yakni: (1) semangat yang harus menjiwai anggota-anggota Kerajaan Allah, Mat 5:3-48; (2) semangat yang harus "menggenapi" hukum dan adat-istiadat Yahudi, Mat 6:1-18; (3) perihal sikap terhadap harta benda dan kekayaan, Mat 6:19-34; (4) perihal hubungan dengan sesama manusia, Mat 7:1-12; (5) untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, orang harus mengambil keputusan yang pantang mundur, lalu melaksanakannya dengan perbuatan, Mat 7:13-27.
Bacaan Injil kali ini merupakan bagian awal khotbah di bukit dalam Matius yang berisi sabda bahagia. Yesus berkhotbah kepada banyak orang, bukan hanya khusus untuk 12 murid-Nya. Bukit yang dimaksudkan berada di daerah Kapernaum, meskipun tidak disebutkan namanya. Dalam awal khotbah-Nya ini, Yesus menekankan bahwa mereka yang disebut bahagia adalah orang-orang yang lapar dan haus akan kebenaran yang diajarkan Yesus. Bahagia merupakan kondisi batin orang-orang yang bersandar pada kehendak Allah.
“Berbahaialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga”. Miskin di hadapan Allah tidak sama dengan keadaan miskin menurut dunia ini. Sifat kemiskinan memiliki keadaan yang sama dengan sifat anak-anak yang lemah, terbatas, dan yang kecil. Sifat lemah, terbatas, dan kecil di hadapan Allah justru akan menumbuhkan iman yang teguh dan hanya bergantung pada Allah, sumber keselamatan.
“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Dukacita yang dimaksudkan terkait dengan keadaan “miskin”, lemah di hadapan Allah. Manusia karena kelemahannya seringkali jauh dari rahmat Allah kerena dosa yang dilakukannya. Dosa manusia membuat sedih hati Allah yang menhendaki keselamatan manusia. Atas kelemahan yang sering membuat berdosa, orang harus menyadari dan menyesalinya, rasa sedih yang mendalam (berdukacita) agar Allah yang Maharahim memberikan pengampunan dan penghiburan yang sejati.
“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” Lemah lembut dikaitkan dengan sifat Yesus sendiri yang rendah hati dan patuh pada kehendak Allah. Orang yang percaya kepada Kristus haruslah menyelaraskan sifat dan sikapnya agar sesuai dengan kerendahan hati Yesus Kristus. Memiliki bumi berarti merasakan keadaan di dunia seperti keadaan surgawi, yakni Allah yang meraja dalam hati. Ini pula menandakan keadaan kerajaan Mesianis yang mulai dirasakan di bumi ini.
“Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” Lapar dan haus akan kebenaran merupakan kondisi kerinduan mendalam terhadap kebenaran Allah yang hendak menyelamatkan manusia. Kerinduan mendalam ini sekaligus sebagai gambaran ketidakpuasan terhadap kemampuan rohani untuk selalu berada dalam kebenaran Allah. Orang yang tidak puas terhadap keadaan rohaninya dan memiliki kerinduan mendalam akan kebenaran Allah pastilah akan terus berupaya untuk mendapatkan dan memiliki kebenaran Allah dan Allah akan memuaskannya.
“Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Sikap murah hati berkaitan dengan berbelas kasih terhadap sesama yang menderita dan berdosa sehingga mengupayakan pertolongan secara manusiawi maupun rohani. “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” Suci hati adalah keadaan iman dan moral yang tidak dicemari dosa. Suci adalah sifat dasar ke-Allah-an, sehingga mereka yang memiliki hati yang suci mendapat penglihatan tentang Allah dan kelak disempurnakan dalam kemuliaan Allah. “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Layaknya sikap murah hati, sikap membawa damai adalah sifat dasar Allah dan Kristus yang adalah damai sejahtera. Orang yang menjadi pembawa damai akan dihormati secara layak sebagai anak-anak Allah.
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga…” Orang yang membela kebenaran sering mendapatkan perlakuan kurang baik, bahkan sampai menderita penganiayaan. Situasi ini akan diluruskan saat kedatangan kerajaan surga, sehingga orang yang benar akan ditempatkan dalam kerajaan surga. Para nabi telah menubuatkan kerajaan Allah dan mereka menanggung penderitaan dalam pewartaannya. Namun demikian, mereka akan mendapatkan kebahagiaan dalam kerajaan Allah.
Sabda Bagia yang disampaikan Yesus ini tepatlah kita renungkan pada Hari Raya Semua Orang Kudus. Kita telah dikaruniai kekudusan dalam penebusan Yesus Kristus dan kita berjuang untuk senantiasa kudus dalam hidup kita agar kelak ikut tergabung dalam persekutuan para kudus di surga. Membangun kekudusan bukanlah suatu “proyek wah” yang membuat kagum banyak orang. Kekudusan kita bangun dari hal-hal sederhana dalam hidup kita dengan beriman secara teguh dan mewujudkannya dalam hidup doa, serta amal kasih kepada sesama. (R.YKJ)

Sabtu, 24 Oktober 2015

Minggu Biasa XXX, Tahun B



Imanmu Menyelamatkan Engkau

Bacaan Pertama: Yeremia 31:7-9
Yeremia menggambarkan masa pemulihan bagi bangsa pilihan, mereka akan keluar dari keadaan terhukum dan terbuang. Allah tidak akan selamanya menghukum dan membuang bangsa itu ke negeri orang, namun Ia akan mengembalikan kebahagiaan dan keselamatan bagi umat-Nya. Tuhan akan mengangkat mereka dari keterpurukan.

Bacaan Kedua: Ibrani 5:1-6
Yesus Kristus adalah Imam Agung yang bukan dipilih manusia, namun dipilih Allah sendiri. Zaman Melkisedek belum ada aturan bahwa imam harus dari keturunan Harun. Melkisedek sendiri merupakan imam yang dipilih Allah, bukan berdasarkan garis keturunan. Yesus sebagai Putera Allah dipilih dan ditentukan Allah untuk menjadi imam Agung yang menguduskan dan menyelamatkan dunia.

Bacaan Injil: Markus 10:46-52

Perjalanan Yesus bersama para murid-Nya telah sampai di Yeriko, kota yang terletak di seberang sungai Yordan. Perjalanan Yesus ini memasuki fase akhir sebelum memasuki Yerusalem hingga akhirnya akan dijatuhi hukuman mati. Pada perjalanan meninggalkan Yeriko ini, Markus mencatat Yesus mengadakan penyebuhan terdahap orang yang buta. Bartimeus disebut sebagai pengemis buta. Kondisi kebutaan membuat seseorang sepenuhnya bergantung pada orang lain. Ia tidak mampu menolong dirinya sendiri. Keadaan ini yang memaksa Bartimeus untuk hidup dari belas kasihan orang lain dengan cara mengemis.
Ketika mendengar rombongan Yesus melintas di jalan tempatnya mengemis, Bartimeus berteriak “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”. Bartimeus yang buta pastilah tidak bisa melihat seperti apa rupa Yesus, juga tidak dapat menyaksikan mukjizat yang dibuat oleh Yesus. Namun pastilah Bartimeus mendengar cerita tentang Yesus. Kemampuannya untuk mendengar ini justru dimanfaatkan untuk memahami dengan hati terhadap sosok Yesus. Sebutan “Anak Daud” mencerminkan daya tangkap hati Bartimeus yang benar terhadap Yesus. Anak Daud merupakan sebutan bagi Mesias yang telah diramalkan kedatangan-Nya. Dengan demikian, Bartimeus dengan terang menyebut Yesus sebagai Mesias.
Teriakan Bartimeus ternyata mengganggu banyak orang yang mengikuti perjalanan Yesus. Banyak orang menegurnya supaya diam, bahkan terus-menerus memarahinya agar diam. Pengemis buta pastilah berteriak untuk menarik perhatian agar orang berbelas kasihan dan memberikan sedikit uang untuknya. Teriakan Bartimeus bagi orang-orang itu tidak ada bedanya dengan teriakan peminta-minta yang mengusik tempat umum, mengganggu keasyikan mereka dalam mengikuti dan mendengarkan Yesus.
Terhadap Bartimeus si pengemis buta, justru Yesus menaruh perhatian dan menghendaki supaya Bartimeus dibawa kepada-Nya. Karena Yesus menghedaki memanggil Bartimeus, maka orang-orang kemudian mengubah sikap terhadap Bartimeus. “Kuatkan hatimu”, sebagai ungkapan orang-orang kepada Bartimeus agar ia bergembira atau berbesar hati karena dipanggil oleh Yesus. Sikap Bartimeus kemudian terasa spontan, namun justru keluar dari kedalaman hatinya. Ia segera menanggalkan jubahnya dan berdiri. Jubahnya pastilah tidak seindah yang dipakai oleh orang lain. Sikap Bartimeus mencerminkan situasi hatinya yang bergembira mendapatkan kesempatan untuk “berjumpa” dengan Yesus meskipun ia tidak pantas.
Jawaban Bartimeus atas pertanyaan Yesus menegaskan sikap hatinya. Ia tidak meminta uang atau emas pada Yesus seperti permintaan pengemis pada orang besar. Namun Bartimeus meminta agar Yesus mau menyebuhkannya. Bartimeus dalam permohonannya menyebut Yesus sebagai Rabuni yang berarti Guru. Sebutan ini lebih diterima umum yang bernilai rasa hormat yang tinggi. Namun, permohonan supaya menyembuhkan penglihatannya justru muncul dari keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias, yang ia sebut sebagai Anak Daud.
Yesus kemudian menyembuhkan Bartimeus. Tanpa diikuti gerakan menjamah atau yang lainnya, Yesus hanya bersabda dan terjadilah kesembuhan pada Bartimeus. Dengan singkat Yesus mengatakan, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!”. Iman Bartimeus cukup besar sehingga ia menyebut Yesus sebagai Anak Daud dan terus berteriak meskipun ditegur banyak orang. Ia juga menaruh hormat yang tinggi terhadap Yesus dengan menanggalkan jubah dan menyebut Yesus sebagai Rabuni. Sikap hati Batimeus inilah yang akhirnya dihargai oleh Yesus dan Ia mau menyembuhkannya. Gerak berikutnya dalam diri Bartimeus perlu dilihat, yakni “mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya”.
Iman yang besar seperti yang dimiliki Bartimeus harus ada juga dalam diri kita. Kadangkala kita mengalami kebutaan diri yang tidak mampu melihat banyak hal dalam hidup kita. Namun demikian, hati kita harus tetap terbuka untuk melihat Yesus dan terus memohon agar Yesus hadir dalam hidup kita. Sikap beriman bersumber dari hati dan akan tercermin dalam tingkah laku hidup kita. Iman itulah yang akhirnya akan menyelamatkan kita dan harus disertai tindakan mengikuti Yesus. Banyak orang justru bersikap menghalangi rahmat Allah bagi sesama, seperti orang banyak yang menegur teriakan Bartimeus si pengemis buta. Mari kita semakin beriman, agar mendapatkan keselamatan Allah: mencari dan mengikuti Yesus, serta tidak menghalangi orang lain untuk berjumpa dengan Yesus. (R.YKJ)

Sabtu, 17 Oktober 2015

Minggu Biasa XXIX, Tahun B



Pelayanan adalah Jalan Kemuliaan


Bacaan Pertama: Yesaya 53: 10-11
Hamba Allah dalam Perjanjian Lama adalah orang yang dipilih Allah sebagai nabi. Seorang hamba Allah akan disertai dan dilindungi Allah dalam tugas perutusan pada bangsa pilihan Allah. Namun dalam Yesaya ini, akan ada Hamba Allah yang menderita demi silih terhadap manusia. Kerelaan Hamba Allah yang menderita ini justru akan mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi manusia.

Bacaan Kedua: Ibrani 4:14-16
Yesus Kristus adalah Imam Agung, bukan karena jabatan imam sebagai keturunan kaum Lewi, namun karena martabat keilahian sebagai Putera Allah. Yesus sebagai Imam Agung bukan sekedar duduk di takhta sebagai pemimpin, namun Ia justru turun dari takhta kemuliaan Allah utuk hadir ke dunia. Yesus Kristus bukan hanya menguduskan dunia, namun juga merasakan segala keprihatinan dan penderitaan manusia. Ia menjadi manusia dan merasakan segala rasa yang dialami manusia, kecuali dalam hal dosa. Yesus sebagai Imam Agung sudi datang ke dunia, maka hal ini menjadi jalan terbuka bagi kita untuk sampai pada kemuliaan Allah dalam diri Yesus Kristus agar menerima rahmat Allah.

Bacaan Injil: Markus 10: 35-45

Injil ini berisi pengajaran tentang sikap pelayanan yang bermula dari permohonan Yakobus dan Yohanes untuk duduk dalam kemuliaan Yesus kelak. Dalam Injil Matius, permohonan itu diungkapkan oleh Ibu mereka. Permohonan ini bersifat egois demi kepentingan dua bersaudara ini. Dua murid ini mengungkapkan permohonan mereka setelah Yesus mengatakan kembali bagaimana Ia akan mati dan bangkit dalam kemuliaan (Mrk. 10:32-34).
Permohonan duduk di sebelah kanan dan kiri dalam kemuliaan Yesus berarti memohon posisi terpenting pertama dan kedua setelah Yesus. Hal ini tidak terlepas dari konsep kerajaan Mesianis yang dipahami kedua murid itu. Belum ada pemahaman benar dalam diri para murid tentang kemuliaan Yesus dalam kerajaan Mesianis yang hendak dicapai oleh Yesus. Dalam perkataan Yesus tampak bahwa para murid tidak memahami hal yang mereka minta.
Yesus kemudian bertanya dalam perumpamaan tentang kesanggupan mereka untuk minum dari cawan yang harus diminum Yesus dan dibaptis dengan baptisan yang hendak diterima Yesus. Cawan yang dimaksud Yesus adalah cawan penderitaan (bdk. Mrk 14:36) dan baptisan dimaksudkan sebagai penderitaan dan kematian Yesus (bdk. Luk 12:50). Karena pertanyaan Yesus diungkapkan dengan perumpamaan, maka kedua murid itu segera menjawab “kami sanggup”. Kesanggupan ini belumlah disertai dengan pemahaman penuh akan penderitaan dan kematian mereka sebagai murid Kristus.
Yesus kemudian menegaskan bahwa mereka memang akan mengalami penderitaan dan kematian. Sebagaimana dikisahkan dalam tradisi, Yakobus yang pertama mengalami kemartiran sesudah peristiwa kebangkitan Yesus. Demikian juga Yohanes juga mengalami kemartiran karena pewartaan kebangkitan Yesus. Namun demikian Yesus mengatakan Ia tidak berhak menentukan siapa yang duduk dalam kemuliaan-Nya kelak. Tempat kehormatan dalam kemuliaan Allah bukanlah sebagai hadiah bagi orang-orang yang merasa dekat dengan Yesus. Tempat “itu akan diberikan kepada orang-orang yang baginya telah disediakan”. Maksudanya adalah tempat dalam kemuliaan Allah akan diberikan kepada mereka yang terbukti setia dalam hidup panggilan sebagai pelayan Allah.
Kemarahan para murid terhadap Yakobus dan Yahones menjadi pintu masuk bagi Yesus untuk menjelaskan perbedaan mendasar antara kerajaan Allah dengan kerajaan dunia ini. Pemerintahan kerajaan dunia memerintah dengan keras demi kekuasaan yang bisa dihadiahkan kepada orang-orang dekat. Namun tidak demikian dengan kerajaan Allah. Dalam kerajaan Allah, posisi terbesar ada pada orang-orang yang bersedia menjadi pelayan dan hamba bagi semua orang. Yesus sebagai Mesias datang untuk melayani, menjadi hamba semua orang dan bahkan rela memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang.
Kita mengaku diri sebagai murid-murid Kristus. Kristus sendiri adalah hamba yang menderita demi keselamatan manusia, maka kita sebagai murid-Nya juga harus rela menjadi hamba bagi keselamatan sesama, menjadi pelayan cinta kasih Allah bagi manusia. Kerelaan untuk melayani harus meninggalkan egoisme diri sehingga menempatkan orang lain sebagai yang utama dalam pelayanan kita. Mari kita awali dari keluarga kita masing-masing untuk sanggup menjadi pelayan bagi sesama. (R. YKJ)

Sabtu, 10 Oktober 2015

Minggu Biasa XXVIII, Tahun B



Jalan Memperoleh Hidup Kekal


Bacaan Pertama: Kitab Kebijaksanaan 7:7-11
Kebijaksanaan hidup merupakan nilai yang paling berharga agar dapat menjalani hidup dengan bahagia. Kebijaksanaan berasal dari Roh Allah yang harus dimohon dan diusahakan terus-menerus dalam hidup. Orang yang hidup bijaksana lebih bahagia daripada orang yang hidup berlimpah harta benda namun tidak memiliki kebijaksanaan hidup.

Bacaan Kedua: Surat kepada Orang Ibrani 4: 12-13
Sabda Allah digambarkan tajam bagaikan pedang bermata dua. Sabda Allah bekerja dalam diri manusia dan menembus hati manusia lewat cara apapun. Di hadapan Sabda Allah, manusia tidak dapat menyembunyikan diri. Bahkan Sabda Allah dapat mengetahui pikiran dan hati kita. Terhadap Sabda Allah itu, kita harus membuka telinga dan mata hati kita.

Bacaan Injil: Markus 10:17-30

Bacaan Injil ini mengisahkan seseorang yang menjumpai Yesus untuk bertanya tentang cara memperoleh hidup yang kekal. Dari dialog Yesus dengan orang tersebut dan diikuti sikap orang tersebut setelah mendengarkan ajaran Yesus mengungkapkan betapa susahnya untuk mendapatkan kehidupan kekal. Yesus pada bagian akhir bacaan ini menjelaskan kepada para murid tentang upah mengikuti Yesus.
Seseorang berlari mendapatkan Yesus dan sambil berlutut bertanya apa yang harus ia perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal. Orang, yang kemudian diketahui kaya ini, memang sungguh tulus bertanya kepada Yesus. Ia tidak sama seperti orang Farisi yang mencobai Yesus dengan pertanyaan tentang perceraian (Mrk. 10:2). Orang kaya ini beranggapan bahwa kehidupan kekal diperoleh berdasarkan sesuatu yang diperbuat oleh manusia. Yesus kemudian memberi titik tekan pada sebutan orang tersebut kepada Yesus “Guru yang baik”. Yesus mengungkapkan identitas keilahian-Nya dalam pernyataan tidak langsung: “Mengapa engkau katakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain Allah saja”. Dengan kata lain, Yesus hendak menegaskan bahwa memang Yesus adalah baik karena Ia adalah Putera Allah. Kebaikan dalam diri Allah adalah kekal, sementara kebaikan dalam diri manusia masih diwarnai banyak motivasi dan pertimbangan. Hal ini akan tampak dalam sikap orang kaya tersebut kemudian.
Yesus kemudian mengungkapkan sebagian dari sepuluh perintah Allah, yakni pada hukum relasi antar-manusia. Orang yang kaya tadi mengungkapkan bahwa semua itu telah ia lakukan sejak masa mudanya. Orang kaya tadi tampak tidak berbohong atau jujur dalam jawabannya. Namun demikian, maksud dan makna terdalam dari hukum itu belumlah ditangkap dengan baik. Ketaatannya terhadap Hukum Taurat hanyalah secara lahiriah, sekadar melaksanakan hukum dan sama seperti yang dilakukan ahli Taurat dan orang Farisi.
Atas orang tersebut, Yesus memandang dia dan menaruh kasih padanya. Yesus berbelas kasih pada orang kaya tersebut yang dengan jujur hendak mencari hidup kekal, namun hatinya masih terikat pada harta kekayaannya. Yesus meminta orang tersebut menjual hartanya dan memberikan kepada orang miskin lalu mengikuti Yesus. Uang dan harta dapat membeli sesaga sesuatu yang bersifat duniawi, namun tidak akan bisa membeli surga. Hati manusialah yang bisa mendapatkan surga. Kerelaan untuk membantu dan menolong sesama akan lebih memenangkan hati karena keiklasan, daripada bantuan yang berlimpah namun tanpa keiklasan hati dalam memberi. Sikap orang tadi menjadi cerminan bahwa harta seringkali menghambat hati untuk mengasihi sesama. “Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya”.
Kepada para murid, Yesus kemudian memberikan pengajaran secara khusus. Kerajaan Allah sulit dimasuki oleh orang-orang yang masih terikat oleh harta benda, namun bukan berarti tidak mungkin dimasuki. Apa yang dipikirkan tidak mungkin oleh manusia, namun bagi Allah tetaplah mungkin bagi Allah. Perumpamaan tentang unta yang memasuki lubang jarum menjadi penegasan ungkapan Yesus ini. Kerajaan Allah adalah kerajaan rohani yang beranggotakan orang-orang yang dilahirkan kembali karena percaya kepada Kristus. Segala keterikatan harus dilepaskan untuk menyandang sebutan sebagai anak-anak Allah. Harta kekayaan dipandang banyak orang sebagai sesuatu yang harus diupayakan dan sulit untuk dilepaskan. Sebenarnya kekayaan itu bukan hanya pada harta benda, namun juga apa yang kita miliki dalam diri kita misalnya segala bakat dan kemampuan kita. Kita tidak boleh terikat pada hal-hal tersebut dan harus mau berbagi pada sesama dari segala kekayaan yang kita miliki.
Yesus kemudian meyakinkan para murid-Nya bahwa mereka yang mengikuti Yesus dengan meninggalkan segala-galanya, termasuk keluarganya, mereka akan mendapatkan seratus kali lipat dan mereka ini akan mendapatkan hidup yang kekal. Orang-orang yang membaktikan diri menjadi pengikut Kristus memang mendapatkan keluarga Kerajaan Allah di dunia ini, memiliki banyak suadara-saudari seiman dan kelak ada kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus. Hati manusia menjadi dasar dalam bersikap terhadap Tuhan dan sesama. Mengikuti Yesus dengan hati yang jujur dan tulus pastilah akan disertai dengan perbuatan kasih terhadap sesama, perbuatan kebaikan yang jujur dan tulus pula tanpa mengharap pamrih. (R.YKJ)