Yesus Mengkomunikasikan Kasih Bapa
Bacaan Pertama: Kisah Para Rasul 7:55-60
Stefanus dengan berani membela imannya akan Yesus Kristus, bahkan ia
mengalami kemartiran karena mati demi imannya. Di akhir hidupnya ketika
Stefanus disidang oleh Mahkamah Agama, ia menyaksikan kemuliaan Allah dan Yesus
berdiri di sebelah kanan Allah. Perkataan Stefanus atas penglihatan kemuliaan
Allah itu semakin membuat orang banyak menyerbu, menyeret Stefanus ke luar kita
dan melemparinya dengan batu. Sebelum kematiannya itu, Stefanus masih berdoa
mohon pengampunan atas dosa orang-orang yang telah menyiksanya itu. Saulus
menjadi pimpinan dalam penganiayaan itu, dan saulus kelak akan mengalami
pertobatan dan menjadi Paulus.
Bacaan Kedua: Kitab Wahyu 22:12-14.16-17.20
Wahyu kepada Yohanes mengungkapkan pernyataan diri Yesus sebagai Alfa dan
Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang-orang yang percaya kepada Yesus
digambarkan sebagai orang-orang yang membasuh jubah mereka, menyucikan diri
dalam penebusan Yesus. Yesus telah mengutus para malaikat-Nya untuk memberi
kesaksian tentang diri Yesus. Roh Kudus senantiasa mendampingi orang-orang yang
percaya kepada Yesus dalam penantian kedatangan Yesus dalam kemuliaan.
Bacaan Injil: Yohanes 17:20-26
Bacaan Injil ini mengisahkan bagian dalam perjamuan malam terakhir Yesus
bersama para murid-Nya. Doa ini diucapkan Yesus menjelang perpisahan-Nya dengan
para murid-Nya, sehingga doa ini tidak terpisahkan dari peristiwa salib dan
kebangkitan Kristus. Doa ini penting bagi para murid Yesus karena Yesus saat
itu bertindak sebagai pemimpin perjamuan yang menjadi simbol sebagai Imam
Agung. Doa ini sekaligus menjadi pengajaran bagi para murid-Nya agar mengetahui
hubungan Yesus dengan Bapa-Nya.
Doa ini menggambarkan keilahian Yesus yang telah mengetahui bahwa para
murid-Nya akan mewartakan tentang keselamatan Allah, sehingga Yesus berdoa juga
bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya karena pewartaan yang kelak
disampaikan oleh para murid-Nya. Pewartaan para murid akan menghasilkan banyak
orang yang menjadi percaya kepada Yesus. Yesus menghendaki bahwa semua orang
yang percaya kepada-Nya menjadi satu. Satu dalam pengertian terus-menerus bersatu
dalam hati, tujuan dan kehendak untuk sampai pada keselamatan Allah. Kesatuan
orang-orang yang mengimani Yesus bersumber dari kesatuan Yesus dengan Bapa-Nya.
Berkali-kali dalam doa ini, Yesus mengungkapkan kesatuan-Nya dengan Bapa dan
kesatuan-Nya dengan para murid-Nya.
Yesus juga telah memberikan kemuliaan-Nya kepada para murid-Nya. Kemuliaan
Yesus bukan hanya terjadi pada peristiwa kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga,
namun terjadi justru dengan menghampakan diri, mengurbankan diri dan wafat di
salib demi penebusan manusia. Demikian juga para murid Yesus akan mengalami
kemuliaan ketika menjadi pelayan yang rendah hati dan rela memanggul salib
karena iman akan Yesus Kristus.
Kemuliaan Yesus dan kesatuan-Nya dengan Bapa menggambarkan kasih antara
Bapa dengan Yesus. Demikian juga kemuliaan dan kesatuan Yesus dengan para
murid-Nya melambangkan kasih Yesus dan Bapa kepada para murid, bahkan kepada
dunia. Yesus telah merindukan saat para murid mewartakan keselamatan Allah
dalam diri-Nya dan rindu banyak orang menjadi percaya sehingga mendapatkan
keselamatan dengan memandang kemuliaan Yesus yang diberikan oleh Bapa sejak
dunia belum dijadikan. Ungkapan ini tampaknya berbelit. Sederhananya, Yesus
diutus Bapa ke dunia untuk keselamatan manusia dan manusia yang percaya kepada
Yesus akan mendapatkan keselamatan kekal dengan cara menjaga persatuan iman
dalam Yesus dan setia melaksanakan teladan Yesus.
Dalam doa ini, enam kali Yesus menyebut “Engkau yang telah mengutus Aku”.
Ungkapan ini hendak menegaskan bahwa Yesus adalah utusan Bapa yang bertugas
memperkenalkan Bapa dan keselamatan-Nya. Yesus bukan sekedar utusan Allah
sebagai nabi, namun Yesus adalah Putera Allah yang senantiasa bersatu dalam
ke-Allahan. Pengenalan akan Allah dicapai dengan mengenal Yesus dan ajaran-Nya.
Para murid Yesus telah mengenal Yesus sehingga merekalah yang selanjutnya
bertugas memperkenalkan Allah dalam diri Yesus.
Pesan Paus pada Hari Komunikasi Sedunia ini berjudul “Komunikasi dan
Kerahiman: Perjumpaan yang Memerdekakan”. Paus mengajak umat beriman Kristiani
pada Tahun Suci ini menghubungkan Kerahiman dengan komunikasi. Kristus adalah ungkapan
komunikasi Allah yang Maha Rahim dan umat beriman dipanggil untuk mewujudkan
kerahiman Allah dalam kata dan karya. Kasih pada hakikatnya adalah komunikasi
yang terarah pada keterbukaan dan kesediaan untuk berbagi.
Komunikasi memiliki kekuatan untuk mempertemukan, menciptakan perjumpaan
dan penyertaan yang memperkaya manusia secara insani dan imani. Paus
menginginkan agar semua orang memilik kata dan tindakan yang penuh kepekaan
agar menghindari kesalahpahaman, menyembuhkan kenang-kenangan yang terluka dan
membangun perdamaian dan keharmonisan. Perkataan dapat mempertemukan pribadi
dalam keluarga, kelompok sosial dan bangsa-bangsa. Komunikasi harus
menghindarkan munculnya ungkapan-ungkapan kebencian karena sikap saling
menyalahkan dan balas dendam.
Paus berharap agar agar Gereja lewat para gembalanya menghadirkan
komunikasi kerahiman. Gereja mengecam kejahatan dan dosa, namun tidak
menghakimi pribadi yang telah berbuat jahat dan dosa. Gereja bertugas
memperingatkan dan menegur orang yang bersalah, namun tidak mengasingkan
pribadi yang bersalah. Relasi dan komunikasi yang penuh kasih mendatangkan
sikap kerahiman. Dalam keluarga, orangtua yang mengasihi anak-anaknya
menginginkan yang terbaik dalam pendampingan anak-anak yang membutuhkan sikap
keterbukaan, penerimaan dan pengampunan. Sikap mendengarkan adalah pintu masuk
ke dalam komunikasi yang lebih dalam.
Paus juga menyinggung komunikasi dalam dunia digital. Komunikasi melalui
tekhnologi modern saat ini dapat membentuk komunikasi manusiawi seutuhnya bila
melibatkan hati dan kemampuan manusia agar bijak memanfaatkan sarana-sarana
yang dimiliki. Internet harus harus dimanfaatkan secara bertanggungjawab demi
kemajuan pribadi dan bersama, bukan justru saling menyerang dan menjatuhkan.
Pada akhirnya, Paus menekankan bahwa komunikasi adalah sebuah karunia
Allah yang menuntut sebuah tanggungjawab yang besar. Komunikasi memiliki daya
kedekatan. Bila daya komunikasi ini disertai dengan daya kerahiman, maka akan
menghasilkan perjumpaan yang bersifat saling peduli, memberi rasa nyaman,
menyembuhkan, menyertai dan merayakan. Semoga hati kita tergerak untuk
membangun komunikasi yang berkerahiman sebagai anak-anak Allah. (R.YKJ)