Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 29 Agustus 2015

Minggu Biasa XXII, Tahun B



Melaksanakan Aturan agar Bijaksana

Bacaan Pertama: Ul. 4:1-2.6-8
Musa di seberang sungai Yordan berpesan kepada bangsa pilihan sebelum memasuki tanah Kanaan. Musa mengingatkan kembali agar mereka sepenuh hati mentaati segala aturan yang diajarkan Musa berdasarkan kehendak Allah. Pelaksanaan aturan-aturan itu menjadi simbol bahwa bangsa pilihan adalah bangsa yang memiliki kebijaksanaan dan akal budi.

Bacaan Kedua: Yak. 1:17-18.21b-22.27
Yakobus menyampaikan nasihat agar orang-orang kristiani menjadi pendengar sabda sekaligus pelaksana sabda. Allah memberikan segala sesuatu yang baik, dan berpuncak pada Firman yang menjadi Manusia. Sabda Allah didengarkan hendaknya ditanamkan dalam hati dan dilaksanakan dalam kehidupan bersesama. Yakobus memberi contoh menjadi pelaksana Sabda dengan berbuat baik mengunjungi yatim piatu, membantu para janda dalam kesusahan, dan menjaga kemurnian diri dari kecemaran dunia.

Bacaan Injil: Mrk. 7:1-8.14-15.21-23

Dalam Injil Markus ini dikisahkan orang-orang Farisi dan beberapa ahli Taurat mendatangi Yesus karena murid-murid Yesus makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Tangan yang tidak dicuci sebelum makan dianggap najis oleh mereka. Terutama orang-orang Farisi, mereka memegang aturan nenek moyang mereka dan berusaha menjalankannya secara ketat. Tangan yang najis bila dipakai untuk makan akan menajiskan makanan yang masuk ke mulut. Demikian aturan itu bahkan diperluas ketika orang pulang dari pasar harus membasuh diri terlebih dahulu barulah boleh makan. Adat istiadat itu juga termasuk peraturan dalam mencuci cawan, kendi dan perkakas tembaga terkait dengan peralatan makan.
Aturan-aturan yang dipegang oleh orang-orang Farisi itu adalah aturan-aturan yang baik. Zaman sekarang pun pasti kita akan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan, bahkan dengan memakai sabun atau cairan atiseptik sekalipun makan memakai sendok-garbu. Aturan-aturan ini baik demi kesehatan. Lalu mengapa Yesus justru mengkritik orang-orang Farisi ini?
Yesus mengabaikan masalah kebersihan dan kesehatan dalam masalah ini karena fokus Yesus tentang adat istiadat nenek moyang orang Yahudi. Kritik orang-orang Farisi juga tertuju pada pelaksanaan adat istiadat, bukan karena alasan kebersihan dan kesehatan. Orang-orang Farisi dikenal sebagai penjaga aturan Taurat dan adat istiadat. Pelaksanaan aturan secara ketat ini justru membuat mereka tidak mampu berpikir dengan jernih alasan dan tujuan segala aturan dan adat istiadat itu.
Aturan adat istiadat yang diungkapan dalam bacaan ini tidak termuat dalam Kitab Suci. Bukan sebagai aturan turunan dari sepuluh perintah Allah, yang dibuat oleh Musa maupun para nabi. Aturan-aturan itu murni sebagai kebiasaan turun-temurun yang seolah-olah menjadi bagian dari hukum Allah. Pada bagian inilah Yesus memberikan kritik yang keras terhadap orang-orang Farisi itu. Orang-orang Farisi tidak mampu membedakan antara hukum Allah dengan aturan adat-istiadat. Kehendak Allah harus diutamakan daripada adat istiadat yang dibuat oleh manusia dalam budaya tertentu. Hal ini juga mengungkapan bahwa Injil yang disampaikan Yesus melampaui adat istiadat dan budaya tertentu karena disampaikan bagi semua bangsa.
Yesus menghendaki para murid-Nya untuk mendengarkan Allah dan melaksanakan segala yang dikehendaki Allah. Pelaksanaan kehendak Allah itu dibuka dengan pelaksanaan hukum Taurat yang memang disampaikan Allah lewat Musa. Hukum Taurat diberikan demi pembersihan batin atau hati manusia dalam berkomunikasi dengan Allah dan manusia. Yesus menghendaki agar para murid-Nya memiliki hati yang bersih sehingga pikiran dan perbuatan pun akan bersih pula.
Yesus menghendaki agar Sabda Allah lebih utama dari adat istiadat. Kita pun hendaknya menjadi pendengar dan pelaksana Sabda Allah, bukan justru mementingkan adat istiadat yang mengalahkan iman kita. Ketika adat budaya kita bertentangan dengan nilai-nilai iman, maka seharusnya kita mengutamakan nilai iman kita. Adat istiadat itu juga bisa diartikan secara luas terkait kebiasaan-kebiasaan manusia zaman ini. Misalnya saja keluarga kita terbiasa rekreasi, piknik, shoping, dll. Rekreasi bersama satu keluarga tentu kebiasaan baik, namun pada hari Minggu harus diutamakan mengikuti perayaan Ekaristi terlebih dahulu. (R.YKJ)

Sabtu, 22 Agustus 2015

Minggu Biasa XXI, Tahun B



Sabda Hidup yang Kekal

Bacaan Pertama: Yos. 24;1-2a.15-17.18b.
Yosua mengumpulkan semua suku bangsa pilihan yang telah memasuki tanah Kanaan. Yosua menegaskan kasih Allah yang begitu besar telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir dan masuk kembali ke tanah terjanji. Dengan bahasa retoris, Yosua menantang kaum bangsa pilihan untuk beribadah kepada Allah atau beribadah kepada dewa-dewi. Bangsa pilihan dengan bulat hati menyatakan tetap berbakti kepada Allah yang telah menyelamatkan mereka.

Bacaan Kedua: Ef. 5:21-32
Paulus kepada umat di Efesus memberikan gambaran kasih Allah terhadap umat-Nya seperti relasi suami-isteri yang penuh kasih dan kesetiaan. Kesetiaan cinta suami-isteri disertai sikap hormat dan saling pengertian, saling memperhatikan bahkan kerelaan untuk berkurban demi kebagagiaan bersama. Demikianlah, Paulus menggambarkan kesetiaan cinta Kristus terhadap jemaat hingga rela mengurbankan diri-Nya sendiri.

Bacaan Injil: Yoh. 6:60-69

Konteks bacaan Injil Yohanes ini masih dalam kaitan pengajaran Yesus tentang roti hidup yang turun dari surga. Ketika Yesus mengatakan bahwa diri-Nya adalah roti yang turun dari surga, orang-orang yang mendengarkan pengajaran-Nya bersungut-sungut dan mempertanyakan pernyataan Yesus itu. Kebenaran yang kita imani, Yesus adalah Putera Allah yang lahir menjadi Manusia. Yesuslah yang berasal dari surga dan akan membawa manusia agar sampai ke surga. Yesus mengetahui bahwa perkataan-Nya terdenar keras dan akan menimbulkan pertentangan. Banyak orang kemudian mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Yesus.
Yesus menegaskan bahwa Roh Allah yang memberi hidup kepada dunia. Roh itu pula yang kini berada bersama dengan Yesus sebagai Putera Allah. Perkataan Yesus adalah sabda Roh Allah sendiri karena persatuan Yesus dengan Bapa dan Roh Kudus. Sabda Yesus berdaya karena ada Roh Allah di dalamnya dan akan membawa hidup kekal bagi yang menerima sabda itu. Roh atau jiwa manusia adalah yang utama, sedangkan badan fisik dan dunia ini menjadi sarana untuk keselamatan jiwa dalam kebangkitan kekal. Panggilan terhadap keselamatan kekal itu telah ditanamkan dalam diri semua orang dan Bapa yang mengaruniakan panggilan keselamatan itu telah menarik banyak orang untuk mendengarkan Sang Sabda yang menjadi Manusia.
Pemahaman yang dangkal terhadap asal-usul manusiawi Yesus membuat banyak orang terguncang dan mengundurkan diri. Mereka tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah. Banyak orang hanya melihat bahwa Yesus “sekedar” nabi besar yang diutus Allah. Dalam angapan ini, maka Yesus tidak berhak mengatakan berasal dari surga. Padahal sejatinya, Yesus bukan sekedar nabi karena Ia adalah Putera Allah. Yesus memang hadir ke dunia menjadi manusia yang dilahirkan oleh Maria yang dikenal banyak orang. Namun demikian, Yusup bukanlah ayah kandung bagi Yesus. Yesus tetaplah Anak kandung Bapa karena dikandung dan dilahirkan Maria karena kuasa Roh Kudus.
Ketika banyak orang yang pergi meninggalkan Yesus, Ia bertanya kepada Petrus apakah Petrus tidak ikut pergi bersama dengan orang banyak itu. Jawaban Petrus sungguh bersumber dari iman mendalam atas Yesus sebagai Mesias. “Tuhan kepada siapa kami akan pergi? Sabda-Mu adalah Sabda hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah”.
Pernyataan iman Petrus terhadap Yesus sebagai Roti kehidupan kekal dan Sabda hidup kekal haruslah menjadi ungkapan iman kita. Iman terhadap Yesus yang demikian akan membuat kita memiliki semangat yang lebih tinggi dalam beriman dan berkarya di dunia ini. Semangat hidup kekal akan menjadikan kita lebih berdaya dalam menjalani hidup di dunia ini. Hal inilah yang mengingatkan kita akan hidup kekal kelak dalam Kerajaan Allah yang harus diawali dengan perjuangan kebaikan dalam hidup sekarang. Mari kita tertuju pada Sabda kehidupan kekal dengan senantiasa berbuat kebenaran dan cinta kasih setiap hari. (R.YKJ)

Sabtu, 15 Agustus 2015

Minggu Biasa XX B, HR Maria diangkat ke surga



Maria, Teladan Pelaksana Sabda Allah

Bacaan Pertama: 1Taw. 15:3-4.15-16; 16:1-2
Daud membuat kemah Tuhan yang dikhususkan untuk menempatkan Tabut Perjanjian dan tampat untuk mempersembahkan kurban kepada Allah. Tabut Perjanjian menjadi simbol kehadiran Allah di tengah bangsa pilihan. Peran Tabut Perjanjian menjadi lambang berkat Allah yang menyertai bangsa pilihan.

Bacaan Kedua: 1Kor. 15:54-57
Paulus dalam surat kepada jemaat di Korintus ini seolah-oleh secara terbuka menantang maut. Paulus memakai kiasan sebagaimana biasa umat yang berasal dari Yunani yang berpikir tentang kehidupan sesudah kematian. Sengat maut atau senjata maut adalah dosa karena seringkali kematian disebabkan karena pembunuhan. Selain itu, dosa menjadikan maut menang dan menakutkan karena seseorang akan mendapatkan kesengsaraan abadi di neraka. Namun demikian, kebangkitan Kristus telah memberikan harapan bahwa sesudah kematian tidaklah menguasai orang-orang yang percaya kepada-Nya. Manusia yang mengalami kematian di dunia ini, tidak akan mengalami kematian kekal karena ada kebangkitan dalam Kristus.

Bacaan Injil: Luk. 11:27-28

Kutipan ini hanya dimiliki oleh Injil Lukas. Lukas menempatkan kisah singkat ini dalam kaitan Yesus yang mengajar dalam berbagai perumpamaan dan juga menyembuhkan orang yang kerasukan setan. Yesus ditampilkan menjadi fokus perhatian banyak orang yang mengikuti-Nya. Orang banyak mengagumi Yesus yang mengajar dengan penuh kewibawaan sekaligus mampu mengadakan mukjizat, meskipun orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mulai mencobai Yesus untuk mencari-cari kesalahan Yesus.
Dalam konteks inilah, ketika Yesus sedang mengajar dengan perumpamaan tentang kembalinya roh jahat, seorang perempuan berseru betapa bahagia ibu yang telah melahirkan dan mengasuh Yesus. Seruan ini tentu berasal dari rasa kagum perempuan itu terhadap Yesus. Di balik ungkapan itu, perempuan itu juga membayangkan betapa dirinya sendiri akan bahagia bila anaknya mampu berbuat seperti yang dilakukan Yesus. Namun demikian, ungkapan manusiawi perempuan yang memuji ibu yang telah melahirkan Yesus belum mampu menangkap sepenuhnya bahwa Yesus adalah Mesias yang dilahirkan ke dunia ini.
Atas seruan pujian perempuan terhadap ibu Yesus ini, Yesus menjawab dengan berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang medengarkan firman Allah dan yang memeliharanya”. Secara sepintas Yesus tidak menghargai peran Maria yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan-Nya. Namun sebenarnya, ungkapan Yesus ini bukan hendak merendahkan posisi Maria yang telah mengandung dan membesarkan-Nya.
Justru dalam ungkapan ini, Yesus ingin menegaskan bahwa Marialah yang telah mendengarkan firman Allah dan telah memeliharanya. Maria dalam Injil Lukas diceritakan menerima kabar gembira bahwa ia akan mengandung Yesus, Putera Allah (Luk. 1:26 dst). Meskipun awalnya ragu-ragu, namun kemudian Maria menerima tugas untuk mengandung dan melahirkan Putera Allah. Keterkandungan Yesus dinyatakan dengan sabda Allah lewat malaikat-Nya, sekaligus Yesus sendiri adalah Sabda Allah yang menjadi manusia. Dengan demikian, Maria telah menerima Firman Allah dan memelihara Firman itu dengan melaksanakan perintah Allah dan dengan setia mengasuh Yesus, Sang Sabda Allah.
Yesus hendak menekankan bahwa yang menjadi manusia utama dan berbahagia adalah Maria yang telah menerima dan melaksanakan kehendak Allah. Kebahagiaan Maria dalam melaksanakan firman Allah ini juga hendaknya dirasakan oleh orang-orang yang telah mendengarkan pengajaran Yesus. Kata “mereka” dalam ungkapan Yesus berarti hendak memasukkan banyak orang bersama Maria yang berbahagia karena telah menerima firman Allah dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kita, Maria adalah ibu Tuhan. Ia dipilih dan dipersiapkan oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan Juru Selamat. Maria menjadi Ibu yang utama dalam keteladanan iman. Maria kita hormati karena perannya untuk menghadirkan Yesus ke dunia ini. Maria tidak terpisahkan dari Yesus Kristus. Penghormatan kita terhadap Maria menjadi jalan untuk sampai kepada Yesus Kristus, Tuhan kita. Yesus telah bangkit dan naik ke surga dengan mulia, maka wajarlah sebagai Manusia yang dilahirkan oleh Maria, Yesus tidak melupakan ibu-Nya. Pastilah Maria mendapat tempat terhormat di surga dalam bilangan para kudus Allah. (R.YKJ)

Sabtu, 08 Agustus 2015

Minggu Biasa XIX, Tahun B



Roti Hidup

Bacaan Pertama: 1Raj.19:4-8
Kitab Raja-raja ini mengisahkan perjalanan Elia di padang gurun hendak gunung Horeb. Elia mengalami keputus-asaan karena ia kehausan dan kelaparan. Ia hendak menyerahkan kembali semuanya kepada Allah, dirinya dan perutusannya sebagai nabi. Namun demikian, Allah tetap menyertainya dan mencukupi kebutuhan raganya secara tak terduga. Elia akhirnya mampu melanjutkan perjalanan sampai ke gunung Horeb.

Bacaan Kedua: Ef. 4:30 – 5:2
Paulus menasihati jemaat di Efesus agar mereka tetap setia pada iman akan Kristus yang telah mencintai mereka. Allah telah menebus dengan memberikan Kristus sebagai lambang penghapusan dosa. Dengan demikian, hendaknya jemaat juga saling mengampuni dan menjauhkan diri dari segala kejahatan.

Bacaan Injil: Yoh. 6:41-51

Kutipan dari Injil Yohanes ini merupakan kelanjutan dari bacaan Injil Minggu lalu. Konteksnya adalah orang banyak berbondong-bondong mencari Yesus karena mereka telah dikenyangkan oleh Yesus yang menggandakan lima roti dan dua ikan. Pada saat itulah Yesus mengajar banyak orang agar mereka mencari roti surgawi demi kehidupan kekal. Yesus sendirilah roti hidup yang turun dari surga. Atas pernyataan Yesus inilah orang-orang Yahudi menentang Yesus.
Orang-orang kecewa dan bersungut-sungut pada pernyataan Yesus sebenarnya karena perbedaan harapan dalam diri mereka. Mereka berharap Yesus menyediakan roti untuk makanan jasmani. Mereka juga berharap Yesus menjadi tokoh pembebas mereka dari penjajahan kekaisaran Romawi saat itu. Kata bersungut-sungut juga mengingatkan kita pada kisah keluaran dari tanah Mesir ketika bangsa pilihan tidak percaya pada pembebasan Allah.
Kekecewaan orang-orang itu merembet pada alasan ketidakpercayaan mereka karena Yesus sebagai anak Yusuf dan keluarga Yesus mereka kenal. Mereka seolah yakin mengenal Yesus padahal secara nyata Yesus bukanlah anak fisik dari Yusuf. Dalam ungkapan ini, semakin jelas perbedaan pahan antara orang banyak dengan Yesus sendiri. Yesus sebagai Putera Allah tentu Ia bukan anak kandung dari Yusuf, namun sebagai Anak Allah. Hal ini pula yang menjadi perutusan Yesus untuk memberikan santapan rohani, bukan santapan jasmani.
Sikap bersungut-sungut tidaklah tepat dan merupakan tindakan yang sia-sia karena orang banyak itu datang kepada Yesus karena telah ditarik oleh Bapa. Bapa telah menarik banyak orang untuk datang kepada Yesus bukan sekedar mengharapkan roti yang digandakan Yesus, tapi demi kehidupan kekal. Untuk sampai pada kebangkitan akhir zaman, mereka harus mendengarkan ajaran Yesus. Kitab nabi-nabi yang dimaksudkan Yesus pada ayat 45 berasal dari Yesaya 54:13 berisi tentang Allah yang menarik kembali bangsa pilihan dari tanah pembuangan. Allah tidak memaksa, namun melalui proses rohani yang efektif hingga bangsa pilihan itu terbuka hatinya bagi cinta kasih penyelamatan Allah. Demikianlah, Allah dalam diri Yesus juga telah menarik banyak orang agar memahami cinta penyelamatan Allah.
Sejak zaman nabi-nabi, Allah telah memberikan pengajaran-Nya agar manusia selamat. Orang-orang yang mendengarkan dan melaksanakan ajaran Allah melalui para nabi tidak akan datang lagi ke dunia. Mereka memang akan datang kepada Bapa, namun tidak untuk kembali ke dunia. Di sinilah Yesus menjelaskan bahwa hanya Yesuslah yang berasal dari Bapa dan yang telah turun ke dunia ini. Yesus telah melihat Bapa karena Ia telah bersama-sama dengan Bapa sejak semula. Yesus pula yang diberi wewenang oleh Bapa untuk memberikan hidup kekal pada orang yang percaya pada-Nya.
Yesus adalah roti hidup. Ia tidak sama seperti manna di padang gurun yang dimakan nenek moyang bangsa pilihan ketika keluar dari tanah Mesir. Roti manna membuat bangsa pilihan bertahan hidup untuk melanjutkan perjalanan memasuki tanah Kanaan. Namun generasi mereka itu telah mati dan tidak akan hidup lagi di dunia. Yesuslah yang berasal dari yang ilahi dan menjadi jaminan keselamatan kekal.
Yesus adalah roti hidup yang turun dari surga. Ia sendiri menegaskan bahwa siapapun yang makan roti itu akan hidup selama-lamanya karena roti itu adalah daging-Nya sendiri, Tubuh-Nya yang mulia. Bagi kita, Yesus menjadi penyempurnaan kurban Perjanjian Lama. Kurban Kristus itu diulangi setiap kali kita merayakan Ekaristi. Secara nyata Yesus hadir dalam rupa roti dan anggur yang diubah-Nya menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Kita percaya bahwa dengan menyantap Tubuh dan Darah Kristus, kita akan mendapatkan keselamatan kekal. Hidup kita tidak binasa melainkan akan memasuki kehidupan kekal sesudah kematian di dunia ini. Roti Hidup itu akan perlu kita sambut dengan keyakinan dan tekad sebagai murid Kristus untuk hidup penuh cinta kasih kepada Allah dan sesama. (R.YKJ)