Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 30 Januari 2016

Minggu Biasa IV, Tahun C



Cinta Kasih yang Menyelamatkan

Bacaan Pertama: Yeremia 1:4-5.17-19
Yeremia mengungkapkan panggilan kenabian yang disampaikan Allah kepadanya. Yeremia dipanggil untuk menyuarakan perintah Allah kepada bangsa-bangsa. Allah meminta Yeremia tidak gentar, meskipun harus menentang raja-raja Yehuda. Allah akan menyertai dan melindungi Yeremia karena nabi bertindak dan bernubuat atas kehendak Allah yang benar dan menyelamatkan.

Bacaan Kedua: 1 Korintus 12:31 – 13:13
Paulus melanjutkan penjelasannya tentang karunia Roh Kudus yang diterima oleh masing-masing anggota jemaat. Roh Kudus adalah cinta kasih Allah yang diberikan kepada manusia. Manusia yang memiliki banyak kelebihan dan karunia hendaknya terarah pada cinta kasih yang semakin mendalam kepada Allah dan sesama. Kehebatan seseorang tidak akan berguna bagi penyelamatan bila tidak didasari pada kasih.

Bacaan Injil: Lukas 4:21-30

Bacaan Injil ini merupakan lanjutan bacaan Injil pada liturgi Minggu lalu. Yesus kembali ke daerah asal-Nya, Nazareth, dan di rumah ibadat Ia membaca kitab Nabi Yesaya serta mengungkapkan bahwa nas itu telah tergenapi ketika Yesus membacanya. Pada awalnya, orang-orang mendengarkan pengajaran Yesus dengan sikap takjub dan memuji Yesus. Namun situasi kekaguman berubah ketika orang mulai menanyakan asal usul Yesus.
Telah kita pahami bahwa Lukas menuliskan Injil dan Kisah Para Rasul dengan cakupan pembaca yang melampaui orang-orang Kristen yang luas. Lukas ingin menekankan bahwa Yesus ditolak di tempat asal-Nya dan juga di Yerusalem. Namun justru Yesus membuka keselamatan Allah bagi bangsa-bangsa lain yang dianggap asing oleh orang-orang Yahudi.
Orang-orang mulai ragu dan kemudian menolak Yesus ketika mereka berkata “Bukankah Dia ini anak Yusuf?” Ungkapan ini justru diperlawankan dengan status Yesus sebagai Putera Allah yang dilahirkan oleh Maria. Orang tidak menyebut Yesus sebagai anak Maria atau Anak Allah, namun justru menyebut sebagai anak Yusuf. Yesus bukanlah anak biologis dari Yusuf karena Ia dikandung oleh Roh Kudus. Keilahian dalam diri Yesus inilah yang disangkal oleh orang-orang yang menganggap Yesus sama seperti mereka. Atau, mereka tidak mengerti tentang identitas Yesus yang sesungguhnya.
Yesus ingin membuka pola pikir orang-orang saat itu dengan menjelaskan tentang tabib dan nabi yang tidak dihargai di tempat asalnya. Orang banyak menuntut Yesus melakukan mukjizat penyembuhan seperti di Kapernaum, tetapi Yesus tidak melakukannya di Nazareth. Yesus menolak melakukan mukjizat karena orang di tempat asalnya sekedar mengenal-Nya sebagai anak Yusuf. Ketika iman dan kepercayaan tidak dimiliki oleh orang, maka Yesus tidak akan melakukan mukjizat. Kesembuhan tanpa iman hanya akan menempatkan Yesus sebagai tabib belaka.
Yesus mengungkapkan bahwa tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Hal ini mengungkapkan bahwa Yesus telah siap ditolak di tempat asalnya. Selain itu, Yesus siap untuk memberikan warta keselamatan Allah kepada seluruh dunia, bukan hanya kepada bangsa Yahudi. Yesus kemudian mengingatkan tindakan Elia yang diutus justru kepada seorang janda di Sarfat bukan pada orang Yahudi (1Raj. 17:8 dst). Demikian juga Elisa yang menyembuhkan seorang kusta yang bernama Naaman, orang Siria (2Raj. 5:1 dst). Hal ini diungkapkan Yesus untuk menegaskan bahwa karya keselamatan Allah terbuka bagi seluruh dunia, bukan hanya diperuntukkan bagi bangsa Yahudi.
Penjelasan Yesus membuat orang tersinggung dan akhirnya marah pada-Nya. Di sini ada sikap yang berubah dengan sangat cepat. Semula orang kagum mendengarkan pengajaran Yesus, namun kemudian menjadi kecewa setelah mengungkapkan identitas Yesus dan akhirnya marah ketika Yesus tidak mengabulkan harapan mereka untuk melakukan mukjizat. Kekaguman banyak orang itu ternyata semu atau dengan gampang menjadi pudar ketika harapan mereka tidak dipenuhi oleh Yesus.
Banyak contoh di sekitar kita yang melukiskan perubahan sikap dari rasa kagum/terpesona/sayang menjadi kecewa dan akhirnya benci-marah. Perubahan sikap ini bisa terjadi pada pasangan suami-istri, rekan kerja, sahabat, bahkan relasi dengan Tuhan dalam agama Katolik. Kekaguman yang berubah menjadi amarah karena menutup diri terhadap rasa kasih sayang. Ego pribadi bisa menumpulkan rasa simpati dan cinta terhadap sesama, bahkan terhadap Tuhan. Bapa telah mengutus Putera-Nya sebagai jalan keselamatan bagi kita. Bapa juga telah memberikan Roh Kudus dalam nama Yesus bagi kita. Kerja (karya) keselamatan Allah ini hendaknya kita rasakan sebagai cinta Allah bagi kita dan pada gilirannya kita pun mencintai sesama agar merasakan keselamatan Allah. (R.YKJ)

Sabtu, 23 Januari 2016

Minggu Biasa III, Tahun C



Yesus: Pemenuhan Janji Mesianis

Bacaan Pertama: Nehemia 8:3-5a.6-7.9-11
Ketika usai masa pembuangan, bangsa pilihan kembali hidup di tanah terjanji. Dalam keadaan pemulihan hidup bangsa pilihan itu, Sabda Allah dibacakan untuk mengingatkan dan memperbaharui kembali perjanjian Allah terhadap umat-Nya. Sabda Allah yang dijelaskan menjadi pewartaan keselamatan Allah dan mengajak umat untuk memperbaharui kesetiaan dan pengabdian mereka kepada Allah.

Bacaan Kedua: 1 Korintus 12:12-30
Paulus menjelaskan kesatuan antara seluruh jemaat dengan Kristus dalam ungkapan persatuan anggota tubuh yang menyatu dengan kepalanya. Semua anggota badan memiliki peran masing-masing, namun tetap dalam keutuhan sebagai satu tubuh. Demikianlah, masing-masing anggota persekutuan umat harus ikut terlibat dalam peranan masing-masing, namun tetap dalam persatuan dengan seluruh anggota dan Kristus sebagai kepala. Tidak seharusnya seseorang menyombongkan diri dan merendahkan yang lain, karena semuanya tetap ambil peran dalam kesatuan sebagai tubuh Kristus.

Bacaan Injil: Lukas 1:1-4; 4:14-21

Bacaan dari Injil Lukas ini menjadi pengantar tampilnya Yesus dalam karya keselamatan Allah bagi dunia. Keselamatan itu menjadi kelanjutan dan kesempurnaan karya keselamatan yang dimulai Allah sejak zaman para nabi. Lukas ingin menyajikan kesaksian iman yang dimilikinya atas Yesus agar semakin banyak orang percaya pada Yesus sebagai pemenuhan janji Allah kepada para nabi.
Pada bab 1 ayat 1-4 terdapat pengantar dari Lukas atas tulisannya ini. Gaya penulisan Lukas memakai gaya bahasa sejarahwan Yunani yang berciri keteraturan. Lukas ingin menegaskan bahwa yang ditulisnya berasal dari sumber terpercaya, yakni para saksi mata dan pelayan firman. Saksi mata adalah orang-orang yang melihat dan kenal dekat dengan Yesus, mereka di antaranya adalah para rasul. Sedangkan pelayan firman adalah para pemimpin umat yang percaya kepada Kristus yang mengurusi segala sesuatu dalam peribadatan para pengikut Kristus. Peristiwa-peristiwa yang didengar dan didapatkan Lukas diteliti dengan baik dan akhirnya ia menuliskannya agar menjadi rangkaian tulisan yang terpercaya bagi para pembacanya.
Bacaan liturgi kemudian melompat pada awal masa karya Yesus. Lukas menekankan peranan Roh Kudus yang membawa Yesus ke padang gurun, kini Roh Kudus itu membawa Yesus ke Galilea untuk mengawali karya keselamatan-Nya di dunia. Sebelum menceritakan tentang Yesus yang membaca nas kitab nabi Yesaya, Lukas sudah memberi catatan bahwa selama di Galilea Yesus mengajar di rumah-rumah badat dan semua orang memuji Dia. Memuji Yesus bukan sekedar menyanjung Yesus, namun bermakna kekaguman dan pujian iman seperti yang disampaikan manusia kepada Allah.
Yesus mengawali karya dari Nazareth, daerah tempat asal-Nya dibesarkan. Di sini terdapat rumah ibadat (sinagoga) yang menjadi tempat doa pada hari-hari sabat biasa karena pada hari-hari raya besar orang berkumpul di Bait Allah, Yerusalem. Dalam rumah ibadat itu, pemimpin ibadat memberi tugas kepada Yesus untuk membaca Kitab Suci dan menjelaskannya. Bacaan yang diberikan kepada Yesus dari Kitab Nabi Yesaya yang berisi tentang Roh Tuhan yang menaungi hamba Allah. Bagian Kitab Suci yang dibaca Yesus berisi tentang janji mesianis. Yesus menempatkan nas itu sebagai pemenuhan atas janji Allah dalam diri-Nya. Yesuslah Hamba Allah yang dinaungi Roh Kudus untuk mewartakan kabar keselamatan Allah.
Roh Tuhan yang ada pada Yesus itu telah mengurapi Yesus. Pengurapan oleh Roh Tuhan itu menjadi lambang pelayanan sebagai Hamba Allah layaknya para nabi. Roh Kudus itulah yang menegaskan pelayanan Yesus sebagai Mesias. Pelayanan itu meliputi: penyampaian kabar baik kepada yang miskin, pemberitaan pembebasan kepada para tawanan, penglihatan kepada yang buta, dan pemberitaan tahun rahmat Tuhan. Roh Kudus yang ada pada diri Yesus itu tertuju pada keselamatan Allah yang bernilai rohani, meskipun terwujud dalam perhatian Yesus dari sisi jasmani.
Yesus adalah pemenuhan janji keselamatan Allah. Roh Kudus ada bersama Yesus menjadi daya ilahi yang memberi keselamatan jiwa-raga, rohani-jasmani. Roh Kudus yang tinggal dalam diri Yesus itu nantinya akan diberikan kepada para rasul dan para rasul kemudian akan memberikan Roh Kudus itu kepada orang-orang yang menerima pewartaan mereka tentang Yesus Kristus.
Kita sekarang ini menjadi murid-murid Kristus yang menerima Roh Kudus dalam diri kita, lengkap dengan karunia-Nya. Karunia Roh Kudus itu harus menuntun kita pada pelayanan sebagai abdi Allah yang menjadikan diri sebagai saluran rahmat Allah bagi sesama. Roh Kudus memperkaya diri kita dalam kebersamaan dengan seluruh umat beriman. Dengan demikian, kita hendaknya mengarahkan diri dalam persatuan seluruh umat beriman sembari mengembangkan karunia Roh Kudus dalam hidup kita yang menyatukan, melayani semua orang dan mengajak orang untuk merasakan keselamatan jiwa raga yang bersumber dari Allah. (R.YKJ)

Sabtu, 16 Januari 2016

Minggu Biasa II, Tahun C



Keterlibatan Maria dan Para Pelayan
dalam Mukjizat di Kana

Bacaan Pertama: Yesaya 62: 1-5
Yesaya mengungkapkan kegembiraan atas kemuliaan Allah yang diberikan kepada bangsa pilihan setelah bangsa pilihan itu kembali tinggal di Kanaan. Yerusalem menjadi simbol tanah terjanji yang diberkati Allah bagi bangsa pilihan. Negeri bangsa pilihan saat masa pembuangan disebut “yang ditinggalkan suami” dan menjadi “yang sunyi senyap”. Namun ketika mengembalikan bangsa pilihan, maka akan disebut “yang bersuami”. Perkawinan suami-isteri menjadi simbol hubungan keselamatan Allah bagi bangsa pilihan-Nya.

Bacaan Kedua: 1 Korintus 12:4-11
Paulus mengungkapkan bahwa Kristus menjadi kepala jemaat (Gereja). Untuk perkembangan persekutuan umat, Allah memberikan Roh Kudus kepada semua orang yang percaya kepada Kristus. Roh Kudus inilah yang pada akhirnya memberikan aneka karunia yang diperlukan untuk perkembangan persekutuan umat Allah. Perbedaan karunia bukanlah untuk memisahkan, namun justru untuk saling melengkapi di antara umat beriman.

Bacaan Injil: Yohanes 2:1-11

Injil ini mengisahkan mukjizat pertama yang diadakan oleh Yesus. Penginjil Yohenes menceritakan Yesus mengubah air menjadi anggur dalam sebuah perkawinan di Kana. Kana ada di wilayah Galilea dan satu wilayah dengan Nazareth sebagai tempat asal Yesus. Maria, ibu Yesus ada dalam acara pesta perkawinan itu, dan Yesus serta murid-murid-Nya pun diundang. Penginjil tidak mengindikasikan adanya hubungan persaudaraan antara tuan pesta dengan keluarga Maria.
Dalam pesta perkawinan itu, Maria mengetahui situasi pesta yang terancam kekurangan persediaan anggur. Air anggur merupakan jamuan wajib dalam pesta menurut adat saat itu. Anggur yang memabukkan dianggap bukan minuman orang bijak, sehingga kehabisan anggur bukan karena para undangan minum berlebihan sampai mabuk tapi karena pemilik pesta merupakan keluarga miskin. Dalam acara adat, air anggur yang difermentasilah yang harus disajikan dalam pesta, namun harus dicampur dengan air dalam rasio perbandingan tertentu sehingga kadar alkohol tidak sampai lima persen. Kehabisan anggur menjadi peristiwa yang memalukan yang beresiko tuan pesta akan ‘kehilangan muka’ di depan para tamunya.
Maria telah menangkap resiko yang bakal terjadi, meskipun situasi darurat ini belum diketahui oleh pemimpin pesta dan juga mempelai yang berpesta. Pastilah Maria mengetahui situasi ini karena ia ada dalam pesta itu dan mengetahuinya dari para pelayan pesta. Maria menilai tidak ada seorang pun yang mampu mendatangkan kebutuhan anggur dengan segera saat itu, kecuali Yesus. Maria hanya berkata, “Mereka kehabisan anggur!” Ungkapan ini lebih bersifat informatif daripada permohonan atau suruhan. Yesus mengetahui kegusaran hati ibunya itu, namun Yesus menyadari bahwa waktu-Nya belum tiba untuk melakukan mukjizat.
Jawaban Yesus saat itu: “Mau apakah engkau dari pada-Ku ibu? Saat-Ku belum tiba!” Sapaan “ibu” sebenarnya dari bahasa Yunani gunh/gune yang berarti wanita. Sapaan ini sebenarnya mengandung nilai hormat tinggi terhadap seorang perempuan. Namun sapaan ini tidak biasa digunakan oleh seorang anak kepada ibunya. Yesus hendak memaknai hubungan-Nya dengan Maria dalam konteks keilahian. Hubungan personal ibu dan anak dikesampingkan oleh Yesus untuk menandai masa baru dalam hidup pelayanan Yesus. Kita ingat sebutan ibu ketika Yesus disalib yang juga memakai istilah gunh/gune.
Jawaban Yesus kepada Maria mengandung penolakan, namun kemudian Yesus melakukan permohonan ibu-Nya itu. Hal ini diartikan bahwa “saat-Ku” adalah saat Yesus berkarya yang menampilkan kemuliaan Allah. Saat kemuliaan ini ditentukan oleh Allah bukan oleh manusia, meskipun oleh Maria sekalipun. Ketika kemudian Yesus mengubah air menjadi anggur, hal itu bukan semata karena permohonan Maria namun karena kehendak Allah.
Para pelayan diminta oleh Yesus untuk mengisi enam tempayan yang biasa dipakai untuk kebiasaan mencuci tangan dan kaki menurut adat istiadat. Tiap tempayan berisi sekitar 40 liter air. Para pelayan tahu benar bahwa tempayan itu mereka isi dengan air, namun justru ketika dicedok dan dirasakan oleh pemimpin pesta telah berubah menjadi air anggur yang paling baik. Pemimpin pesta sampai-sampai menegur mempelai laki-laki karena menilai bahwa anggur yang baik sengaja dtidak dikeluarkan terlebih dahulu.
Kita sebagai pembaca Injil Yohanes saat ini, kita mengetahui bahwa Yesus telah mengubah air menjadi anggur. Kita ditarik masuk dalam cerita ini untuk terlibat bersama Maria dan para pelayan, bukan pada pemimpin pesta. Kita ikut bersama Maria yang memohon Yesus untuk membantu mengatasi kekurangan anggur. Sekaligus kita bersama para pelayan yang menyaksikan perubahan air dalam tempayan menjadi anggur yang baik. Doa dan permohonan yang tanpa jemu layaknya Maria akan menjadikan Yesus berkeputusan lain dengan mengabulkan doa kita. Terutama ketika kita mampu sampai pada kemuliaan yang berasal dari Allah sehingga iman kita akan semakin mendalam.
Pesta perjamuan di Kana melambangkan pesta perjamuan Anak Domba Allah. Kemuliaan Allah akan ditampakkan dalam kurban Kristus di kayu salib yang dimahkotai dengan kemuliaan. Yesuslah mempelai laki-laki yang akan menyediakan anggur yang paling baik, yakni darah-Nya sendiri yang menjadi tebusan bagi kita. Maka, marilah kita terlibat untuk memohon kemurahan hati Allah bagi sesama agar kemuliaan Allah semakin dirasakan oleh banyak orang. (R.YKJ)

Sabtu, 09 Januari 2016

Pesta Pembaptisan Tuhan, Tahun C



Martabat Anak Allah untuk Mencintai

Bacaan Pertama: Yesaya 40:1-5.9-11
Yesaya menyerukan pembenahan bagi bangsa pilihan. Allah tidak akan selamanya menghukum bangsa pilihan-Nya sendiri. Allah menghendaki keselamatan manusia dan Ia memakai banyak cara untuk menyapa, mengingatkan bahkan menegur dengan keras pada manusia yang hidup dalam kedosaan. Pertobatan adalah cara untuk meluruskan hati dan tindakan agar mampu merasakan keselamatan Allah.

Bacaan Kedua: Titus 2:11-14; 3:4-7
Paulus mengungkapkan bahwa Allah mencintai manusia dan memberikan rahmat agar manusia menerima keselamatan. Karunia Allah terbesar adalah pemberian Yesus Kristus bagi dunia dan bahkan Yesus rela menyerahkan diri-Nya secara total bagi penebusan manusia. Allah terlebih dahulu mencintai manusia, maka manusia hendaknya membagikan karunia Allah yang diterima dengan mencintai dan berbuat baik kepada sesama.

Bacaan Injil: Lukas 3:15-16.21-22

Lukas menceritakan dengan sangat ringkas kisah tentang pembaptisan Yesus di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis. Bagi Lukas, kisah ringkas pembaptisan Yesus ini menjadi peralihan masa Yohanes Pembaptis berganti dengan karya Yesus. Peristiwa pembaptisan itu lebih penting menampilkan perjumpaan antara Yohanes Pembaptis dengan Mesias yang ia persiapkan kedatangan-Nya.
Yohanes tampil di sungai Yordan dan menjadi perhatian banyak orang. Warta pertobatan dan baptisan penanda tobat diterima oleh banyak orang. Pada masa itu, kehadiran Yohanes memberikan harapan baru akan kehadiran Mesias yang dijanjikan sejak lama. Yohanes tentu menjadi tokoh yang berbeda dari tokoh keagamaan dan masyarakat waktu itu. Ia menjalani cara hidup yang keras dengan hidup di padang gurun, hanya memakai baju dari bulu unta dan makan belalang dan minum madu hutan. Cara hidup yang keras ini sekaligus menandai warta pertobatan dan perubahan diri.
Ketokohan dalam diri Yohanes membuat orang banyak berharap siapa tahu Yohanes adalah Mesias. Mereka bertanya-tanya dalam hati tapi tidak berani menanyakannya kepada Yohanes. Paham Mesias yang ada dalam benak orang waktu itu terkait dengan jabatan. Mesias dipikirkan sebagai pemimpin yang membawa pembebasan dari penjajahan kekaisaran Romawi dan membawa kemakmuran bagi bangsa pilihan.
Yohanes dengan tegas mengatakan bahwa dirinya bukanlah Mesias. Baptisan air oleh Yohanes menjadi lambang pertobatan yang dialami banyak orang yang mendengarkan pengajarannya. Baptisan Yohanes itu bukanlah dimaksudkan untuk memasukkan seseorang dalam kelompok religius tertentu. Warta tobat yang diserukan Yohanes merupakan persiapan jalan bagi kedatangan Mesias, maka ia tidak mengumpulkan pengikut secara khusus untuk membentuk agama tertentu. Yohanes lebih berperan sebagai tokoh yang mempersiapkan banyak orang agar siap menerima Mesias yang jauh lebih utama dari dirinya. Bahkan Yohanes mengungkapkan posisinya terhadap Mesias bahwa membuka tali kasut Mesias (tindakan pelayan) adalah hal yang terlalu besar sehingga tak pantas ia lakukan.
Yohanes tidak banyak menjelaskan tentang Mesias, namun penjelasannya justru mendasar dan terarah pada penyelamatan rohani, bukan duniawi. Yesus sebagai Mesias memang hendak membaptis dengan Roh Kudus dan api. Baptisan dengan Roh Kudus merupakan baptisan pertobatan sekaligus melambangkan kehadiran Allah di dalamnya. Sedangkan baptisan dengan api melambangkan pemurnian manusia dan kuasa Yesus yang berasal dari ke-Allah-an. Kehadiran Mesias dan karya-Nya di dunia ini menjadi “baptisan” karena Ia dengan kuasa Allah menebus dosa dan memulihkan kesucian manusia.
Lukas tidak menceritakan ada dialog antara Yohanes dengan Yesus sebelum Yesus dibaptis, bahkan baptisan itu terletak sebagai frase keterangan dalam sebuah kalimat panjang. “Ketika orang banyak itu semuanya telah dibaptis, dan ketika Yesus sedang berdoa, setelah Ia juga dibaptis,…” (ay.21). Baptisan yang dialami Yesus tidaklah sama seperti baptisan yang diterima orang lain, sebagai baptisan tobat. Yesus tidak perlu bertobat karena Ia sama sekali tidak berdosa seperti manusia biasa yang lain. Yesus adalah Mesias, dan kehadiran-Nya adalah untuk menebus dosa manusia. Yesus ingin bersolider terhadap manusia yang hendak ditebus-Nya. Solidaritas Yesus itu bukan terhadap dosa manusia, namun terhadap sikap manusia yang bertobat dari dosa-dosanya.
Kalimat yang ditonjolkan oleh Lukas adalah “terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya”. Kalimat ini menunjukkan kesaksian ilahi bahwa Yesus adalah Mesias yang diurapi oleh Roh Kudus. Roh Kudus itu pula yang nantinya hendak diberikan bagi banyak orang yang mendengarkan ajaran Yesus. Penglihatan Roh Kudus dalam rupa burung merpati ini masih dilengkapi dengan kehadiran suara dari langit “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan”. Suara ini adalah suara Allah Bapa yang memberi kesaksian bahwa Yesus adalah Putera Allah. Allah Tritunggal secara lengkap hadir dalam peristiwa ini dan hendak mengangkat manusia menjadi anak-anak Allah.
Kita telah menerima baptisan yang menjadikan kita dibersihkan dari dosa asal, diangkat menjadi anak-anak Allah dan dimasukkan dalam persekutuan umat Allah. Martabat manusia yang luhur dipulihkan dalam baptisan yang kita terima. Namun demikian, sikap hidup kita untuk selanjutnya tetap menentukan bobot diri sebagai anak-anak Allah. Status sebagai anak Allah harus terwujud dalam hidup yang menampilkan sifat Allah. Menampilkan sifat Allah dalam diri kita berarti melaksanakan ajaran cinta kasih Yesus dan meneladani perbuatan baik yang ditunjukkan dalam karya Yesus. Mari kita mencari peluang kebaikan dan tidak melewatkan kesempatan untuk berbuat baik. (R.YKJ)