Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 25 Juli 2015

Minggu Biasa XVII, Tahun B



Yesus Menggandakan Lima Roti dan Dua Ikan

Bacaan Pertama: 2Raj. 4:42-44
Dalam Kitab Raja-raja ini, Elisa membuat mukjizat atas kuasa Allah dalam dirinya sebagai seorang nabi. Dua puluh roti jelai untuk delapan ratus orang tentu sangat tidak mencukupi. Namun dengan rahmat Allah ternyata roti itu cukup bahkan masih ada sisanya. Sosok Elisa sebagai abdi Allah akan sempurna dalam diri Mesias, Putera Allah.

Bacaan Kedua: Ef. 4:1-6
Paulus yang sedang dipenjara masih mampu memberikan nasihat iman dan rohani bagi jemaat di Efesus. Paulus mengingatkan agar orang-orang di Efesus tetap megingat iman pada Yesus yang telah menjadikan mereka sebagai satu tubuh dan satu Roh yang harus saling memperhatikan dan membantu.

Bacaan Injil: Yoh. 6:1-15
Bacaan Injil Minggu lalu mengisahkan Yesus berbelas kasihan ketika melihat orang banyak telah menunggu-Nya di seberang danau Galilea. Yesus kemudian mengajar banyak orang itu karena melihat mereka seperti domba yang tidak punya gembala. Belas kasih Yesus bukan hanya pada kebutuhan rohani, namun Yesus juga berbelas kasih terhadap kebutuhan jasmani banyak orang yang mengikuti-Nya.
Bacaan dari Injil Yohanes ini merupakan bacaan paralel (memiliki persamaan) dari Injil Markus 6:35-44 dan kelanjutan dari kisah Yesus yang mengajar banyak orang sesampainya di seberang danau Galilea. Yohanes lebih detail dalam memuat kisah tentang pengandaan lima roti dan dua ikan untuk lima ribu orang. Inisiatif untuk memberi makan banyak orang itu berasal dari Yesus sendiri yang menanyakan kepada Filipus tempat untuk membeli makanan bagi banyak orang itu.
Atas pertanyaan Yesus, Filipus menjawab dengan logika pikir yang tampaknya masuk akal. Untuk membeli makan seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk lima ribu orang. Dua ratus dinar merupakan jumlah uang yang besar bagi para murid karena itu merupakan upah seratus hari kerja. Uang sejumlah itu juga belum tentu dimiliki oleh para murid. Jawaban Filipus yang masuk akal ini kiranya untuk menolak secara halus permintaan Yesus agar mereka memberi makan banyak orang itu. Wajar juga bila orang banyak itu memikirkan sendiri kebutuhan makan mereka ketika mengikuti Yesus.
Jawaban Filipus disambung dengan ungkapan Andreas yang cenderung tidak masuk akal. Andreas mengatakan bahwa ada seorang anak yang memiliki lima roti jelai dan dua ikan. Jumlah makanan itu semakin tak berarti dibanding dengan makanan yang dibeli seharga dua ratus dinar. Ungkapan Andreas ini sekaligus mengungkapkan bahwa mereka tidak berdaya untuk memberi makanan, juga di antara orang banyak itu tidak ada yang membawa makanan yang cukup bagi mereka semua. Namun demikian, Yesus sebenarnya tahu apa yang harus Dia buat untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi banyak orang itu.
Yesus meminta para murid-Nya untuk mengatur orang banyak agar duduk di rerumputan. Yesus sendiri kemudian mengambil lima roti dan dua ikan dari seorang anak yang ditunjukkan oleh Andreas. Dari roti dan ikan itulah, Yesus kemudian mengangkatnya, mengucap syukur dan memecahkan, serta membagikan kepada banyak orang itu. Mukjizat yang luar biasa bahwa makanan itu cukup untuk lima ribu orang, bahkan masih sisa dua belas bakul penuh berisi roti.
Yesus menghendaki para murid untuk memperhatikan kebutuhan orang banyak. Mereka harus berbelas kasihan. Para murid harus sekuat tenaga memberi pertolongan, bukan justru membuat banyak alasan untuk menghindar atau menunjuk orang lain agar menolong sesamanya sedang mereka sendiri tidak berusaha. Lihatlah dua belas bakul penuh roti setelah semua orang makan dengan kenyang. Bukankah jumlahnya sama dengan dua belas rasul itu? Mereka tidak mau memberi pertolongan dan Yesus justru memberi masing-masing rasul-Nya sebakul penuh roti.
Dari kisah mukjizat ini juga dapat dicemati dari seorang anak yang memiliki lima roti jelai dan dua ikan. Itu adalah bekalnya sendiri untuk kebutuhannya, namun anak itu rela menyerahkan kepada Yesus untuk dibagikan kepada orang banyak. Seorang anak umumnya tidak rela miliknya diambil orang, namun anak itu merelakan miliknya diambil oleh Yesus. Ini merupakan tindakan penyerahan diri pada Yesus agar berguna bagi banyak orang.
Yesus sebagai Putera Allah tidak diragukan untuk membuat mukjizat menggandakan roti dan ikan ini. Namun demikian, masuk akal pula bahwa orang banyak itu masing-masing sebenarnya membawa bekal sendiri-sendiri. Andreas menunjuk seorang anak yang memiliki lima roti dan dua ikan. Roti dan ikan tentu bukan makanan ringan atau jajanan untuk seorang anak kecil. Ketika seorang anak memiliki roti dan ikan, maka masuk akal bahwa orang tuanya pun memilikinya dan banyak orang itu juga membawa bekal masing-masing.
Ketika Yesus mengambil roti dan ikan, mengangkat dan mengucap syukur, serta membagikannya kepada banyak orang itu, pastilah ada reaksi dari orang banyak yang memiliki bekal masing-masing. Kita membayangkan bahwa orang banyak duduk berkelompok dan Yesus berkeliling sambil memotong-motong roti dan ikan yang dipegang-Nya. Tentu tindakan ini akan diikuti oleh orang banyak yang pelan-pelan mengambil bekalnya sendiri dan meletakkan di tengah kelompok agar dimakan oleh orang lain.
Tindakan Yesus yang membagi-bagi roti dan ikan diikuti dengan gerakan banyak orang untuk saling berbagi bekal mereka masing-masing. Gerakan bersama ini yang akhirnya mencukupkan kebutuhan makan mereka semua, bahkan masih sisa dua belas bakul. Masing-masing orang mungkin sebelumnya merasa enggan untuk mengeluarkan bekalnya karena merasa harus berbagi dengan yang lain. Namun ketika melihat Yesus membagikan roti tanpa memakannya terlebih dahulu, pastilah orang banyak juga berfikir harus bertindak hal yang sama.
Mukjizat penggandaan roti dan ikan ini memiliki dua ajakan pada kita. Pertama; kita harus memiliki iman yang semakin mendalam pada Allah dalam diri Kristus. Yesus sebagai Putera Allah memikirkan dan mencukupkan bukan hanya kebutuhan rohani dan jiwa kita, namun juga mencukupi kebutuhan jasmani agar kita hidup lebih manusiawi. Kedua; kita diajak untuk meneladan sikap anak yang memiliki lima roti dan dua ikan yang berani menyerahkan kepada Yesus. Tindakan berkurban ini justru akan mendatangkan rahmat berlimpah. Juga meneladan dari tindakan Yesus yang membagi-bagikan roti dan memberikan kepada orang lain. Tindakan rela berkurban yang diikuti kerelaan untuk berbagi kepada sesama. (RYKJ)

Sabtu, 18 Juli 2015

Minggu Biasa XVI, Tahun B



Gembala yang Penuh Belas-Kasihan

Bacaan Pertama: Yer. 23:1-6
Analogi gembala dan domba sejak Perjanjian Lama telah dipakai untuk menggambarkan hubungan para pemimpin bangsa pilihan terhadap umat pilihan. Yeremia mengungkapkan bahwa Allah tidak membiarkan bangsa pilihan tanpa gembala. Allah menjanjikan seorang gembala yang akan mengumpulkan kembali bangsa pilihan dan membawa ke padang rumput yang seharusnya. Gembala yang dijanjikan Allah itu adalah Tunas Adil bagi Daud yang akan tergenapi dalam diri Yesus Kristus.

Bacaan Kedua: Ef. 2: 13-18
Paulus merefleksikan imannya yang mendalam atas salib Kristus. Karena penderitaan dan kematian Kristus di salib itulah yang membangkitkan damai sejahtera dan mempersatukan manusia dengan Allah.

Bacaan Injil: Mrk. 6: 30-34

Pada bacaan Injil Minggu ini, Markus menceritakan secara ringkas hasil perutusan Yesus kepada kedua belas murid-Nya untuk pergi berdua-dua. Tidak banyak yang ditulis oleh Markus tentang laporan para murid dan juga evaluasi yang disampaikan Yesus. Setelah para murid mengungkapkan apa yang mereka kerjakan dan ajarkan, Yesus mengajak mereka untuk pergi ke tempat yang sunyi agar mereka punya waktu untuk sendirian dan beristirahat.
Yesus ingin sejenak memisahkan dua belas murid-Nya dari banyak orang. Tempat yang sunyi mengisyaratkan bahwa hal-hal yang telah dikerjakan dan diajarkan para murid perlu diendapkan dalam keheningan batin. Waktu untuk sendirian dan beristirahat bukan berarti mereka sendiri-sendiri merenungkan perutusan mereka atau seenaknya beristirahat, namun dalam kebersamaan sebagai dua belas rasul mereka hendak mendalami bersama perutusan mereka.
Yesus dan para murid-Nya menyeberangi danau hendak mencari tempat yang sunyi, namun ketika mereka mendarat justru orang banyak telah menanti mereka di tepi danau. Perutusan para murid ternyata membawa kabar yang semakin luas tentang Yesus. Banyak orang semakin ingin menyaksikan mukjizat dan mendengarkan ajaran Yesus. Rencana Yesus untuk pergi ke suatu tempat ternyata dengan cepat tersebar, bahkan orang telah mendahului Yesus dan para murid untuk berkumpul di pantai tempat mereka hendak menepikan perahu mereka.
Meskipun Yesus ingin sendirian bersama para murid-Nya dan ingin memperhatikan kebugaran para murid agar memiliki waktu istirahat yang cukup, namun ternyata Yesus menunda hal ini karena melihat banyak orang yang telah berkumpul. Yesus berbalas kasihan terhadap orang banyak yang haus pengajaran-Nya. Yesus berinisiatif untuk mengajar banyak orang itu dan tidak meminta para murid-Nya untuk mengajar mereka.
Yesus adalah Gembala yang memimpin domba-domba untuk sampai pada keselamatan Allah. Sebagai gembala yang baik, Yesus tentulah mengurbankan kepentingan pribadi dan keompok dua belas murid demi orang banyak yang butuh penggembalaan-Nya. Rasa belas kasih ini yang juga mendasari Yesus untuk rela berkurban hingga kayu salib. Yesus adalah Putera Allah, namun Yesus sungguh menjadi Manusia yang merasakan kebutuhan manusiawi terutama kebutuhan rohani. Yesus berbelarasa terhadap banyak orang. Karena merasakan kebutuhan manusia, maka Yesus mau memperhatikan mereka.
Selalu ada waktu dan tempat dalam diri Yesus bagi domba-domba yang datang pada-Nya. Ketika kita haus dan lapar akan kebenaran, ketika kita mengharap rahmat Allah yang berlimpah, ketika kita merasa sengsara dan hampir putus asa, atau ketika kita merasa kesepian dalam perjuangan hidup, kita hanya perlu datang pada Yesus. Yesus pasti merasakan apa yang kita rasakan dan Ia akan berbelarasa terhadap kita. (R.YKJ)

Sabtu, 11 Juli 2015

Minggu biasa XV, Tahun B



Panggilan dan Perutusan

Bacaan Pertama: Am. 7:12-15
Amos mendapatkan penolakan dari Amazia sebagai imam di istana Betel. Amazia menganggap Amos sebagai pelihat atau dukun yang bisa meramal. Amos menolak disebut sebagai pelihat. Ia adalah nabi yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan. Amos bernubuat bukan karena pekerjaannya sebagai pelihat, namun karena perutusan kenabiannya.

Bacaan Kedua: Ef. 1:3-14
Kepada jemaat di Efesus, Paulus mengungkapkan imannya yang mendalam. Sejak penciptaan, Allah menetapkan manusia untuk tinggal bersama dengan Allah. Namun karena dosa, manusia jauh dari Allah. Allah tetap berusaha menyelamatkan manusia dengan mengutus Putera Tunggal-Nya. Kerelaan kurban Kristus memperkaya kita dengan Roh Kudus yang memberi jaminan penebusan sebagai umat milik Allah.

Bacaan Injil: Mrk. 6:7-13

Kutipan dari Injil Markus ini berisi perutusan Yesus kepada kedua belas murid-Nya. Markus menempatkan kisah perutusan ini pada bagian awal Injil yang ditulisnya. Sesudah Yesus berkeliling ke daerah Galilea, bahkan mendapatkan penolakan di daerah asal-Nya, Yesus mengutus para murid dengan memberi mereka kuasa ilahi yang dimiliki-Nya. Perutusan ini penuh daya ilahi, namun demikian akan ada tantangan yang dihadapi oleh para murid.
Yesus memanggil sendiri para murid-Nya. Para murid menerima panggilan Yesus untuk mengikuti-Nya dan mendapatkan pengajaran khusus dari Guru mereka. Inilah proses pemuridan yang menempatkan orang-orang yang dipanggil Yesus untuk mengikuti Yesus dari dekat dan melihat langsung karya pelayanan Yesus sebagai Guru mereka. Proses pemuridan ini diharapkan semakin mematangkan iman para murid. Kemajuan dalam pemuridan itu terlihat ketika Yesus megutus para murid pergi berdua-dua, tanpa harus mengikuti Yesus.
Sebagai murid yang belum lama mengikuti Yesus, Markus menekankan bahwa para murid itu harus belajar untuk siap diutus. Para murid telah memiliki iman yang cukup, namun masih perlu teman seperjalanan sehingga Yesus mengutus mereka berdua-dua. Selain itu, Yesus juga memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat, bahkan kuasa untuk menyembuhkan orang-orang sakit. Kuasa ilahi ini harus dipakai dalam perutusan secara benar, sehingga ketika diutus berdua-dua mereka akan saling kontrol dan bersharing/diskusi.
Dalam perutusan itu, para murid dilarang membawa bekal termasuk uang dan pakaian. Hal ini dimaksutkan oleh Yesus agar mereka tetap rendah hati dan mau menerima belas kasih dari sesama yang mereka layani. Ketika para murid tidak membawa bekal, maka mereka harus menerima belas kasih pemberian orang dalam hal makanan, pakaian, penginapan, dll. Dengan keadaan tidak membawa bekal kebutuhan manusiawi, para murid akan semakin mendalam dalam berkomunikasi dan berelasi dengan sesamanya. Kuasa ilahi yang diberikan oleh Kristus akan semakin murni membawa orang dalam kekayaan rohani karena para murid tidak jatuh pada sikap kesombongan.
Yesus memberi pesan agar para murid mau tinggal di rumah yang menerima mereka. Apapun keadaan rumah yang menerima para murid, para murid harus tinggal bersama dengan seisi rumah itu. Hal ini dimaksutkan agar para murid tidak memilih rumah untuk persinggahan mereka, namun mereka harus melihat niat tulus penghuni rumah yang telah menerima mereka.
Mengebaskan debu kaki ketika para murid ditolak di di suatu tempat merupakan simbol bahwa mereka harus melupakan tempat itu. Melupakan sikap penolakan berarti tidak mengutuki tindakan orang yang menolak mereka, sekaligus memberi peringatan agar sadar akan penolakan  atas para murid.
Meskipun Yesus menyertai para murid dengan kuasa ilahi, namun tugas perutusan utama para murid adalah warta pertobatan. Warta pertobatan ini disertai dengan karya pengusiran setan dan penyembuhan orang-orang sakit. Pertobatan adalah sikap penyadaran akan kedosaan sekaligus niat untuk membangun hidup yang lebih baik di hadapan Allah dan sesama. Niatan itu dibangun dengan keyakinan bahwa Allah memberikan Yesus sebagai Utusan Allah yang hendak menyelamatkan. Maka, pertobatan harus diiringi dengan perubahan hidup yang tidak lagi berkomunikasi dengan setan (kejahatan dan godaannya), serta tidak dihambat oleh keadaan fisik.
Pemuridan harus sampai pada tahap kemajuan untuk siap diutus tanpa guru yang mengajarinya. Demikian pula sebagai murid Yesus, kita harus sampai pada tahap siap diutus karena bekal iman kita telah cukup. Bila kita belum merasa cukup, haruslah terus menimba ajaran dari Kristus sendiri sembari belajar dalam perutusan kita sehingga suatu saat sungguh siap diutus untuk mewartakan keselamatan Allah dalam diri Yesus. (RYKJ)

Sabtu, 04 Juli 2015

Minggu biasa XIV, Tahun B



Mendengar, Takjub dan Beriman

Bacaan Pertama: Yeh. 2:2-5
Nabi Yehezkiel menjadi utusan Allah yang harus menyampaikan Firman Tuhan. Firman itu harus disampaikan, entah didengarkan atau tidak. Tugas nabi menyampaikan Firman Allah, dan Firman itu yang selanjutnya akan bekerja untuk menyapa hati orang meskipun ditolak pada awalnya.

Bacaan Kedua: 2Kor. 12:7-10
Paulus mengungkapkan imannya yang mendalam terhadap tugas perutusannya. Seringkali ia merasa lemah ketika menghadapi siksaan, kesukaran, penganiayaan dan kesesakan karena mewartakan Kristus. Namun demikian, Paulus merasa senang dan rela menjalani semua itu karena ia akan semakin sempurna dalam iman bila bertahan dalam berbagai penderitaan.

Bacaan Injil: Mrk. 6:1-6

Bacaan dari Injil Markus ini menceritakan secara singkat kisah Yesus yang kembali ke daerah asal-Nya, Nazareth. Yesus mengajar di rumah ibadat dan melakukan mukjizat-mukjizat. Pada mulanya orang-orang merasa takjub, namun kemudian mereka mempertanyakan kuasa dalam diri Yesus karena mereka mengenal Yesus dan keluarga-Nya. Yesus tidak melawan secara frontal terhadap penolakan ini. Ia terus mewarta di desa-desa di sekitar daerah asal-Nya.
Perjalanan Yesus yang dikisahkan dalam Injil Markus ini sesudah dibaptis Yohanes di sungai Yordan, Yesus berkeliling daerah Galilea dan memulai karya-Nya termasuk memanggil murid-murid-Nya. Dari Galilea, Yesus menyeberang sungai Yordan ke daerah orang-orang Gerasa. Daerah seberang sungai Yordan merupakan kekuasaan Herodes Antipas yang kemudian memenggal kepala Yohanes Pembaptis. Dari daerah orang Gerasa ini, Yesus kembali ke daerah Galilea. Perjalanan inilah yang diawali dengan mengunjungi Nazareth sebagai daerah asal Yesus.
Di Nazareth, Yesus diminta mengajar di rumah ibadat atau sinagoga. Ada kebiasaan di rumah ibadat ketika ada seseorang yang belajar Taurat pulang kampung, maka orang itu diminta untuk menjelaskan makna Kitab Suci. Dalam konteks inilah maka Yesus bisa mengajar di rumah ibadat meskipun Yesus bukan keturunan imam yang berhak memimpin peribadatan di sinagoga.
Ketika mendengarkan pengajaran Yesus, orang banyak merasa takjub. Ketakjuban itu pastilah keterpesonaan karena pengajaran Yesus sungguh berbeda dari para pengajar yang lain. Yesus sendiri adalah Firman yang menjadi Manusia, maka pengajaran Yesus pastilah merupakan penyampaian Firman secara mendalam dari diri-Nya sendiri. Orang banyak semakin takjub karena melihat Yesus yang melakukan banyak mukjizat penyembuhan. Yesus yang mengajar penuh wibawa ilahi semakin sempurna dengan daya ilahi yang menyembuhkan.
Namun amat disayangkan bahwa rasa takjub itu terhenti, bahkan menjadi hilang sama sekali. Orang banyak mulai menelisik Asal-usul Yesus yang mereka kenal. Mereka berpikir bahwa Yesus tidak lebih dari orang-orang sekampung-Nya. Mereka mengenal keluarga Yesus dan pekerjaannya. Orang banyak terjebak pada asal-usul manusiawi Yesus. Mereka kecewa dan menolak Yesus. Orang-orang itu berpikir bahwa orang hebat harus berasal dari keluarga istimewa, paling tidak dari kalangan bangsawan. Padahal Yesus bukan saja seorang bangsawan, namun Ia berasal dari keilahian. Penolakan ini yang kemudian membuat mereka tidak mau mendengarkan pengajaran Yesus, meskipun pengajaran itu berdaya ilahi.
Orang pada umumnya mau mendengarkan seseorang dengan memandang “siapa” yang bicara. Bila yang bicara orang dari “pusat” yang diberitakan sebagai orang sukses dan hebat, maka banyak orang mendengarkan dengan tekun meskipun yang dikatakan orang tersebut biasa saja. Sebaliknya, bila yang bicara orang dekat-dekat saja, dari lingkungan sendiri yang kita kenal, maka kita tidak menaruh minat untuk mendengarkan meskipun yang dikatakannya sungguh berbobot.
Meskipun Yesus ditolak di Nazareth, Ia tetap mengajar dan berkeliling ke desa-desa lain. Firman Allah yang diwartakan tetaplah berdayaguna dan bekerja dengan kekuatan Roh Allah sendiri. Meskipun terkadang orang tidak mau mendengarkan warta Allah, namun Firman itu akan tetap berbisik dalam hati banyak orang, sehingga suatu saat orang akan sadar, takjub dan beriman. (RYKJ)