Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 23 April 2016

Minggu Paskah V, Tahun C



Wasiat untuk Saling Mengasihi

Bacaan Pertama: Kisah Para Rasul 14:21b-27
Paulus dan Barnabas mewartakan keselamatan Allah semakin luas kepada aneka suku dan bangsa. Di setiap tempat, mereka mengangkat penatua jemaat yang dipercaya menjadi pemimpin rohani bagi jemaat setempat. Usaha Paulus dan Barnabas menjadi kegembiraan banyak orang karena Allah sendiri yang telah membuka hati bangsa-bangsa lain sehingga dapat menerima warta keselamatan Allah.

Bacaan Kedua: Wahyu 21:1-5a
Wahyu kepada Yohanes memperlihatkan keadaan surgawi. Yohanes melihat langit dan bumi baru dan Yerusalem baru yang turun dari surga. Yerusalem baru menjadi lambang keadaan surga yang jauh lebih sempurna daripada  Yerusalem dunia ini. Yerusalem dunia saat itu menjadi pusat keagamaan bagi bangsa terpilih dan simbol identitas kehadiran Allah. Yerusalem baru yang diperlihatkan kepada Yohanes jauh lebih sempurna sebagai bentuk kehadiran Allah di tengah-tengah manusia. Kelak, kedatangan Yerusalem baru akan menghapus dukacita karena kehadiran Allah membawa serta kebahagiaan sempurna.

Bacaan Injil: Yohanes 13: 31-33a.34-35

Bacaan Injil ini menampilkan bagian dari perjamuan malam terakhir yang diadakan Yesus bersama para murid-Nya. Pesan terakhir Yesus pada perjamuan ini hendak menegaskan dasar tugas perutusan yang harus dijalankan oleh para murid-Nya. Yesus bukan sekedar memberi tugas kepada para murid, namun Ia sendiri telah membari teladan pewartaan keselamatan Allah bagi dunia. Pada perjamuan malam terakhir itu, Yesus juga menampilkan dasar perutusan bukan hanya dengan kata-kata, namun dengan tindakan. Tindakan Yesus yang harus dicontoh oleh para murid-Nya adalah tindakan Yesus membasuh kaki para murid-Nya.
Keterangan “Sesudah Yudas pergi” (dari ruang perjamuan) menjadi catatan penting dalam Injil Yohanes ini. Kesengsaraan Yesus dimulai ketika Yudas pergi meninggalkan meja perjamuan. Iblis telah membisikkan rencana penghianatan Yudas dan ternyata Yudas kalah karena tetap melaksanakan rencananya, meskipun Yesus telah mengatakan bahwa ia akan menghianati-Nya. Yesus sebagai Putera Allah tahu semua yang akan terjadi pada diri-Nya. Ia tahu pula bahwa penghianatan Yudas menjadi awal kisah kesengsaraan-Nya.
Awal kesengsaraan Yesus justru menjadi saat dimulainya Yesus dipermuliakan oleh Bapa-Nya. Dalam kesengsaraan, akan ditampilkan kemuliaan Yesus yang diberikan Allah kepada-Nya. Kesengsaraan dan kemuliaan bukanlah dua hal yang dipertentangkan dalam diri Yesus. Untuk memperdamaikan dunia, Yesus mengambil jalan kesengsaraan dan wafat di salib agar kemuliaan kebangkitan diperlihatkan kepada dunia.
Dalam kesengsaraan Yesus, Allah dipermuliakan di dalam Yesus karena ketaatan-Nya untuk menyempurnakan keselamatan Allah dengan kesengsaraan. Ketaatan dalam kesengsaraan inilah yang akan dimahkotai dengan kebangkitan sebagai tindakan Allah yang mempermuliakan Yesus. Ada kesatuan erat, tak terpisahkan, antara kesengsaraan salib dengan kemuliaan kebangkitan. Bahkan dalam Injil Yohanes, Yesus telah dimuliakan Allah dengan ditinggikan di kayu salib.
Dalam kata-kata yang lembut kemudian Yesus menyampaikan amanat perpisahan-Nya. Yesus mengetahui bahwa tidak akan lama lagi kebersamaan-Nya dengan para murid-Nya. Yesus menyampaikan penegasan pesan dengan kata-kata yang lembut, bukan berarti bernuansa keputus-asaan, namun hendak membangun kesadaran dalam diri para murid-Nya. Yesus mengerti bahwa Yudas menghianati-Nya karena kebebasan yang dimiliki Yudas digunakan secara salah. Yesus ingin kesadaran tumbuh dalam diri para murid yang lain agar kebebasan yang mereka miliki dapat meneguhkan status sebagai murid-murid-Nya.
Pesan Yesus terkait erat dengan tindakan-Nya dalam membasuh kaki para murid-Nya. Yesus meninggalkan pesan dan teladan kuat tentang tindakan saling melayani. Bagaikan “wasiat” penting, Yesus menyampaikan pesan terakhirnya dalam “kotak” yang kuat, yakni tindakan-Nya dengan membasuh kaki para murid-Nya. Pesan untuk saling mengasihi bukanlah hal yang sama sekali baru karena dalam Perjanjian Lama juga memuat ajaran untuk saling mengasihi. Namun demikian, Yesus menghendaki para murid-Nya untuk lebih sempurna dalam menjalankan ajaran cinta kasih ini.
Yesus menghendaki agar para murid melaksanakan cinta kasih bukan sekedar melaksanakan perintah “jangan…” seperti dalam seputuh perintah Allah. Mereka harus melampaui perintah Perjanjian Lama dengan menyerap inti ajaran cinta kasih dan melaksanakannya secara total. Yesus sendiri secara “mengejutkan” membasuh kaki para murid yang menunjukkan bahwa kasih yang melayani harus melampaui batas apapun, termasuk kedudukan dan status sosial. Pada akhirnya, Yesus juga menunjukkan bahwa kesengsaraan dan kematian-Nya merupakan tindakan cinta kasih yang total bagi para murid dan semua manusia.
Yesus juga menegaskan bahwa tindakan saling mengasihi sebagai bagian dari ciri khas para murid Yesus. Saling mengasihi menjadi identitas atau jati diri yang harus dimiliki oleh murid-murid Kristus. Identas saling mengasihi tetap dalam kesatuan dengan seluruh hidup dan karya Yesus karena para murid meneladani dari tindakan Yesus yang mengasihi mereka dan mengasihi banyak orang. Saling mengasihi seperti yang telah diteladankan oleh Yesus menjadi lambang kehadiran Allah ditengah dunia ini.
Kita sekarang ini menjadi murid-murid Kristus yang juga mendapatkan warisan untuk saling mengasihi. Tindakan saling mengasihi menjadi identitas orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus. Dalam setiap tindakan cinta kasih yang kita buat untuk sesama, hadir cinta Allah yang menyelamatkan. Identitas sebagai murid-murid Kristus ini, bila diwujudkan terus-menerus di dunia ini, diri kita telah ikut menghadirkan cinta Tuhan bagi sesama. Dengan demikian, kita berharap kelak akan mengalami persatuan dalam kemuliaan Allah dalam Yerusalem surgawi. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar