Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 06 Februari 2016

Minggu Biasa V, Tahun C



Murid Kristus: Takjub dan Terpanggil

Bacaan Pertama: Yesaya 6:1-2a.3-8
Yesaya menceritakan panggilannya sebagai nabi. Ia melihat penampakan kemuliaan Allah di Bait Suci. Yesaya merasa tak pantas menyaksikan penampakan itu. Layaknya paham Perjanjian Lama, Yesaya merasa berdosa sehingga akan binasa ketika memandang kemuliaan Allah itu. Malaikat justru kemudian menyentuh bibir Yesaya dengan bara api yang menyertai penampakan para malaikat itu. Sentuhan itu melambangkan pengampunan dan pengudusan Allah bagi Yesaya yang memungkinkan ia berserah pada panggilan sebagai nabi dengan mengatakan “Inilah aku, utuslah aku!”

Bacaan Kedua: 1 Korintus 15:1-11
Paulus mengungkapkan inti iman kekristenan, yakni percaya kepada kebangkitan Tuhan Yesus. Secara bertahap Yesus yang telah bangkit menampakkan diri kepada para rasul dan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Pada akhirnya, Paulus sendiri mendapatkan penampakan saat ia masih bernama Saulus yang menjadi penganiaya murid-murid Kristus. Penampakan yang disaksikan Paulus sekaligus menjadi pengampunan atas kesalahan dan dosanya, serta menjadi panggilan baginya untuk menjadi rasul Kristus. Ungkapan syukur atas pengampunan dosa dan panggilannya justru diungkapkan Paulus dengan cara lebih tekun dalam bekarya sebagai rasul.

Bacaan Injil: Lukas 5:1-11

Lukas mengisahkan panggilan Yesus kepada Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk menjadi penjala manusia. Pada saat itu, Yesus berada di tepi danau Genesaret (Galilea) dan banyak orang berkumpul ingin mendengarkan Firman Allah dalam ajaran Yesus. Di tempat itu ada dua perahu yang baru pulang dari tengah danau untuk menjala ikan dan para nelayan sedang membersihakan jala mereka. Yesus memakai salah satu perahu untuk duduk sambil mengajar agar terlihat oleh semua orang dan tidak terhimpit oleh kerumunan orang. Perahu yang dipakai adalah perahu Simon. Tentulah para nelayan itu urung membersihkan jala, dan ikut mendengarkan pengajaran Yesus.
Selesai mengajar, Yesus meminta Simon untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menebarkan jalanya untuk menangkap ikan. Simon menjawab perintah Yesus dengan mengatakan bahwa mereka telah semalam-malaman menjala namun tidak mendapatkan apa-apa. Ikan danau naik ke permukaan pada malam hari dan malamlah kesempatan para nelayan untuk menebarkan jala. Simon dan teman-temannya telah lama menjadi nelayan. Pengalaman mereka menjala ikan tentu jauh di atas Yesus yang “hanya” seorang anak tukang kayu. Namun demikian, Simon tidak berani menolak permintaan Yesus karena telah menyaksikan Yesus yang mengajar banyak orang. Ada terselip kepercayaan Simon pada perintah Yesus, namun juga ada keraguan di dalamnya.
Setelah Simon menebarkan jalanya, ternyata banyak ikan yang terperangkap jalanya sehingga jala itu hampir koyak. Simon kemudian meminta perahu yang lain untuk membantu mengangkut ikan dari jalanya. Lihat hasilnya, bahwa kedua perahu itu penuh dengan ikan dan hampir tenggelam. Ini merupakan kejadian luar biasa karena Yesus menampakkan kekuasaannya. Menurut pikiran dan pengalaman manusiawi, mustahil menjala ikan di siang hari bisa berhasil. Mustahil pula Yesus seorang anak tukang kayu lebih hebat dari para nalayan. Namun karena Yesus adalah Putera Allah, maka tidak ada sesuatu yang mustahil bagi-Nya.
Sikap yang ditampilkan Petrus menjadi pembeda antara yang manusiawi dalam dirinya dengan yang ilahi dalam diri Yesus. Kepatuhan Simon yang bercampur keraguan pada perintah Yesus untuk menebarkan jala berganti rasa takjub pada kekuasaan Yesus. Ketakjuban itulah kemudian berlanjut pada penyadaran diri Simon yang tak layak di hadapan keilahian. Sama seperti para nabi yang tak pantas menyaksikan kemuliaan Allah, demikian pula Simon merasa tak pantas berdiri di hadapan Yesus yang baru saja menunjukkan kekuasaan-Nya.
Sikap ketakjuban Simon, Yakobus dan Yohanes berlanjut pada sikap taat pada panggilan Yesus untuk mengikuti-Nya. Yesus meneguhkan Simon agar tidak takut pada-Nya, namun justru Yesus menjanjikan tindakan yang lebih besar lagi, yakni menjadikannya sebagai penjala manusia. Sesuatu yang tidak mungkin baru saja dilakukan Yesus dengan menyuruhnya menjala ikan di siang hari. Menjala manusia adalah ungkapan dan tindakan yang mustahil bagi para nelayan itu. Namun Simon dan teman-temannya yakin bahwa panggilan dan tugas berikutnya untuk mereka akan menjadi mungkin karena Yesus yang telah memanggil mereka.
Pada kita saat ini disampaikan pula agar kita terus terpesona pada keilahian dalam diri Yesus sehingga tiap saat kita bisa menggikuti panggilan-Nya. Kita ingat Injil Minggu lalu ketika orang banyak di daerah asal Yesus awalnya terpesona, namun kemudian berubah menjadi kebencian karena Yesus tidak mau mengabulkan permohonan mereka. Kekaguman dan keterpesonaan para murid Yesus tidak berubah menjadi kebencian, namun berlanjut pada sikap taat dan ikut panggilan Yesus. Keterpesonaan pada Yesus dan panggilan menjadi murid merupakan pengalaman personal namun menghasilkan perutusan yang universal. Kita menjalin komunikasi pribadi dengan Yesus yang kita imani, dan kita menjalankan perutusan sebagai murid Kristus dengan mengasihi sesama kita. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar