Murid Kristus: Takjub dan
Terpanggil
Bacaan Pertama: Yesaya 6:1-2a.3-8
Yesaya menceritakan panggilannya sebagai nabi. Ia melihat penampakan
kemuliaan Allah di Bait Suci. Yesaya merasa tak pantas menyaksikan penampakan
itu. Layaknya paham Perjanjian Lama, Yesaya merasa berdosa sehingga akan binasa
ketika memandang kemuliaan Allah itu. Malaikat justru kemudian menyentuh bibir
Yesaya dengan bara api yang menyertai penampakan para malaikat itu. Sentuhan
itu melambangkan pengampunan dan pengudusan Allah bagi Yesaya yang memungkinkan
ia berserah pada panggilan sebagai nabi dengan mengatakan “Inilah aku, utuslah
aku!”
Bacaan Kedua: 1 Korintus 15:1-11
Paulus mengungkapkan inti iman kekristenan, yakni percaya kepada
kebangkitan Tuhan Yesus. Secara bertahap Yesus yang telah bangkit menampakkan
diri kepada para rasul dan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Pada akhirnya,
Paulus sendiri mendapatkan penampakan saat ia masih bernama Saulus yang menjadi
penganiaya murid-murid Kristus. Penampakan yang disaksikan Paulus sekaligus
menjadi pengampunan atas kesalahan dan dosanya, serta menjadi panggilan baginya
untuk menjadi rasul Kristus. Ungkapan syukur atas pengampunan dosa dan
panggilannya justru diungkapkan Paulus dengan cara lebih tekun dalam bekarya
sebagai rasul.
Bacaan Injil: Lukas 5:1-11
Lukas mengisahkan panggilan Yesus kepada Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk
menjadi penjala manusia. Pada saat itu, Yesus berada di tepi danau Genesaret
(Galilea) dan banyak orang berkumpul ingin mendengarkan Firman Allah dalam
ajaran Yesus. Di tempat itu ada dua perahu yang baru pulang dari tengah danau
untuk menjala ikan dan para nelayan sedang membersihakan jala mereka. Yesus
memakai salah satu perahu untuk duduk sambil mengajar agar terlihat oleh semua
orang dan tidak terhimpit oleh kerumunan orang. Perahu yang dipakai adalah
perahu Simon. Tentulah para nelayan itu urung membersihkan jala, dan ikut
mendengarkan pengajaran Yesus.
Selesai mengajar, Yesus meminta Simon untuk bertolak ke tempat yang lebih
dalam dan menebarkan jalanya untuk menangkap ikan. Simon menjawab perintah
Yesus dengan mengatakan bahwa mereka telah semalam-malaman menjala namun tidak
mendapatkan apa-apa. Ikan danau naik ke permukaan pada malam hari dan malamlah
kesempatan para nelayan untuk menebarkan jala. Simon dan teman-temannya telah
lama menjadi nelayan. Pengalaman mereka menjala ikan tentu jauh di atas Yesus
yang “hanya” seorang anak tukang kayu. Namun demikian, Simon tidak berani
menolak permintaan Yesus karena telah menyaksikan Yesus yang mengajar banyak
orang. Ada terselip kepercayaan Simon pada perintah Yesus, namun juga ada keraguan
di dalamnya.
Setelah Simon menebarkan jalanya, ternyata banyak ikan yang terperangkap
jalanya sehingga jala itu hampir koyak. Simon kemudian meminta perahu yang lain
untuk membantu mengangkut ikan dari jalanya. Lihat hasilnya, bahwa kedua perahu
itu penuh dengan ikan dan hampir tenggelam. Ini merupakan kejadian luar biasa
karena Yesus menampakkan kekuasaannya. Menurut pikiran dan pengalaman
manusiawi, mustahil menjala ikan di siang hari bisa berhasil. Mustahil pula
Yesus seorang anak tukang kayu lebih hebat dari para nalayan. Namun karena
Yesus adalah Putera Allah, maka tidak ada sesuatu yang mustahil bagi-Nya.
Sikap yang ditampilkan Petrus menjadi pembeda antara yang manusiawi dalam
dirinya dengan yang ilahi dalam diri Yesus. Kepatuhan Simon yang bercampur
keraguan pada perintah Yesus untuk menebarkan jala berganti rasa takjub pada
kekuasaan Yesus. Ketakjuban itulah kemudian berlanjut pada penyadaran diri
Simon yang tak layak di hadapan keilahian. Sama seperti para nabi yang tak
pantas menyaksikan kemuliaan Allah, demikian pula Simon merasa tak pantas
berdiri di hadapan Yesus yang baru saja menunjukkan kekuasaan-Nya.
Sikap ketakjuban Simon, Yakobus dan Yohanes berlanjut pada sikap taat pada
panggilan Yesus untuk mengikuti-Nya. Yesus meneguhkan Simon agar tidak takut
pada-Nya, namun justru Yesus menjanjikan tindakan yang lebih besar lagi, yakni
menjadikannya sebagai penjala manusia. Sesuatu yang tidak mungkin baru saja
dilakukan Yesus dengan menyuruhnya menjala ikan di siang hari. Menjala manusia
adalah ungkapan dan tindakan yang mustahil bagi para nelayan itu. Namun Simon
dan teman-temannya yakin bahwa panggilan dan tugas berikutnya untuk mereka akan
menjadi mungkin karena Yesus yang telah memanggil mereka.
Pada kita saat ini disampaikan pula agar kita terus terpesona pada
keilahian dalam diri Yesus sehingga tiap saat kita bisa menggikuti
panggilan-Nya. Kita ingat Injil Minggu lalu ketika orang banyak di daerah asal
Yesus awalnya terpesona, namun kemudian berubah menjadi kebencian karena Yesus
tidak mau mengabulkan permohonan mereka. Kekaguman dan keterpesonaan para murid
Yesus tidak berubah menjadi kebencian, namun berlanjut pada sikap taat dan ikut
panggilan Yesus. Keterpesonaan pada Yesus dan panggilan menjadi murid merupakan
pengalaman personal namun menghasilkan perutusan yang universal. Kita menjalin
komunikasi pribadi dengan Yesus yang kita imani, dan kita menjalankan perutusan
sebagai murid Kristus dengan mengasihi sesama kita. (R.YKJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar