Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 09 Juli 2016

Minggu Biasa XV, Tahun C



Mengasihi Sesama Manusia

Bacaan Pertama: Ulangan 30:10-14
Musa menegaskan kepada bangsa pilihan agar menepati perintah Tuhan yang tertulis dalam Kitab Taurat. Pelaksanaan perintah Taurat bertujuan merasakan hubungan yang dekat dengan Tuhan. Tuhan senantiasa menyertai orang-orang yang percaya dengan segenap hati dan jiwa. Maka, Allah bukanlah Tuhan yang jauh di atas langit atau di seberang lautan.

Bacaan Kedua: Kolose 1:15-20
Paulus memberikan penjabaran tentang peran Kristus sebagai gambar Allah yang tak kelihatan. Karena bagian dari Allah, maka Kristus lebih utama dari segala ciptaan. Ia mendahului segala sesuatu yang ada di dunia ini karena bersama Bapa ikut dalam penciptaan dunia. Karena kematian Kristus di kayu salib, Ia justru menjadi yang pertama bangkit dari antara orang mati. Kebangkitan-Nya memperdamaikan dan menghubungkan dunia dengan surga, manusia dengan Allah.

Bacaan Injil: Lukas 10:25-37

Bacaan Injil ini memuat penjelasan tentang hukum utama, yakni cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama. Lukas berbeda dalam penjelasan tentang hukum utama ini dari Injil yang lain. Seorang ahli Taurat menguji Yesus dengan pertanyaan tentang cara memperoleh hidup yang kekal. Karena seorang ahli Taurat yang bertanya, maka Yesus memintanya untuk mengatakan yang diperintahkan dalam hukum Taurat. Jawaban ahli Taurat sangat tepat: kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu; dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Jawaban ini dipuji oleh Yesus, dan sebagai ahli Taurat tentulah orang tersebut mampu menjabarkannya dalam hidup sehari-hari.
Ahli Taurat itu sadar bahwa jawabannya justru menyudutkannya sendiri karena ia tidak melaksanakan hukum kasih kepada sesama. Karena niat awal ahli Taurat itu hendak mencobai Yesus, maka ia masih mengejar Yesus dengan pertanyaan kedua: siapakah sesamaku manusia? Yesus kemudian memberi jawab dengan membuat sebuah kisah perumpamaan seorang yang dirampok dalam perjalanan dari Yerusalem ke Yeriko. Perjalanan dari Yerusalem hendak mengungkapkan bahwa seseorang itu adalah orang Yahudi, sedang perjanan menuju Yeriko menggambarkan seseorang itu adalah orang yang cukup kaya. Yeriko merupakan kota yang terletak di lembah sungai Yordan yang subur dan menjadi tempat berkumpul orang-orang kaya. Zakeus menjadi contoh orang kaya yang dijumpai Yesus di kota Yeriko (Lukas 19:1-10).
Jalan dari Yerusalem ke Yeriko berliku dan menurun, jalan yang rawan karena para perampok dengan mudah menghadang mangsanya. Seseorang dalam perumpamaan Yesus dikisahkan dirampok habis-habisan dan ditinggalkan dalam keadaan sekarat di pinggir jalan. Kebetulan ada seorang imam yang melintasi jalan itu, namun melewati dari seberang jalan. Kemungkinan imam yang dikisahkan Yesus sedang menuju Bait Allah di Yerusalem. Hukum Taurat melarang seorang imam memimpin peribadatan ketika ia najis. Darah termasuk membuat seseorang menjadi najis. Seorang imam yang melintasi orang sekarat itu mengabaikan kasih kemanusiaan kepada sesama. Orang kedua yang melintasi jalan itu adalah seorang Lewi.  Ia juga melewati dari seberang jalan. Kaum Lewi juga golongan para imam yang melayani di Bait Allah. Lewi ini dibedakan dari imam tadi karena tidak hendak bertugas memimpin peribadatan. Lewi ini pun melintasi begitu saja karena tidak mau mengotori diri dengan menyentuh darah, atau bahkan mengira orang yang dirampok itu telah mati.
Dua orang terdahulu yang melintas itu jelaslah orang Yahudi sebagai golongan para imam, pemuka agama. Dalam perumpamaan ini, Yesus sengaja hendak membandingkan keduanya dengan orang yang tidak dianggap oleh orang Yahudi, yakni orang Samaria. Menjadi kebiasaan saat itu bahwa orang Yahudi dan Samaria tidak sejalan karena orang Samaria dianggap bukan keturunan murni bangsa pilihan. Dahulu ketika masa pembuangan, orang Samaria tidak ikut dibuang ke Babilonia dan mereka dipaksa menikah dengan orang-orang asing. Orang Samaria yang dinilai tidak memiliki darah murni itu ternyata justru rela menolong orang Yahudi yang sedang sekarat. Ia melakukan perbuatan baik tanpa memperhitungkan hukum najis seperti yang dilakukan orang Yahudi.
Pertolongan yang dilakukan oleh orang Samaria bisa dikatakan total. Ia membersihkan luka-luka orang yang dirampok itu dan membalutnya, menaikkan ke atas keledai tunggangannya untuk dibawa ke penginapan. Ada risiko bagi dirinya ketika sedang merawat luka-luka orang itu dan membawanya ke penginapan ia juga ikut dirampok. Namun ternyata risiko itu ia abaikan. Di penginapan ia masih merawat orang tersebut dan kemudian memberikan dua dinar kepada pemilik penginapan untuk kebutuhan perawatan orang yang dirampok itu. Dua dinar setara dengan upah kerja dua hari. Jumlah yang cukup besar untuk menolong orang yang tidak dikenal.
Sesama bagi orang yang dirampok itu adalah orang Samaria yang peduli padanya. Sedangkan bagi orang Samaria itu, sesama adalah orang membutuhkan pertolongan. Suatu saat kita bisa berada pada posisi orang yang membutuhkan pertolongan dan betapa bahagianya kita ketika kita mendapatkan bantuan dari orang lain. Demikian juga, ketika kita memberikan pertolongan dengan ketulusan hati maka ada rasa bahagia. Kebahagiaan karena bisa menolong orang lain kita rasakan dalam hati dan jiwa sehingga tidak diukur dari besarnya bantuan kita. Bantuan meskipun kecil, namun bila dilakukan dengan keiklasan akan mendatangkan rasa bahagia dari si pemberi dan penerima bantuan itu. Mari kita melihat sesama dan mengasihi dengan ketulusan hati. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar