Jalan Memperoleh Hidup Kekal
Bacaan Pertama: Kitab Kebijaksanaan 7:7-11
Kebijaksanaan hidup merupakan nilai yang paling berharga agar dapat
menjalani hidup dengan bahagia. Kebijaksanaan berasal dari Roh Allah yang harus
dimohon dan diusahakan terus-menerus dalam hidup. Orang yang hidup bijaksana
lebih bahagia daripada orang yang hidup berlimpah harta benda namun tidak
memiliki kebijaksanaan hidup.
Bacaan Kedua: Surat kepada Orang Ibrani 4: 12-13
Sabda Allah digambarkan tajam bagaikan pedang bermata dua. Sabda Allah
bekerja dalam diri manusia dan menembus hati manusia lewat cara apapun. Di
hadapan Sabda Allah, manusia tidak dapat menyembunyikan diri. Bahkan Sabda
Allah dapat mengetahui pikiran dan hati kita. Terhadap Sabda Allah itu, kita
harus membuka telinga dan mata hati kita.
Bacaan Injil: Markus 10:17-30
Bacaan Injil ini mengisahkan seseorang yang menjumpai Yesus untuk bertanya
tentang cara memperoleh hidup yang kekal. Dari dialog Yesus dengan orang
tersebut dan diikuti sikap orang tersebut setelah mendengarkan ajaran Yesus
mengungkapkan betapa susahnya untuk mendapatkan kehidupan kekal. Yesus pada
bagian akhir bacaan ini menjelaskan kepada para murid tentang upah mengikuti
Yesus.
Seseorang berlari mendapatkan Yesus dan sambil berlutut bertanya apa yang
harus ia perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal. Orang, yang kemudian
diketahui kaya ini, memang sungguh tulus bertanya kepada Yesus. Ia tidak sama
seperti orang Farisi yang mencobai Yesus dengan pertanyaan tentang perceraian
(Mrk. 10:2). Orang kaya ini beranggapan bahwa kehidupan kekal diperoleh
berdasarkan sesuatu yang diperbuat oleh manusia. Yesus kemudian memberi titik
tekan pada sebutan orang tersebut kepada Yesus “Guru yang baik”. Yesus
mengungkapkan identitas keilahian-Nya dalam pernyataan tidak langsung: “Mengapa
engkau katakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain Allah saja”. Dengan
kata lain, Yesus hendak menegaskan bahwa memang Yesus adalah baik karena Ia
adalah Putera Allah. Kebaikan dalam diri Allah adalah kekal, sementara kebaikan
dalam diri manusia masih diwarnai banyak motivasi dan pertimbangan. Hal ini
akan tampak dalam sikap orang kaya tersebut kemudian.
Yesus kemudian mengungkapkan sebagian dari sepuluh perintah Allah, yakni
pada hukum relasi antar-manusia. Orang yang kaya tadi mengungkapkan bahwa semua
itu telah ia lakukan sejak masa mudanya. Orang kaya tadi tampak tidak berbohong
atau jujur dalam jawabannya. Namun demikian, maksud dan makna terdalam dari
hukum itu belumlah ditangkap dengan baik. Ketaatannya terhadap Hukum Taurat
hanyalah secara lahiriah, sekadar melaksanakan hukum dan sama seperti yang
dilakukan ahli Taurat dan orang Farisi.
Atas orang tersebut, Yesus memandang dia dan menaruh kasih padanya. Yesus
berbelas kasih pada orang kaya tersebut yang dengan jujur hendak mencari hidup
kekal, namun hatinya masih terikat pada harta kekayaannya. Yesus meminta orang
tersebut menjual hartanya dan memberikan kepada orang miskin lalu mengikuti
Yesus. Uang dan harta dapat membeli sesaga sesuatu yang bersifat duniawi, namun
tidak akan bisa membeli surga. Hati manusialah yang bisa mendapatkan surga. Kerelaan
untuk membantu dan menolong sesama akan lebih memenangkan hati karena
keiklasan, daripada bantuan yang berlimpah namun tanpa keiklasan hati dalam
memberi. Sikap orang tadi menjadi cerminan bahwa harta seringkali menghambat
hati untuk mengasihi sesama. “Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa lalu
pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya”.
Kepada para murid, Yesus kemudian memberikan pengajaran secara khusus.
Kerajaan Allah sulit dimasuki oleh orang-orang yang masih terikat oleh harta
benda, namun bukan berarti tidak mungkin dimasuki. Apa yang dipikirkan tidak
mungkin oleh manusia, namun bagi Allah tetaplah mungkin bagi Allah. Perumpamaan
tentang unta yang memasuki lubang jarum menjadi penegasan ungkapan Yesus ini. Kerajaan
Allah adalah kerajaan rohani yang beranggotakan orang-orang yang dilahirkan
kembali karena percaya kepada Kristus. Segala keterikatan harus dilepaskan
untuk menyandang sebutan sebagai anak-anak Allah. Harta kekayaan dipandang
banyak orang sebagai sesuatu yang harus diupayakan dan sulit untuk dilepaskan.
Sebenarnya kekayaan itu bukan hanya pada harta benda, namun juga apa yang kita
miliki dalam diri kita misalnya segala bakat dan kemampuan kita. Kita tidak
boleh terikat pada hal-hal tersebut dan harus mau berbagi pada sesama dari segala
kekayaan yang kita miliki.
Yesus kemudian meyakinkan para murid-Nya bahwa mereka yang mengikuti Yesus
dengan meninggalkan segala-galanya, termasuk keluarganya, mereka akan
mendapatkan seratus kali lipat dan mereka ini akan mendapatkan hidup yang kekal.
Orang-orang yang membaktikan diri menjadi pengikut Kristus memang mendapatkan
keluarga Kerajaan Allah di dunia ini, memiliki banyak suadara-saudari seiman
dan kelak ada kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus. Hati manusia menjadi dasar
dalam bersikap terhadap Tuhan dan sesama. Mengikuti Yesus dengan hati yang
jujur dan tulus pastilah akan disertai dengan perbuatan kasih terhadap sesama,
perbuatan kebaikan yang jujur dan tulus pula tanpa mengharap pamrih. (R.YKJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar