Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 17 Oktober 2015

Minggu Biasa XXIX, Tahun B



Pelayanan adalah Jalan Kemuliaan


Bacaan Pertama: Yesaya 53: 10-11
Hamba Allah dalam Perjanjian Lama adalah orang yang dipilih Allah sebagai nabi. Seorang hamba Allah akan disertai dan dilindungi Allah dalam tugas perutusan pada bangsa pilihan Allah. Namun dalam Yesaya ini, akan ada Hamba Allah yang menderita demi silih terhadap manusia. Kerelaan Hamba Allah yang menderita ini justru akan mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi manusia.

Bacaan Kedua: Ibrani 4:14-16
Yesus Kristus adalah Imam Agung, bukan karena jabatan imam sebagai keturunan kaum Lewi, namun karena martabat keilahian sebagai Putera Allah. Yesus sebagai Imam Agung bukan sekedar duduk di takhta sebagai pemimpin, namun Ia justru turun dari takhta kemuliaan Allah utuk hadir ke dunia. Yesus Kristus bukan hanya menguduskan dunia, namun juga merasakan segala keprihatinan dan penderitaan manusia. Ia menjadi manusia dan merasakan segala rasa yang dialami manusia, kecuali dalam hal dosa. Yesus sebagai Imam Agung sudi datang ke dunia, maka hal ini menjadi jalan terbuka bagi kita untuk sampai pada kemuliaan Allah dalam diri Yesus Kristus agar menerima rahmat Allah.

Bacaan Injil: Markus 10: 35-45

Injil ini berisi pengajaran tentang sikap pelayanan yang bermula dari permohonan Yakobus dan Yohanes untuk duduk dalam kemuliaan Yesus kelak. Dalam Injil Matius, permohonan itu diungkapkan oleh Ibu mereka. Permohonan ini bersifat egois demi kepentingan dua bersaudara ini. Dua murid ini mengungkapkan permohonan mereka setelah Yesus mengatakan kembali bagaimana Ia akan mati dan bangkit dalam kemuliaan (Mrk. 10:32-34).
Permohonan duduk di sebelah kanan dan kiri dalam kemuliaan Yesus berarti memohon posisi terpenting pertama dan kedua setelah Yesus. Hal ini tidak terlepas dari konsep kerajaan Mesianis yang dipahami kedua murid itu. Belum ada pemahaman benar dalam diri para murid tentang kemuliaan Yesus dalam kerajaan Mesianis yang hendak dicapai oleh Yesus. Dalam perkataan Yesus tampak bahwa para murid tidak memahami hal yang mereka minta.
Yesus kemudian bertanya dalam perumpamaan tentang kesanggupan mereka untuk minum dari cawan yang harus diminum Yesus dan dibaptis dengan baptisan yang hendak diterima Yesus. Cawan yang dimaksud Yesus adalah cawan penderitaan (bdk. Mrk 14:36) dan baptisan dimaksudkan sebagai penderitaan dan kematian Yesus (bdk. Luk 12:50). Karena pertanyaan Yesus diungkapkan dengan perumpamaan, maka kedua murid itu segera menjawab “kami sanggup”. Kesanggupan ini belumlah disertai dengan pemahaman penuh akan penderitaan dan kematian mereka sebagai murid Kristus.
Yesus kemudian menegaskan bahwa mereka memang akan mengalami penderitaan dan kematian. Sebagaimana dikisahkan dalam tradisi, Yakobus yang pertama mengalami kemartiran sesudah peristiwa kebangkitan Yesus. Demikian juga Yohanes juga mengalami kemartiran karena pewartaan kebangkitan Yesus. Namun demikian Yesus mengatakan Ia tidak berhak menentukan siapa yang duduk dalam kemuliaan-Nya kelak. Tempat kehormatan dalam kemuliaan Allah bukanlah sebagai hadiah bagi orang-orang yang merasa dekat dengan Yesus. Tempat “itu akan diberikan kepada orang-orang yang baginya telah disediakan”. Maksudanya adalah tempat dalam kemuliaan Allah akan diberikan kepada mereka yang terbukti setia dalam hidup panggilan sebagai pelayan Allah.
Kemarahan para murid terhadap Yakobus dan Yahones menjadi pintu masuk bagi Yesus untuk menjelaskan perbedaan mendasar antara kerajaan Allah dengan kerajaan dunia ini. Pemerintahan kerajaan dunia memerintah dengan keras demi kekuasaan yang bisa dihadiahkan kepada orang-orang dekat. Namun tidak demikian dengan kerajaan Allah. Dalam kerajaan Allah, posisi terbesar ada pada orang-orang yang bersedia menjadi pelayan dan hamba bagi semua orang. Yesus sebagai Mesias datang untuk melayani, menjadi hamba semua orang dan bahkan rela memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang.
Kita mengaku diri sebagai murid-murid Kristus. Kristus sendiri adalah hamba yang menderita demi keselamatan manusia, maka kita sebagai murid-Nya juga harus rela menjadi hamba bagi keselamatan sesama, menjadi pelayan cinta kasih Allah bagi manusia. Kerelaan untuk melayani harus meninggalkan egoisme diri sehingga menempatkan orang lain sebagai yang utama dalam pelayanan kita. Mari kita awali dari keluarga kita masing-masing untuk sanggup menjadi pelayan bagi sesama. (R. YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar