Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 04 Juni 2016

Minggu Biasa X, Tahun C



Hai Pemuda, Bangkitlah!

Bacaan Pertama: 1 Raja-raja 17:17-24
Elia membangkitkan janda di Sarfat padahal daerah itu asing bagi bangsa pilihan. Tindakan Nabi Elia ini menunjukkan bahwa Allah perjanjian memberikan berkat dan pertolongan bukan hanya kepada bangsa pilihan, namun kepada siapa saja yang berkenan kepada-Nya. Kemuliaan Allah nyata dalam tindakan Elia sebagai abdi Allah.

Bacaan Kedua: Galatia 1:11-19
Paulus meringkaskan panggilannya sebagai murid Yesus yang dahulu tidak dipercayainya. Paulus hendak meyakinkan jemaat di Galatia bahwa keselamatan Allah melampaui apapun yang ada pada diri manusia. Meskipun dahulu Paulus mengejar dan menganiaya murid Yesus, namun Yesus berkenan memakainya sebagai pewarta bagi jalan keselamatan Allah itu.

Bacaan Injil: Lukas 7:11-17

Bagian Injil Lukas ini mengisahkan tentang Yesus yang membangkitkan seorang pemuda di Nain. Nain adalah kota di daerah Galilea yang berdekatan dengan Kapernaum, tempat Yesus menyembuhkan hamba seorang perwira. Sampai pada bab 7 ini, Lukas telah menceritakan pangajaran dan mukjizat yang dikerjakan Yesus. Bagian-bagian ini nantinya menjadi tanggapan Yesus atas pertanyaan Yohanes Pembaptis: “Engkaukah yang akan datang itu atau kami harus menantikan seorang lain?” (7:20). Tanggapan Yesus adalah: “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan dengar: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (7:22).
Kisah Yesus membangkitkan pemuda di Nain ini seolah terjadi secara kebetulan, kebetulan Yesus bertemu dengan rombongan yang mengusung jenazah. Namun dalam kisah ini, Yesus justru menunjukkan belas kasih Allah dan daya ilahi yang ada pada-Nya. Yesus yang mengambil inisiatif untuk membangkitkan pemuda itu, meskipun ibunya tidak memintanya. Tanpa mengenal pemuda yang meninggal itu sebelumnya, Yesus telah mengetahui bahwa pemuda itu merupakan anak tunggal dari seorang ibu yang sudah menjanda.
Dalam masyarakat seputar Yesus saat itu, status janda menjadi warga kelas dua apalagi tidak ada penjamin hidup, yakni anak. Seorang janda tidak banyak mendapat tempat dalam masyarakat dan hidup keagamaan, sehingga menjadi orang yang tersingkir dalam banyak aspek kehidupan. Situasi inilah yang dilihat oleh Yesus dalam kisah kebangkitan ini.
Pemuda yang meninggal itu adalah tumpuan hidup dan harapan bagi ibunya yang telah menjanda. Kehilangan anak tunggalnya, sama saja ibu itu kehilangan seluruh harapan hidupnya. Yesus mengetahui situasi berat yang dihadapi oleh ibu itu sehingga tanpa diminta pun Yesus segera tergerak hatinya oleh belas kasihan. Sebagai Putera Allah, Yesus mengetahui semua ini dan Ia mengambil inisiatif untuk memberi pertolongan kepada ibu itu dengan membangkitkan anak tunggalnya. Tanpa banyak nasihat, Yesus hanya berkata kepada ibu itu “Jangan menangis!”
Dengan cara terang-terangan, sekaligus menakjubkan, Yesus mendekati dan menyentuh usungan jenazah itu. “Hai pemuda, Aku berkata kepadamu: Bangkitlah!” Kalimat singkat ini ternyata berdaya ilahi yang menghidupkan karena dengan segera pemuda itu bangun, duduk dan mulai berbicara. Sabda Yesus menghidupkan dan hal ini menjadi salah satu bukti bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan oleh banyak orang.
Menyaksikan mukjizat kebangkitan itu, orang banyak menjadi ketakutan. Rasa takut itu bukan seperti melihat hantu orang mati, namun rasa tunduk dan kagum di hadapan kekuasaan Allah yang baru saja diperlihatkan oleh Yesus. Rasa itu diteguhkan dengan tindakan orang banyak yang memuliakan Allah sambil berkata bahwa seorang nabi besar telah datang dan juga berkata Allah telah mengunjungi umat-Nya.
Yesus tidak menginginkan keputus-asaan yang justru mematikan gairah hidup dan iman kita. Keluh kesah kita dalam perjuangan hidup sebenarnya telah diketahui oleh Allah dan kita cukup dengan berserah diri pada daya penyertaan ilahi dalam diri Yesus. “Jangan menangis!” menjadi teguran bagi kita agar tidak berputus asa dalam menjalani persoalan hidup dan iman. Keputus-asaan hanya akan menumpulkan daya hidup dan kreativitas kita. Sedangkan pengharapan akan mendatangkan semangat dan usaha untuk dapat mengatasi aneka persoalan hidup ini.
Seruan “Bangkitlah!” yang diucapkan Yesus juga disampaikan kepada kita. Kita diminta bangkit dari keterpurukan, dari kematian semangat hidup dan iman, dari rasa rendah diri, dari keputus-asaan dan dari dosa-kelemahan kita. Tak perlu menunggu mati untuk dibangkitkan karena setiap waktu kita butuh bangkit dari “kematian-kematian” kecil dalam hidup kita. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar