Pertobatan dan Iman yang
Menyelamatkan
Bacaan Pertama: 2 Samuel 12:7-10.13
Nabi Natan menegur Daud karena telah mengambil istri Uria menjadi
istrinya. Natan sebelumnya menceritakan tentang seseorang yang memiliki satu
domba dan dirampas tetangganya. Daud bereaksi secara keras terhadap cerita
Natan, padahal ia sedang menghakimi dirinya sendiri atas tindakannya mengambil
istri Uria setelah mengupayakan Uria tewas di medan perang. Daud kemudian
mengakui telah berdosa kepada Tuhan.
Bacaan Kedua: Galatia 2:16.19-21
Paulus menegaskan bahwa manusia diselamatkan karena iman, bukan karena
hukum. Kristus datang ke dunia membawa keselamatan, bukan membawa hukum yang
membebani. Semua orang sama di hadapan Kristus, baik yang mengenal hukum Taurat
maupun tidak. Hidup, kematian dan kebangkitan Kristus membuka kesempatan bagi
manusia untuk hidup dalam kasih karunia sebagai anak-anak Allah.
Bacaan Injil: Lukas 7:36 – 8:3
Bacaan Injil Lukas memuat kisah pengurapan kaki Yesus. Kisah ini hanya
dimiliki Lukas dengan penekanan bahwa Yesus mengajar bukan hanya dengan nesihat
dan perumpamaan, namun dengan tindakan aktif yang menggambarkan sifat pelayanan
Yesus bagi keselamatan manusia. Seorang Farisi mengundang Yesus makan di
rumahnya dan datanglah seorang perempuan yang dikenal berdosa membasahi kaki
Yesus dengan air matanya, menyeka dengan rambutnya dan meminyaki dengan minyak
wangi. Orang Farisi yang mengundang makan Yesus menggerutu dalam hati tentang
tindakan itu. Yesus mengetahui situasi demikian dan mengungkapkan perumpamaan
tentang penghapusan hutang lima ratus dinar dan lima puluh dinar.
Orang Farisi yang mengundang makan Yesus mungkin saja memiliki motivasi
dalam undangannya itu, namun tidak dikatakan secara terang dalam Injil. Simon,
orang Farisi itu, juga tidak terang-terangan menentang sikap Yesus yang
menerima pembasuhan kaki oleh perempuan yang dinilai berdosa itu. Perempuan
yang terkenal berdosa itu tentu mengganggu Simon yang merasa sebagai orang
terhormat. Belum lagi minyak wangi dalam buli-buli pualam yang mahal milik
perempuan itu diduga hasil dari perbuatan dosanya. Menurut pandangan saat itu,
seorang nabi tidak layak berbicara dengan perempuan di depan umum, apalagi
perempuan yang dikenal berdosa. Simon mengharapkan Yesus menolak perlakuan
perempuan itu.
“Perempuan itu berdiri di belakang Yesus, dekat kaki-Nya, lalu membasahi
kaki-Nya dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya.” Tradisi makan
pada waktu itu memang dilakukan mirip lesehan dengan balai-balai dan meja yang
pendek. Perjamuan dilakukan dengan setengah berbaring, bertumpu pada siku
tangan kiri dan kaki mengarah ke belakang. Mudah bagi perempuan itu untuk
bersujud di belakang Yesus dan mengurapi kaki-Nya.
Atas kegundahan Simon, orang Farisi itu, Yesus menegaskan dalam
perumpamaan bahwa dosa yang diampuni seperti hutang yang dihapuskan. Semakin
besar hutang yang dihapus tentu saja semakin besar kegembiraan yang dirasakan.
Demikian juga yang dialami oleh perempuan yang dikenal berdosa itu. Perempuan
itu membasuh kaki Yesus dengan air matanya. Air mata sebagai lambang kesedihan
mendalam sekaligus ungkapan kasih yang tulus kepada Yesus. Ada rasa penyesalan,
kepasrahan dan persembahan diri yang tak pantas. Hal ini diperkuat dengan
tindakan menyeka kaki Yesus dengan rambut. Rambut adalah mahkota bagi
perempuan, simbol martabat dan kebanggaan diri. Simbol itu diserahkan pada kaki
Yesus layaknya kain bekas untuk melap kaki.
Ungkapan penyesalan dan pertobatan perempuan itu juga termuat dalam
tindakan meminyaki kaki Yesus. Buli-buli pualam terbuat dari batu tembus cahaya
yang mahal harganya, tentu minyak wangi di dalamnya juga berharga mahal. Minyak
wangi itu selama ini digunakan untuk memburati tubuh perempuan itu dan kini
dipakai untuk memburati kaki Yesus. Kebanggaan dan pesona diri perempuan itu
kini diletakkan pada kaki Yesus yang menggambarkan betapa dirinya tidak berarti
di hadapan Yesus.
Yesus mengampuni dosa perempuan yang telah mengurapi kaki-Nya itu. Yesus
sebagai Putera Allah memiliki kuasa untuk mengampuni dosa, terutama karena
melihat rasa sesal dan tobat yang dimiliki perempuan itu. Rasa sesal dan tobat
perempuan itu timbul karena imannya sehingga Yesus mengatakan “Imanmu telah
menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” Pergi dengan selamat berarti
melanjutkan hidup dalam keadaan baru karena pengampunan Yesus dan diutus untuk
mewartakan imannya yang telah menyelamatkannya.
Kita senantiasa butuh pengampunan Yesus karena kesalahan dan dosa kita.
Sikap seperti perempuan itulah yang berkenan kepada Yesus. Kita yang lemah ini
selayaknya datang dan bersimpuh di kaki Yesus, dan mempersembahkan seluruh diri
kita dalam segala kekurangan dan kelebihan kita. Persembahan diri ini yang
berkenan pada-Nya dan akan menjadi berkat bagi hidup kita untuk siap diutus
mewartakan keselamatan Allah yang telah kita rasakan. Penyesalan dan pertobatan
butuh perwujudan dalam hidup sehari-hari dengan perubahan prilaku dan sikap
hidup. Kita hindarkan dalam diri kita sikap orang Farisi yang angkuh, merasa
diri benar dan menilai orang lain dari sisi negatif. (R.YKJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar