Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 07 November 2015

Minggu Biasa XXXII, Tahun B



Persembahan Janda Miskin

Bacaan Pertama: 1 Raja-raja 17: 10-16
Seorang janda di Sarfat berkesusahan dalam kebutuhan makan bagi dirinya dan anaknya. Persediaan tepung dan minyak tinggal sedikit saja sehingga tidak akan mungkin cukup untuk kebutuhan dua hari, apalagi kalau harus membaginya untuk Elia. Namun demikian, Elia yang sebelumnya minta minum tetap saja meminta janda itu membuat roti untuknya karena Allah akan memberi rahmat sehingga tepung dan minyak tidak akan habis. Janda itu memiliki iman yang besar sehingga rela memberikan roti dari kebutuhan makan keluarganya kepada Elia dengan keyakinan rahmat Allah.

Bacaan Kedua: Ibrani 9:24-29
Yesus Kristus adalah Imam Agung yang mempersembahkan kurban satu kali untuk selama-lamanya karena Ia mengurbankan diri-Nya sendiri. Lewat penderitaan dan kematian-Nya, Yesus mengurbankan tubuh dan darahnya sebagai kurban penghapus dosa manusia. Ia akan menyatakan diri-Nya lagi untuk menganugerahkan rahmat keselamatan bagi orang-orang yang percaya dan menantikan Yesus.

Bacaan Injil: Markus 12:38-44

Injil Markus ini mulai mengisahkan keberadaan Yesus di Yerusalem sebagai pusat keagamaan Yahudi. Yesus mengajar murid-murid-Nya dengan melihat langsung praktik keagamaan pada waktu itu, terutama berkenaan dengan kehidupan seputar Bait Allah. Dua tema berbeda disajikan dalam bacaan Injil kali ini, yaitu tentang sikap ahli Taurat dan persembahan janda miskin.
Ahli Taurat adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang Kitab Suci dan memiliki hak/kuasa untuk mengajarkan Kitab Suci. Kuasa mengajar ini menjadikan para ahli Taurat sebagai bagian dari pemuka agama yang mengajar di sekitar Bait Allah. Para ahli Taurat punya kewenangan khusus sebagai pemuka agama dan baju mereka pun dibuat khusus sebagai lambang kuasa mengajar.
Yesus mengkritik ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, suka duduk di tempat terhormat dalam rumah ibadat dan tempat terhormat dalam perjamuan. Jubah panjang adalah jubah yang terjuntai panjang ke belakang yang biasa dipakai oleh orang-orang kaya atau pejabat. Barangkali jubah para ahli Taurat telah dimodifikasi dengan bahan yang mahal dan dipakai dalam aktivitas keseharian. Jubah yang panjang ini hendak menegaskan bahwa ahli Taurat adalah bagian dari pejabat yang layak dihormati di manapun. Mereka juga suka dihormati dengan duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan dalam perjamuan. Mereka ingin selalu terpandang meskipun mereka bukanlah pemimpin ibadat dan pemimpin perjamuan. Sikap sombong dan “gila hormat” inilah yang dikritik oleh Yesus.
Ahli Taurat juga bersikap munafik dalam hidup mereka. Mereka mengajarkan tentang Hukum Taurat dan nilai-nilai keagamaan, namun mereka tidak menjalankannya dengan jujur. Para ahli Taurat tidak berusaha melindungi para janda, namun justru mencaplok harta para janda demi memperkaya diri sendiri. Dengan mendatangi para janda dan berdoa bagi mereka dengan doa yang panjang-panjang, para ahli Taurat “memaksa” para janda untuk memberikan persembahan lebih dari kemampuannya. Gaya hidup sebagai pejabat dengan jubah panjang ternyata menjadi sebab pemerasan terselubung yang dilakukan para ahli Taurat. Sifat sombong, munafik dan tindakan pemerasan terselubung ini tentu adalah kejahatan yang pasti akan mendapat hukumannya dari Allah.
Pengajaran Yesus berikutnya berkaitan dengan persembahan seorang janda di Bait Allah. Di pelataran Bait Allah disediakan peti untuk persembahan. Di sinilah Yesus sedang duduk sambil mengamati orang-orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Seorang janda miskin mempersembahkan uang dua peser. Pakaian dan sikap perempuan itu pastilah menandakan statusnya sebagai janda miskin dan Yesus dapat melihat dengan jelas uang dua peser yang dimasukkan oleh perempuan itu.
Peser adalah mata uang koin terkecil dalam masyarakat Yahudi waktu itu yang terbuat dari perunggu. 1 peser senilai ¼ kuadrantes, 1 kuadrantes senilai 1/10 dinar. Apabila 1 dinar adalah upah buruh sehari dan sekarang senilai Rp 50.000,- maka 1 kuadrantes sama dengan Rp 5.000,- dan 1 peser sama dengan Rp. 1.250,-. Janda tadi memasukkan dua peser sehingga bila dirupiahkan saat ini senilai Rp. 2.500,- uang yang relatif kecil, namun bagi orang miskin sangat berguna bagi kebutuhan sehari.
Yesus justru menghargai persembahan janda miskin yang secara nominal kecil, namun justru mempersembahkan seluruh nafkahnya. Pastilah tidak ada kesombongan dalam diri janda miskin tadi karena secara nominal hampir tidak ada harganya. Namun, pasti ada kebanggaan ketika seorang janda miskin bisa ikut memasukkan uang hasil jerih payahnya ke dalam kotak persembahan. Janda miskin ini mempertaruhkan hidupnya dengan rela memasukkan uang yang ia miliki ke peti persembahan. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang memiliki banyak uang karena hanya sebagian kecil yang mereka masukkan ke dalam peti persembahan.
“Jubah panjang” bagi kita bisa berarti gaya hidup berlebihan yang menjadi obsesi sehingga membuat kita menutup mata terhadap sesama, berlaku tidak adil, curang dan menindas orang lain. Segala yang kita miliki adalah buah usaha kita, namun tetaplah bergantung dari rahmat Allah. Kekayaan yang kita miliki, entah banyak atau sedikit, harusnya kita syukuri dan kita persembahkan kepada Allah, serta untuk membantu sesama. Kekayaan itu bukan hanya harta benda, namun juga kepandaian, bakat, keterampilan, dan aneka kelebihan kita. Mari kita persembahkan yang kita miliki kepada Allah, berbagi kepada sesama, dan berlaku baik dengan rendah hati dan adil kepada sesama. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar