Persembahan Janda Miskin
Bacaan Pertama: 1 Raja-raja 17: 10-16
Seorang janda di Sarfat berkesusahan dalam kebutuhan makan bagi dirinya
dan anaknya. Persediaan tepung dan minyak tinggal sedikit saja sehingga tidak
akan mungkin cukup untuk kebutuhan dua hari, apalagi kalau harus membaginya
untuk Elia. Namun demikian, Elia yang sebelumnya minta minum tetap saja meminta
janda itu membuat roti untuknya karena Allah akan memberi rahmat sehingga
tepung dan minyak tidak akan habis. Janda itu memiliki iman yang besar sehingga
rela memberikan roti dari kebutuhan makan keluarganya kepada Elia dengan
keyakinan rahmat Allah.
Bacaan Kedua: Ibrani 9:24-29
Yesus Kristus adalah Imam Agung yang mempersembahkan kurban satu kali
untuk selama-lamanya karena Ia mengurbankan diri-Nya sendiri. Lewat penderitaan
dan kematian-Nya, Yesus mengurbankan tubuh dan darahnya sebagai kurban
penghapus dosa manusia. Ia akan menyatakan diri-Nya lagi untuk menganugerahkan
rahmat keselamatan bagi orang-orang yang percaya dan menantikan Yesus.
Bacaan Injil: Markus 12:38-44
Injil Markus ini mulai mengisahkan keberadaan Yesus di Yerusalem sebagai
pusat keagamaan Yahudi. Yesus mengajar murid-murid-Nya dengan melihat langsung
praktik keagamaan pada waktu itu, terutama berkenaan dengan kehidupan seputar
Bait Allah. Dua tema berbeda disajikan dalam bacaan Injil kali ini, yaitu
tentang sikap ahli Taurat dan persembahan janda miskin.
Ahli Taurat adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang
Kitab Suci dan memiliki hak/kuasa untuk mengajarkan Kitab Suci. Kuasa mengajar
ini menjadikan para ahli Taurat sebagai bagian dari pemuka agama yang mengajar
di sekitar Bait Allah. Para ahli Taurat punya kewenangan khusus sebagai pemuka
agama dan baju mereka pun dibuat khusus sebagai lambang kuasa mengajar.
Yesus mengkritik ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah
panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, suka duduk di tempat terhormat
dalam rumah ibadat dan tempat terhormat dalam perjamuan. Jubah panjang adalah
jubah yang terjuntai panjang ke belakang yang biasa dipakai oleh orang-orang
kaya atau pejabat. Barangkali jubah para ahli Taurat telah dimodifikasi dengan
bahan yang mahal dan dipakai dalam aktivitas keseharian. Jubah yang panjang ini
hendak menegaskan bahwa ahli Taurat adalah bagian dari pejabat yang layak
dihormati di manapun. Mereka juga suka dihormati dengan duduk di tempat
terdepan di rumah ibadat dan dalam perjamuan. Mereka ingin selalu terpandang
meskipun mereka bukanlah pemimpin ibadat dan pemimpin perjamuan. Sikap sombong
dan “gila hormat” inilah yang dikritik oleh Yesus.
Ahli Taurat juga bersikap munafik dalam hidup mereka. Mereka mengajarkan
tentang Hukum Taurat dan nilai-nilai keagamaan, namun mereka tidak menjalankannya
dengan jujur. Para ahli Taurat tidak berusaha melindungi para janda, namun
justru mencaplok harta para janda demi memperkaya diri sendiri. Dengan
mendatangi para janda dan berdoa bagi mereka dengan doa yang panjang-panjang,
para ahli Taurat “memaksa” para janda untuk memberikan persembahan lebih dari
kemampuannya. Gaya hidup sebagai pejabat dengan jubah panjang ternyata menjadi
sebab pemerasan terselubung yang dilakukan para ahli Taurat. Sifat sombong,
munafik dan tindakan pemerasan terselubung ini tentu adalah kejahatan yang
pasti akan mendapat hukumannya dari Allah.
Pengajaran Yesus berikutnya berkaitan dengan persembahan seorang janda di
Bait Allah. Di pelataran Bait Allah disediakan peti untuk persembahan. Di
sinilah Yesus sedang duduk sambil mengamati orang-orang yang memasukkan uang ke
dalam peti persembahan. Seorang janda miskin mempersembahkan uang dua peser.
Pakaian dan sikap perempuan itu pastilah menandakan statusnya sebagai janda
miskin dan Yesus dapat melihat dengan jelas uang dua peser yang dimasukkan oleh
perempuan itu.
Peser adalah mata uang koin terkecil dalam masyarakat Yahudi waktu itu
yang terbuat dari perunggu. 1 peser senilai ¼ kuadrantes, 1 kuadrantes senilai
1/10 dinar. Apabila 1 dinar adalah upah buruh sehari dan sekarang senilai Rp
50.000,- maka 1 kuadrantes sama dengan Rp 5.000,- dan 1 peser sama dengan Rp.
1.250,-. Janda tadi memasukkan dua peser sehingga bila dirupiahkan saat ini
senilai Rp. 2.500,- uang yang relatif kecil, namun bagi orang miskin sangat
berguna bagi kebutuhan sehari.
Yesus justru menghargai persembahan janda miskin yang secara nominal
kecil, namun justru mempersembahkan seluruh nafkahnya. Pastilah tidak ada
kesombongan dalam diri janda miskin tadi karena secara nominal hampir tidak ada
harganya. Namun, pasti ada kebanggaan ketika seorang janda miskin bisa ikut
memasukkan uang hasil jerih payahnya ke dalam kotak persembahan. Janda miskin
ini mempertaruhkan hidupnya dengan rela memasukkan uang yang ia miliki ke peti
persembahan. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang memiliki banyak uang
karena hanya sebagian kecil yang mereka masukkan ke dalam peti persembahan.
“Jubah panjang” bagi kita bisa berarti gaya hidup berlebihan yang menjadi
obsesi sehingga membuat kita menutup mata terhadap sesama, berlaku tidak adil,
curang dan menindas orang lain. Segala yang kita miliki adalah buah usaha kita,
namun tetaplah bergantung dari rahmat Allah. Kekayaan yang kita miliki, entah
banyak atau sedikit, harusnya kita syukuri dan kita persembahkan kepada Allah,
serta untuk membantu sesama. Kekayaan itu bukan hanya harta benda, namun juga
kepandaian, bakat, keterampilan, dan aneka kelebihan kita. Mari kita
persembahkan yang kita miliki kepada Allah, berbagi kepada sesama, dan berlaku
baik dengan rendah hati dan adil kepada sesama. (R.YKJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar