Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Kamis, 02 April 2015

Kamis Putih


Hendaklah Kamu saling membasuh kaki!

Bacaan Pertama: Kel. 12: 1-8.11-14
Perayaan Paskah mulanya adalah persembahan anak domba sebagai syukur pesta panen. Perayaan ini mengalami pergeseran makna menjadi kenangan akan pembebasan bangsa pilihan dari perbudakan Firaun. Dalam Perjanjian Baru, paskah mendapat makna baru dalam kebangkitan Kristus.

Bacaan Kedua: 1Kor. 11:23-26
Paulus menghayati Ekaristi sebagai paskah, kurban Kristus sebagai Anak Domba Allah yang menyerahkan diri untuk keselamatan manusia. Paulus menasihati agar dilakukan perjamuan Ekaristi seperti yang telah dilakukan Yesus untuk mewartakan keselamatan dalam kurban Kristus.

Bacaan Injil: Yoh. 13:1-15

Sebelum perayaan Paskah dimulai, Yesus mengadakan perjamuan bersama murid-murid-Nya. Pada kesempatan ini, semakin diperlihatkan sikap Yesus yang pasrah menyerahkan diri pada kehendak Bapa. Sementara sikap Yudas Iskariot semakin hanyut dalam bisikan iblis untuk menghianati Gurunya.
Yesus menyadari bahwa Ia hendak beralih dari dunia ini. Yesus yang berasal dari kemuliaan Allah hendak kembali dalam kemuliaan itu. Pentinglah bagi Yesus agar wejangan di akhir kebersamaan-Nya dengan para murid sungguh diperhatikan dan dilaksanakan oleh para murid. Nasihat-nasihat khusus hendak Ia diberikan kepada para murid, dan begitu penting wejangan-wejangan itu maka Yesus mendahului dengan tindakan nyata. Dua hal penting yang dikerjakan Yesus untuk para murid sebelum kesengsaraan-Nya, yakni pembasuhan kaki para murid dan pendirian Ekaristi. Pada bacaan ini ditampilkan kisah tentang Yesus yang membasuh kaki para murid sebagai teladan saling melayani.
Tradisi pada masa itu, seorang budaklah yang harus membasuh kaki tuannya atau para tamu yang hendak naik ke dalam rumah sebelum mengadakan suatu jamuan. Seorang budak tanpa jubah bertugas membasuh dan menyeka kaki orang yang dilayaninya. Tindakan ini dibuat sebenarnya sebelum seseorang yang dihormati itu masuk ke dalam rumah. Ingat tentang tempayan yang berisi air dan kemudian Yesus mengubah air menjadi anggur pada peristiwa perjamuan nikah di kana (Yoh. 2:6). Tempayan-tempayan itu dipakai untuk tradisi pembasuhan kaki.
Sebelum Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya, Ia menanggalkan jubahnya, memakai kain lenan dan manuangkan air dalam sebuah basi. Tindakan Yesus dalam persiapan pembasuhan kaki ini pastilah memakan waktu beberapa saat. Pada kesempatan waktu ini pastilah para murid telah tahu bahwa Yesus hendak membasuh kaki para murid. Namun demikian, toh tidak ada satu pun dari para murid yang berani mangambil kain lenan dan basi berisi air itu untuk membasuh kaki Guru mereka. Sesampainya Yesus untuk membasuh kaki Petrus, Ia diprotes oleh Petrus. Protes ini terasa begitu terlambat karena Yesus telah membasuh kaki beberapa murid yang lain. Petrus merasa tidak layak dibasuh oleh Yesus, namun ia juga di awal tidak mau menggantikan Yesus untuk membasuh kaki Yesus dan murid-murid yang lain.
“Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku” (ay. 9). Ungkapan Petrus ini terasa lebay. Mungkin juga tidak bermaksud agar ia mendapat bagian yang paling besar dalam Yesus yang hendak mulia, namun karena ia terlanjur malu telah dicuci kakinya oleh Yesus. Kata-kata Yesus ini disambut dengan kiasan bahwa para murid tidaklah bersih semuanya karena akan ada penghianat dari antara mereka.
Pada ayat 12-15 mulailah Yesus pada wejangan khusus kepada para murid-Nya. Tindakan pembasuhan kaki para murid Ia jelaskan agar sungguh mengena dan mendasar pada hati para murid. Yesus yang adalah Tuhan dan Guru saja mau membasuh kaki para murid seperti seorang budak, maka para murid seharusnya meneladani untuk saling membasuh kaki sesamanya. Pembasuhan kaki mendapatkan makna bahwa para murid harus saling melayani. Mereka tidak lebih tinggi dari orang-orang yang mereka layani, demikian juga di antara para murid tidak ada yang lebih tinggi. Mereka hanyalah hamba yang harus taat dan setia pada Kristus sebagai Putera Allah.
Perayaan Kamis Putih mengingatkan kita untuk mampu meneladani tindakan Yesus yang melayani dengan kerendahan hati dan ketulusan hati. Tindakan sebagai seorang pelayan tentulah harus mengorbankan perasaan gengsi, berani untuk merendahkan diri terhadap sesama yang mungkin sering menjengkelkan dan membosankan. Teladan mencintai dan melayani haruslah kita jalankan sebagai murid-murid Kristus di zaman ini. Kita belajar mulai dari orang-orang yang dekat dengan kita, terutama keluarga kita. (R. YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar