Mesias bagi Kita
Bacaan Pertama: Yesaya 50:5-9a
Yesaya bernubuat tentang hamba Allah yang setia meskipun harus menanggung
penderitaan. Ketaatan dan kerelaan menderita ini karena Allah sebagai penolong
dan dilakukan demi keselamatan umat pilihan Allah.
Bacaan Kedua: Yakobus 2:14-18
Yakobus dengan tegas mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakikatnya
mati. Iman kepada Allah harus diwujudkan dalam perbuatan nyata untuk
memperhatikan dan mencintai sesama. Iman tidak cukup hanya terucap di mulut,
namun harus dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.
Bacaan Injil: Markus 8:27-35
Bacaan ini menjadi kelanjutan bacaan Minggu lalu. Konteks besarnya adalah
Yesus mengadakan perjalanan bersama para murid untuk menjauhi daerah Yerusalem
karena orang banyak memaksa-Nya menjadi raja, sementara itu muncul kebencian
dalam diri pemuka agama Yahudi dan juga Herodes sebagai raja wilayah kekaisaran
Romawi. Dalam Injil Markus ini, dikisahkan Yesus yang bertanya pada para murid
siapa Yesus menurut orang banyak dan siapa Yesus menurut para murid. Pertanyaan
Yesus ini berkaitan dengan desakan banyak orang yang menghendaki diri-Nya
sebagai raja karena telah banyak melakukan mukjizat.
Kehendak banyak orang yang menginginkan Yesus menjadi raja berlatar belakang
pemahaman tentang mesianis. Mesias adalah yang terurapi dan membawa pembebasan
bagi umat pilihan Allah. Situasi pada
masa itu, bangsa Yahudi ada dalam penjajahan kekaisaran Romawi. Sebagai bangsa
jajahan, mereka harus membayar pajak kepada kaisar dan kehidupan
sosial-keagamaan diawasi oleh kaum penjajah. Mereka menyangka bahwa Mesias
hadir untuk membebaskan bangsa itu dari penjajahan kekaisaran Romawi.
Pendapat orang tentang Yesus menganggap Ia sebagai Yohanes Pembaptis, Elia
atau seorang dari antara para nabi. Sebutan-sebutan ini menggambarkan bahwa
Yesus sebagai sosok terpilih dan terurapi. Yesus telah banyak mengadakan
mukjizat, termasuk menggandakan roti dan ikan untuk banyak orang. Orang banyak
menaruh harapan bahwa Yesus layak untuk memimpin mereka menuju pembebasan. Namun
demikian, dalam pandangan ini Yesus tetap dianggap sebagai manusia biasa.
Jawaban Petrus tentang diri Yesus menjadi jawaban yang tepat karena Yesus
adalah Mesias. Mesias memang hendak membawa penyelamatan dan pembebasan, namun
berbeda dengan pemahaman banyak orang dan juga belum sepenuhnya dimengerti oleh
para murid Yesus. Seperti gambaran banyak orang, para murid pun masih memahami
mesias secara duniawi. Yesus melarang para murid untuk memberitahukan bahwa
diri-Nya adalah Mesias karena perbedaan paham ini.
Yesus kemudian mengajarkan kepada para murid bahwa Anak Manusia harus
menanggung penderitaan, ditolak, dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Sebutan
Anak Manusia ditempatkan Yesus untuk menggambarkan bahwa Ia adalah Anak Allah,
Mesias yang menjadi manusia dan harus menanggung penderitaan hingga
kematian-Nya. Lewat penderitaan dan kematian Anak Manusia inilah, Allah hendak
menebus dosa menusia dan memberikan keselamatan-Nya.
Penjelasan Yesus ini ternyata tidak bisa diterima oleh Petrus. Petrus
menegur nemarik Yesus dan menegur Yesus. Hal ini menggambarkan pandangan Petrus
bahwa Mesias tidak semestinya menderita dan mengalami kematian dalam
kesengsaraan. Bagi Petrus, Mesias sosok pembebas yang tak tertandingi, harus
menjadi super hero. Atas pandangan
yang salah inilah, Yesus memarahi Petrus, bahkan mengatakan “enyahlah Iblis”
pada Petrus.
Yesus sebagai Mesias memang harus memikul salib demi keselamatan manusia.
Para murid Yesus juga dituntut memilik salib masing-masing sambil mengikuti
Yesus. Salib adalah tanggung jawab iman, bahkan siap menanggung konsekuensi
iman. Bahkan Yesus menegaskan bahwa orang yang mau menyelamatkan nyawanya akan
kehilangan tetapi orang yang kehilangan nyawanya karena Yesus dan karena Injil,
ia akan menyelamatkannya.
Bagi kita, beriman dan menjadi murid Yesus haruslah memahami dengan benar
bahwa Yesus adalah Mesias. Pemahaman yang benar ini akan meneguhkan kayakinan
dan iman kita terhadap Yesus. Keteguhan dalam beriman pada gilirannya membuat
kita berani menampilkan iman kita lewat kesaksian hidup, bahkan berani
menanggung konsekuensi atas iman kita. (R.YKJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar