Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 12 September 2015

Minggu Biasa XXIV, Tahun B



Mesias bagi Kita

Bacaan Pertama: Yesaya 50:5-9a
Yesaya bernubuat tentang hamba Allah yang setia meskipun harus menanggung penderitaan. Ketaatan dan kerelaan menderita ini karena Allah sebagai penolong dan dilakukan demi keselamatan umat pilihan Allah.

Bacaan Kedua: Yakobus 2:14-18
Yakobus dengan tegas mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Iman kepada Allah harus diwujudkan dalam perbuatan nyata untuk memperhatikan dan mencintai sesama. Iman tidak cukup hanya terucap di mulut, namun harus dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.

Bacaan Injil: Markus 8:27-35

Bacaan ini menjadi kelanjutan bacaan Minggu lalu. Konteks besarnya adalah Yesus mengadakan perjalanan bersama para murid untuk menjauhi daerah Yerusalem karena orang banyak memaksa-Nya menjadi raja, sementara itu muncul kebencian dalam diri pemuka agama Yahudi dan juga Herodes sebagai raja wilayah kekaisaran Romawi. Dalam Injil Markus ini, dikisahkan Yesus yang bertanya pada para murid siapa Yesus menurut orang banyak dan siapa Yesus menurut para murid. Pertanyaan Yesus ini berkaitan dengan desakan banyak orang yang menghendaki diri-Nya sebagai raja karena telah banyak melakukan mukjizat.
Kehendak banyak orang yang menginginkan Yesus menjadi raja berlatar belakang pemahaman tentang mesianis. Mesias adalah yang terurapi dan membawa pembebasan bagi umat pilihan Allah.  Situasi pada masa itu, bangsa Yahudi ada dalam penjajahan kekaisaran Romawi. Sebagai bangsa jajahan, mereka harus membayar pajak kepada kaisar dan kehidupan sosial-keagamaan diawasi oleh kaum penjajah. Mereka menyangka bahwa Mesias hadir untuk membebaskan bangsa itu dari penjajahan kekaisaran Romawi.
Pendapat orang tentang Yesus menganggap Ia sebagai Yohanes Pembaptis, Elia atau seorang dari antara para nabi. Sebutan-sebutan ini menggambarkan bahwa Yesus sebagai sosok terpilih dan terurapi. Yesus telah banyak mengadakan mukjizat, termasuk menggandakan roti dan ikan untuk banyak orang. Orang banyak menaruh harapan bahwa Yesus layak untuk memimpin mereka menuju pembebasan. Namun demikian, dalam pandangan ini Yesus tetap dianggap sebagai manusia biasa.
Jawaban Petrus tentang diri Yesus menjadi jawaban yang tepat karena Yesus adalah Mesias. Mesias memang hendak membawa penyelamatan dan pembebasan, namun berbeda dengan pemahaman banyak orang dan juga belum sepenuhnya dimengerti oleh para murid Yesus. Seperti gambaran banyak orang, para murid pun masih memahami mesias secara duniawi. Yesus melarang para murid untuk memberitahukan bahwa diri-Nya adalah Mesias karena perbedaan paham ini.
Yesus kemudian mengajarkan kepada para murid bahwa Anak Manusia harus menanggung penderitaan, ditolak, dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Sebutan Anak Manusia ditempatkan Yesus untuk menggambarkan bahwa Ia adalah Anak Allah, Mesias yang menjadi manusia dan harus menanggung penderitaan hingga kematian-Nya. Lewat penderitaan dan kematian Anak Manusia inilah, Allah hendak menebus dosa menusia dan memberikan keselamatan-Nya.
Penjelasan Yesus ini ternyata tidak bisa diterima oleh Petrus. Petrus menegur nemarik Yesus dan menegur Yesus. Hal ini menggambarkan pandangan Petrus bahwa Mesias tidak semestinya menderita dan mengalami kematian dalam kesengsaraan. Bagi Petrus, Mesias sosok pembebas yang tak tertandingi, harus menjadi super hero. Atas pandangan yang salah inilah, Yesus memarahi Petrus, bahkan mengatakan “enyahlah Iblis” pada Petrus.
Yesus sebagai Mesias memang harus memikul salib demi keselamatan manusia. Para murid Yesus juga dituntut memilik salib masing-masing sambil mengikuti Yesus. Salib adalah tanggung jawab iman, bahkan siap menanggung konsekuensi iman. Bahkan Yesus menegaskan bahwa orang yang mau menyelamatkan nyawanya akan kehilangan tetapi orang yang kehilangan nyawanya karena Yesus dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.
Bagi kita, beriman dan menjadi murid Yesus haruslah memahami dengan benar bahwa Yesus adalah Mesias. Pemahaman yang benar ini akan meneguhkan kayakinan dan iman kita terhadap Yesus. Keteguhan dalam beriman pada gilirannya membuat kita berani menampilkan iman kita lewat kesaksian hidup, bahkan berani menanggung konsekuensi atas iman kita. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar