Orang Tuli dan Bisu Disembuhkan-Nya
Bacaan Pertama: Yes. 35:4-7a
Yesaya menubuatkan
tentang Mesias yang akan datang. Pada masa Mesias itu, akan ada harapan baru
yang mengubah dari penderitaan yang membuat tawar hati menjadi kegembiraan
karena keselamatan Tuhan. Kelemahan dan
penderitaan akan berubah menjadi sorak-sorai kegembiraan.
Bacaan Kedua: Yak. 2:1-5
Yakobus menasihati para murid Kristus agar mengasihi orang lain tanpa
membedakan latar belakang dan kedudukan seseorang. Sebagaimana Yesus dahulu
yang mengasihi semua orang, demikianlah orang-orang yang percaya kepada-Nya
melakukan kebaikan bukan karena memandang kekayaan, atau perhiasan dan pakain
yang dimiliki.
Bacaan Injil: Mrk. 7:31-37
Dalam Injil Markus ini, pada awal ditulis, “Sekali peristiwa, Yesus
meninggalkan daerah Tirus, dan lewat Sidon pergi ke Danau Galilea, di
tengah-tengah daerah Dekopolis”. Markus hendak menyambung konteks perikop ini
bahwa Yesus semakin jauh menyingkir dari Yerusalem sebagai pusat keagamaan
Yahudi. Yesus telah mengajar banyak orang di daerah Galilea. Orang banyak
memaksa Yesus untuk menjadi raja bagi mereka sesudah Ia menggandakan roti dan
ikan, sementara itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mulai memuncak
kejengkelannya terhadap Yesus, dan kabar tentang Yesus sudah didengar oleh
Herodes yang mulai gusar terhadap-Nya.
Daerah Tirus, Sidon dan Dekapolis bukan sebagai daerah orang-orang Yahudi.
Namun di daerah ini Yesus ingin memperluas warta tentang keselamatan Allah,
sembari memberikan pengajaran khusus kepada para murid-Nya. Yesus menghendaki
agar warta keselamatan Allah diterima banyak orang dan para murid-Nya siap
untuk melanjutkan pewartaan-Nya. Nantinya, perjalanan menyusuri Danau Galilea
akan berlanjut hingga memasuki Yerusalem tempat dimulainya kesengsaraan, wafat
hingga kebangkitan-Nya.
Di daerah Dekapolis, orang telah mendengar kabar tentang Yesus terutama
mukjizat penyembuhan yang dilakukan-Nya. Karena itulah, diantarkan kepada Yesus
seorang yang tuli dan gagap agar disembuhkan oleh Yesus. Orang yang tuli sejak
lahir hampir dipastikan juga bisu, bukan sekedar gagap atau susah berbicara.
Pada ayat 37 disebut “orang bisu dijadikan-Nya berkata-kata”, hal ini menggambarkan
bahwa orang yang dibawa kepada Yesus itu tuli dan bisu sejak lahir.
Yesus memisahkan orang yang bisu tuli tersebut dari kerumunan banyak
orang. Dalam banyak peristiwa penyembuhan, Yesus cukup bersabda untuk
menyembuhkan ornag-orang yang sakit. Namun pada peristiwa ini, Yesus
membutuhkan komunikasi dan kontak langsung yang bisa ditangkap dan dimengerti
oleh orang yang tuli dan bisu tersebut. Yesus memasukkan jari ke dalam telunga
orang tersebut. Tindakan ini jelas dapat dimengerti bahwa Yesus hendak
menyembuhkan telinga orang yang tuli itu. Demikian juga Yesus melakukan tindakan
lain yang mudah ditangkap oleh orang yang bisu tuli itu dengan meludah dan
meraba lidah orang tersebut. Di sini tidak bisa diartikan bahwa Yesus membasahi
lidah orang itu dengan ludah-Nya sendiri. Meludah dan meraba lidah sebagai dua
tindakan yang dipisah dan tidak dijelaskan hubungan secara langsung.
Tindakan berikutnya ialah Yesus menengadah ke langit, menarik nafas dan
berkata efata. Tindakan ini pun pasti mudah ditangkap orang yang bisu tuli tadi
karena sembari menengadah ke langit, Yesus menarik nafas terlebih dahulu baru
berkata efata. Mengagumkan bahwa orang tersebut bisa mendengar dan bisa
berkata-kata dengan baik. Mungkinkah orang yang tuli dan bisu sejak lahir
seketika bisa mendengar dan lancar berbicara? Justru di sinilah letak kuasa
Yesus sebagai Putera Allah.
Kesembuhan orang itu tentu membuat kagum orang-orang yang membawanya
kepada Yesus. Yesus melarang mereka agar tidak menceritakan hal tersebut. Hal
ini dimaksudkan agar daerah Dekapolis menerima dahulu pengajaran Yesus tentang
kabar keselamatan Allah dan bukan berita kesembuhan lebih dulu yang mereka
terima. Ketika orang banyak lebih dahulu mendengar mukjizat kesembuhan pastilah
orang banyak mengharap mukjizat itu dan tidak menangkap dengan baik warta yang
disampaikan Yesus.
Yesus sebagai kegenapan nubuat para nabi membuka telinga dan lidah orang
agar mampu mendengar dan berkata-kata dengan baik. Hal ini juga menjadi lambang
agar kita mampu mendengarkan Sabda Allah dengan baik dan berkata-kata pula
dengan baik tentang Sabda Allah itu. Pada Bulan Kitab Suci ini kita giatkan
kembali untuk lebih akrab dengan Sabda Allah dan mewartakannya bersama keluarga
kita masing-masing dalam tindakan saling melayani. Kita seringkali menolak
kritikan kelompok lain yang mengatakan bahwa kita tidak mengerti Kitab Suci dan
malas membaca Kitab Suci. Inilah saatnya bagi kita untuk membuktikan bahwa kita
akrab dengan Kitab Suci, membaca dan memahaminya, serta mewartakan dalam hidup
keluarga kita. (R.YKJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar