Maria Ratu Damai

Maria Ratu Damai

Sabtu, 05 September 2015

Minggu Biasa XXIII B, Minggu Kitab Suci Nasional



Orang Tuli dan Bisu Disembuhkan-Nya

Bacaan Pertama: Yes. 35:4-7a
            Yesaya menubuatkan tentang Mesias yang akan datang. Pada masa Mesias itu, akan ada harapan baru yang mengubah dari penderitaan yang membuat tawar hati menjadi kegembiraan karena keselamatan Tuhan.  Kelemahan dan penderitaan akan berubah menjadi sorak-sorai kegembiraan.

Bacaan Kedua: Yak. 2:1-5
Yakobus menasihati para murid Kristus agar mengasihi orang lain tanpa membedakan latar belakang dan kedudukan seseorang. Sebagaimana Yesus dahulu yang mengasihi semua orang, demikianlah orang-orang yang percaya kepada-Nya melakukan kebaikan bukan karena memandang kekayaan, atau perhiasan dan pakain yang dimiliki.

Bacaan Injil: Mrk. 7:31-37

Dalam Injil Markus ini, pada awal ditulis, “Sekali peristiwa, Yesus meninggalkan daerah Tirus, dan lewat Sidon pergi ke Danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekopolis”. Markus hendak menyambung konteks perikop ini bahwa Yesus semakin jauh menyingkir dari Yerusalem sebagai pusat keagamaan Yahudi. Yesus telah mengajar banyak orang di daerah Galilea. Orang banyak memaksa Yesus untuk menjadi raja bagi mereka sesudah Ia menggandakan roti dan ikan, sementara itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mulai memuncak kejengkelannya terhadap Yesus, dan kabar tentang Yesus sudah didengar oleh Herodes yang mulai gusar terhadap-Nya.
Daerah Tirus, Sidon dan Dekapolis bukan sebagai daerah orang-orang Yahudi. Namun di daerah ini Yesus ingin memperluas warta tentang keselamatan Allah, sembari memberikan pengajaran khusus kepada para murid-Nya. Yesus menghendaki agar warta keselamatan Allah diterima banyak orang dan para murid-Nya siap untuk melanjutkan pewartaan-Nya. Nantinya, perjalanan menyusuri Danau Galilea akan berlanjut hingga memasuki Yerusalem tempat dimulainya kesengsaraan, wafat hingga kebangkitan-Nya.
Di daerah Dekapolis, orang telah mendengar kabar tentang Yesus terutama mukjizat penyembuhan yang dilakukan-Nya. Karena itulah, diantarkan kepada Yesus seorang yang tuli dan gagap agar disembuhkan oleh Yesus. Orang yang tuli sejak lahir hampir dipastikan juga bisu, bukan sekedar gagap atau susah berbicara. Pada ayat 37 disebut “orang bisu dijadikan-Nya berkata-kata”, hal ini menggambarkan bahwa orang yang dibawa kepada Yesus itu tuli dan bisu sejak lahir.
Yesus memisahkan orang yang bisu tuli tersebut dari kerumunan banyak orang. Dalam banyak peristiwa penyembuhan, Yesus cukup bersabda untuk menyembuhkan ornag-orang yang sakit. Namun pada peristiwa ini, Yesus membutuhkan komunikasi dan kontak langsung yang bisa ditangkap dan dimengerti oleh orang yang tuli dan bisu tersebut. Yesus memasukkan jari ke dalam telunga orang tersebut. Tindakan ini jelas dapat dimengerti bahwa Yesus hendak menyembuhkan telinga orang yang tuli itu. Demikian juga Yesus melakukan tindakan lain yang mudah ditangkap oleh orang yang bisu tuli itu dengan meludah dan meraba lidah orang tersebut. Di sini tidak bisa diartikan bahwa Yesus membasahi lidah orang itu dengan ludah-Nya sendiri. Meludah dan meraba lidah sebagai dua tindakan yang dipisah dan tidak dijelaskan hubungan secara langsung.
Tindakan berikutnya ialah Yesus menengadah ke langit, menarik nafas dan berkata efata. Tindakan ini pun pasti mudah ditangkap orang yang bisu tuli tadi karena sembari menengadah ke langit, Yesus menarik nafas terlebih dahulu baru berkata efata. Mengagumkan bahwa orang tersebut bisa mendengar dan bisa berkata-kata dengan baik. Mungkinkah orang yang tuli dan bisu sejak lahir seketika bisa mendengar dan lancar berbicara? Justru di sinilah letak kuasa Yesus sebagai Putera Allah.
Kesembuhan orang itu tentu membuat kagum orang-orang yang membawanya kepada Yesus. Yesus melarang mereka agar tidak menceritakan hal tersebut. Hal ini dimaksudkan agar daerah Dekapolis menerima dahulu pengajaran Yesus tentang kabar keselamatan Allah dan bukan berita kesembuhan lebih dulu yang mereka terima. Ketika orang banyak lebih dahulu mendengar mukjizat kesembuhan pastilah orang banyak mengharap mukjizat itu dan tidak menangkap dengan baik warta yang disampaikan Yesus.
Yesus sebagai kegenapan nubuat para nabi membuka telinga dan lidah orang agar mampu mendengar dan berkata-kata dengan baik. Hal ini juga menjadi lambang agar kita mampu mendengarkan Sabda Allah dengan baik dan berkata-kata pula dengan baik tentang Sabda Allah itu. Pada Bulan Kitab Suci ini kita giatkan kembali untuk lebih akrab dengan Sabda Allah dan mewartakannya bersama keluarga kita masing-masing dalam tindakan saling melayani. Kita seringkali menolak kritikan kelompok lain yang mengatakan bahwa kita tidak mengerti Kitab Suci dan malas membaca Kitab Suci. Inilah saatnya bagi kita untuk membuktikan bahwa kita akrab dengan Kitab Suci, membaca dan memahaminya, serta mewartakan dalam hidup keluarga kita. (R.YKJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar