Biji Gandum yang Mati menghasilkan
Buah Berlimpah
Bacaan Pertama:Yer. 31: 31-34
Bangsa pilihan dibuang ke tanah Babel karena kedegilan hati mereka yang
tidak setia kepada Allah. Namun Allah tidak menghancurkan mereka, namun
menawarkan pemulihan perjanjian keselamatan. Dalam perjanjian yang baru,
manusia berdosa tidak mendapat murka Allah namun mendapatkan penebusan.
Bacaan Kedua: Ibr. 5: 7-9
Penulis surat Ibrani merefleksikan bahwa Kristus sekalipun Anak Allah, Ia
taat pada kehendak Allah demi keselamatan manusia. Karena ketaatan-Nya, Kristus
rela menderita untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah.
Bacaan Injil: Yoh. 12: 20-33
Pada perayaan Paskah Yahudi, Yesus melanjutkan tradisi religius dari
keluarga untuk hadir di Yerusalem mengikuti perayaan keagamaan tersebut. Bait
Allah menampung orang-orang bukan Yahudi di pelataran agar mereka tetap bisa
berdoa. Dalam bacaan Injil Yohanes ini, Yesus dan murid-murid-Nya bertemu
dengan beberapa orang Yunani. Orang-orang Yunani itu ingin bertemu Yesus dengan
mendekati Filipus.
Bagi orang-orang Yunani, filsafat sebagai pengetahuan telah lazim
dipelajari agar memiliki kebijaksanaan hidup. Bagi mereka yang terbiasa dengan “iklim”
filsafat, Yesus mengungkapkan tentang mati, hidup dan kemuliaan. Yesus
menjelaskan kepada mereka bahwa diri-Nya bagaikan biji gandum yang sengaja
dijatuhkan ke tanah, (seolah-olah) biji itu mati karena memang tidak akan ada
lagi wujud biji gandum. Hilangnya biji gandum akan tergantikan dengan tumbuhnya
tunas dari biji itu dan akhirnya menjadi pohon gandum yang berbuah banyak.
Meskipun awalnya sebiji, namun ketika berubah menjadi pohon gandum justru akan
menghasilkan banyak butir gandum.
Kematian Yesus menjadi jalan penebusan agar dengan kebangkitan-Nya berbuah
berlimpah, yakni orang-orang yang beriman dan taat pada kehendak Allah. Yesus
sebagai Putera Allah telah mengetahui peristiwa kematian di salib yang harus
dijjalani-Nya, namun ia tidak memohon kepada Bapa agar nyawa-Nya diselamatkan.
Yesus tidak mempertahankan hidup-Nya, namun rela berkurban sebagai silih bagi
dosa manusia. Ia menjadi teladan bagi orang-orang yang percaya pada-Nya agar
tidak mencintai nyawanya belaka, namun mencintai martabatnya sebagai manusia
yang luhur.
Yesus masih menyelipkan nasihat tentang melayani-Nya sebagai tindakan
melayani Bapa. Pelayanan adalah tindakan nyata dari cinta. Mencintai Yesus
berarti harus mewujudkan dalam tindakan nyata untuk melayani-Nya. Sebagai
pelayan Kristus, kita akan berada di tempat Yesus berada. Pelayanan yang
dimaksudkan pada masa sekarang ini tentu melayani Yesus dalam diri
saudara-saudari kita yang membutuhkan.
Suara dari surga mengatakan “Aku telah memuliakan-Nya dan Aku akan memuliakan-Nya
lagi. Yesus berasal dari Allah sendiri, dan Ia telah bersama-sama dengan Bapa
dan Roh Kudus dalam kemuliaan Allah. Ketika Yesus mengurbankan diri-Nya di kayu
salib, maka Bapa akan mumiliakan-Nya kembali. Kemuliaan Yesus itu untuk menarik
orang-orang yang percaya kepada-Nya agar masuk dalam kamuliaan Allah.
Dalam Injil Yohanes, pemuliaan Yesus justru dimulai saat Yesus ditinggikan
di kayu salib. Ketika Yesus disalibkan, Ia diangkat dari dunia ini. Ia
terentang antara langit dan bumi yang melambangkan menjadi pengantara antara
surga dengan dunia. Kemuliaan sempurna Yesus harus dilalui dengan peristiwa
penderitaan salib. Bagi kita, kemuliaan yang kelak kita terima pun harus
diawali dengan perjuangan iman di dunia ini. (R.YKJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar